Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Tutup Pekan, Rupiah Bertengger di Rp15.845/USD

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 December 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Tutup Pekan, Rupiah Bertengger di Rp15.845/USD

KABARBURSA.COM - Pada akhir pekan, Jumat, 6 Desember 2024, nilai tukar rupiah menguat tipis terhadap dolar AS. Rupiah ditutup pada level Rp15.845 per dolar AS, menguat sebesar 17 poin atau 0,11 persen dibandingkan dengan level Kamis, 5 Desember 2024, sebelumnya yang tercatat di Rp15.862.

Penguatan rupiah disebabkan karena pelaku pasar saat ini sedang fokus pada rilis data penggajian non-pertanian di Amerika Serikat untuk bulan November, yang diperkirakan menunjukkan kenaikan tajam dalam jumlah penggajian, setelah adanya gangguan di pasar tenaga kerja akibat badai yang melanda pada bulan Oktober.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa data ini bisa mempengaruhi keputusan Federal Reserve (The Fed) terkait kebijakan suku bunga. Jika pasar tenaga kerja di AS menunjukkan kekuatan, hal ini dapat mengurangi dorongan bagi The Fed untuk memangkas suku bunga acuan, yang sudah diperkirakan akan turun sebesar 25 basis poin pada pertemuan terakhir tahun ini.

Data penggajian yang dirilis beberapa minggu sebelum pertemuan tersebut menjadi faktor kunci dalam prospek kebijakan moneter.

Namun, pernyataan terbaru dari pejabat Fed, bersama dengan kemungkinan kebijakan fiskal ekspansif di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, memunculkan keraguan terkait kebijakan suku bunga di masa depan.

Meskipun ekonomi AS menunjukkan kekuatan, Ketua Fed Jerome Powell menyatakan bahwa hal tersebut memberikan lebih banyak ruang bagi Fed untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga lebih lanjut.

Di sisi domestik, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2024 tercatat sebesar USD 150,2 miliar, sedikit menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat USD 151,2 miliar.

Penurunan ini disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah, yang menciptakan sentimen negatif dan membatasi pelemahan rupiah pada hari itu. Kombinasi faktor domestik dan internasional ini menjaga pergerakan rupiah relatif terbatas meskipun ada ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter AS.

Seperti ditulis sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro, mencatat bahwa probabilitas pemotongan suku bunga acuan Fed sebesar 25 basis poin pada Desember kini meningkat menjadi 75,5 persen, naik signifikan dari 53 persen dari minggu sebelumnya.

Faktor pendorong utama ekspektasi ini adalah data ekonomi AS yang lebih lemah dari perkiraan. Indeks PMI Jasa ISM untuk November turun menjadi 52,1 dari 56 pada Oktober, di bawah proyeksi pasar sebesar 55,5. Pelemahan ini menandakan melambatnya momentum di sektor jasa yang sebelumnya menjadi salah satu pilar kekuatan ekonomi AS.

Selain itu, data ADP menunjukkan penambahan 146.000 pekerjaan di sektor swasta AS pada November, sedikit di bawah perkiraan 150.000. Meskipun demikian, angka ini tetap mencerminkan ketahanan pasar tenaga kerja AS di tengah tekanan inflasi yang terus berlanjut.

Fokus investor kini tertuju pada laporan pekerjaan yang akan dirilis pada hari Jumat, yang diharapkan memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter The Fed. Di tengah perlambatan data ekonomi tersebut, Kepala The Fed Jerome Powell sebelumnya menegaskan bahwa bank sentral akan terus mengarahkan kebijakan menuju tingkat netral.

Powell menekankan bahwa meskipun ekonomi AS tetap solid, The Fed tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga secara agresif, mengingat tekanan inflasi yang belum sepenuhnya mereda,

Di sisi lain, kinerja sektor teknologi di AS terus mencerminkan ketahanan ekonomi. Laporan laba perusahaan-perusahaan teknologi besar menunjukkan hasil yang menggembirakan, menandakan bahwa sektor ini masih menjadi motor utama pertumbuhan di tengah berbagai tantangan ekonomi global.

Penguatan rupiah juga sejalan dengan harapan stabilitas pasar keuangan global, terutama jika The Fed benar-benar mengambil langkah pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.

Dengan potensi ini, sentimen positif terhadap mata uang emerging markets, termasuk rupiah, diperkirakan akan terus meningkat, memberikan ruang bagi Indonesia untuk memperkuat posisi ekonominya di tengah dinamika global yang terus berkembang.

Bank Indonesia (BI) juga menyatakan kesiapan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing guna menstabilkan nilai tukar rupiah, yang baru-baru ini melemah menuju level psikologis Rp16.000 per dolar AS.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset BI Edi Susianto, menjelaskan bahwa meskipun terjadi tekanan terhadap rupiah, BI akan terus hadir di pasar untuk menjaga kepercayaan pasar.

Meskipun rupiah telah menunjukkan pelemahan, BI merasa yakin bahwa fundamental rupiah masih lebih kuat dari level Rp16.000 per dolar AS. Bahkan, BI sudah melakukan intervensi di pasar pada bulan lalu untuk mendukung stabilitas mata uang.(*)