Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

DPR Restui Kenaikan PPN: Beban Rakyat Bertambah Lagi!

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 08 December 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
DPR Restui Kenaikan PPN: Beban Rakyat Bertambah Lagi!

KABARBURSA.COM - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menegaskan bahwa kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen bertujuan untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

Menurut Said, negara memerlukan penerimaan yang lebih besar guna membiayai berbagai program strategis yang dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah bersama DPR sepakat menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen yang akan diberlakukan pada 2025 melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tahun 2021.

"Langkah ini bertujuan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, serta mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Said dalam keterangannya di Jakarta, Minggu 8 Desember 2024.

Meski ada kenaikan tarif, negara memastikan bahwa sejumlah kebutuhan pokok tetap dikecualikan dari pengenaan PPN. Barang-barang tersebut meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam (baik beryodium maupun non-yodium). Selain itu, daging segar tanpa proses pengolahan, telur, susu perah tanpa tambahan zat lain, buah-buahan segar, serta sayur-sayuran segar juga bebas dari pengenaan PPN.

Di luar daftar tersebut, seluruh barang dan jasa lainnya akan dikenakan PPN 12 persen. Tak terkecuali Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang mencakup kendaraan, properti, dan barang konsumsi kelas atas.

Menurut Said, kebijakan ini dirancang agar kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dapat memberikan kontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara. Nantinya, dana tersebut akan digunakan untuk mendanai berbagai program sosial yang bertujuan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi.

Namun, Said mengakui bahwa kontribusi PPnBM terhadap total penerimaan negara masih relatif kecil. Selama periode 2013-2022, sumbangan rata-rata dari PPnBM hanya mencapai 1,3 persen. Oleh karena itu, jika PPN 12 persen hanya diterapkan pada barang-barang mewah, target penerimaan pajak 2025 kemungkinan sulit tercapai.

Kenaikan tarif PPN ini juga berpotensi memengaruhi daya beli masyarakat. Untuk mengantisipasi dampaknya, Banggar DPR mendesak Pemerintah menyiapkan langkah mitigasi secara menyeluruh.

Delapan Langkah Mitigasi yang Direkomendasikan Banggar

Untuk meminimalkan dampak kebijakan tersebut, Ketua Banggar DPR merekomendasikan delapan langkah strategis kepada Pemerintah:

  1. Peningkatan Anggaran Perlindungan Sosial

    Menambah alokasi anggaran perlindungan sosial serta memperluas jumlah penerima bantuan dengan memastikan penyalurannya tepat sasaran.

  2. Subsidi Energi yang Lebih Inklusif

    Mempertahankan subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM), listrik, dan LPG rumah tangga miskin, serta memperluas penerima subsidi hingga pengemudi ojek online (ojol).

  3. Perluasan Subsidi Transportasi

    Memberikan subsidi transportasi bagi moda transportasi yang digunakan masyarakat sehari-hari, guna mengurangi beban pengeluaran masyarakat.

  4. Subsidi Perumahan yang Tepat Sasaran

    Memastikan subsidi perumahan dimanfaatkan oleh kelompok menengah ke bawah, sehingga rumah layak huni dapat terjangkau oleh masyarakat miskin.

  5. Dukungan Beasiswa dan Bantuan Pendidikan

    Memperkuat bantuan biaya pendidikan dan beasiswa untuk mahasiswa perguruan tinggi, terutama dari kelompok masyarakat prasejahtera.

  6. Operasi Pasar Secara Rutin

    Melakukan operasi pasar secara rutin setidaknya dua bulan sekali untuk menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok dan mengendalikan inflasi.

  7. Peningkatan Belanja Produk UMKM

    Meningkatkan porsi belanja pemerintah terhadap produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) guna mendukung pengembangan sektor tersebut.

  8. Pelatihan dan Pemberdayaan Ekonomi

    Menyelenggarakan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat terdampak agar mereka bisa memasuki sektor usaha yang lebih kompetitif. Kebijakan ini juga dapat disinergikan dengan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Melalui kebijakan tersebut, Banggar DPR berharap Pemerintah dapat meredam dampak negatif dari kenaikan tarif PPN dan sekaligus memastikan penerimaan negara tetap optimal.

Efek Domino Masyarakat

Ekonom dan pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyoroti kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Khususnya untuk barang-barang mewah mulai Januari 2025 memiliki efek domino yang dapat merambat ke seluruh lapisan masyarakat.

“Peningkatan tarif PPN untuk barang mewah, meskipun secara langsung menyasar kelompok ekonomi atas, juga akan memberikan dampak yang merambat ke kelompok masyarakat menengah dan kecil,” jelas Achmad kepada awak media di Jakarta, Minggu, 8 Desember 2024.

Menurut Achmad, salah satu masalah utama yang muncul adalah ketidakjelasan definisi barang mewah. Ia menyoroti bahwa istilah ini sering kali digunakan secara umum tanpa penjelasan yang rinci, sehingga berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat.

“Barang mewah seperti kendaraan premium, perhiasan, atau elektronik mahal memang masuk akal untuk dikenakan PPN lebih tinggi. Namun, dalam praktiknya, ada banyak barang yang sebenarnya bukan barang mewah tetapi dapat terkena imbas kebijakan ini, terutama dalam situasi inflasi atau kenaikan harga,” ungkapnya.

Achmad mencontohkan barang elektronik seperti ponsel kelas menengah atas atau laptop, yang kini menjadi kebutuhan penting untuk pendidikan atau pekerjaan. Jika barang-barang ini dikategorikan sebagai barang mewah, masyarakat menengah yang bergantung pada barang tersebut akan terdampak.

“Definisi barang mewah cenderung kabur. Misalnya, barang seperti AC atau kulkas tertentu yang sebelumnya dianggap kebutuhan sekunder dapat masuk kategori barang mewah jika harganya meningkat akibat inflasi. Hal ini tentu akan menyulitkan masyarakat menengah ke bawah,” tambah Achmad.

Efek Domino pada Sektor Pendukung

Selain dampak langsung, Achmad juga menyoroti adanya efek domino dari kenaikan tarif PPN terhadap sektor-sektor pendukung. Ia menjelaskan bahwa barang mewah sering kali memiliki ekosistem ekonomi yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari produsen hingga penyedia jasa.

“Misalnya, kenaikan tarif PPN untuk kendaraan bermotor premium tidak hanya memengaruhi pembeli mobil mewah. Industri pendukung seperti jasa perbaikan, suku cadang, hingga asuransi kendaraan juga akan terkena imbasnya. Jika pelaku usaha di sektor ini menaikkan harga untuk menyesuaikan dengan kenaikan tarif pajak, maka masyarakat menengah yang menggunakan layanan mereka juga akan terdampak,” jelas Achmad.

Sektor properti juga menjadi salah satu area yang rawan terdampak. Properti dengan harga tertentu yang dikategorikan barang mewah akan dikenakan tarif pajak lebih tinggi. Achmad memperingatkan bahwa hal ini dapat memengaruhi biaya sewa, perawatan properti, hingga bahan bangunan.

“Pada akhirnya, biaya tambahan ini akan diteruskan kepada konsumen akhir, termasuk kelompok masyarakat menengah dan kecil. Misalnya, kenaikan harga bahan bangunan bisa berdampak pada biaya renovasi rumah atau pembangunan properti sederhana,” kata Achmad.(*)