Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Minyak Turun: Investor Cermati Pasokan Melimpah dan OPEC+

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 December 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Harga Minyak Turun: Investor Cermati Pasokan Melimpah dan OPEC+

KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah turun pada Kamis, 5 Desember 2024, di tengah kekhawatiran investor terhadap potensi kelebihan pasokan minyak global pada 2025 dan keputusan OPEC+ untuk menunda peningkatan produksi hingga April 2025.

Seperti dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent turun 22 sen (0,3 persen) menjadi USD72,09 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 24 sen (0,35 persen) menjadi USD68,30 per barel.

Keputusan OPEC+ dan Tantangan Pasar

Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, awalnya merencanakan untuk mulai mengurangi pemangkasan produksi pada Oktober 2024. Namun, permintaan minyak global yang melambat serta lonjakan produksi dari negara-negara di luar OPEC+ membuat rencana ini beberapa kali ditunda.

Dalam pertemuan terbaru, OPEC+ sepakat untuk memulai pengurangan bertahap dari pemangkasan produksi sebesar 2,2 juta barel per hari (bpd) mulai April 2025. Produksi akan ditingkatkan secara bertahap sebesar 138.000 bpd setiap bulan selama 18 bulan, hingga mencapai September 2026. Saat ini, OPEC+ bertanggung jawab atas sekitar setengah dari total produksi minyak dunia.

John Kilduff, mitra di Again Capital, New York, menyatakan bahwa keputusan ini menunjukkan kesatuan OPEC+ dalam menghadapi tantangan pasar. “Ada keraguan tentang kesatuan OPEC+ sebelum pertemuan ini. Mereka menunjukkan solidaritas, tetapi ini juga mencerminkan tantangan besar yang mereka hadapi untuk menjaga kestabilan pasar,” ujarnya.

Dampak Keputusan terhadap Harga Minyak

Keputusan OPEC+ dinilai memberikan sinyal positif jangka pendek bagi pasar. "Pesan keseluruhan yang diberikan cukup konstruktif dan kemungkinan akan mencegah penurunan harga dalam waktu dekat," kata Mukesh Sahdev, Kepala Pasar Komoditas Global di Rystad Energy.

Namun, beberapa analis menyoroti bahwa potensi kelebihan pasokan minyak pada 2025 bisa membatasi dampak positif dari keputusan tersebut. Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho, mengatakan, “Pasar menghadapi surplus, tidak ada kekurangan minyak, dan tidak ada indikasi signifikan yang dapat memacu kenaikan harga di masa mendatang.”

Pelemahan nilai dolar AS pada Kamis memberikan sedikit dukungan bagi pasar minyak. Ekspektasi bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga bulan ini semakin memperlemah nilai dolar, yang pada gilirannya mendukung harga minyak.

“Dolar yang lebih lemah membuat minyak yang dihargai dalam dolar lebih terjangkau bagi investor dengan mata uang lain, sehingga meningkatkan permintaan,” jelas Alex Hodes, analis energi di StoneX.

Sebaliknya, penguatan dolar AS sebelumnya membuat minyak lebih mahal bagi pembeli non-dolar, yang dapat menurunkan permintaan.

Sementara itu, situasi geopolitik di Timur Tengah turut menjadi perhatian pasar. Israel mengindikasikan pada Selasa bahwa pihaknya akan kembali berperang dengan Hezbollah jika gencatan senjata gagal dipertahankan. Israel juga mengancam akan memperluas serangan hingga ke dalam wilayah Lebanon, termasuk menargetkan infrastruktur negara tersebut.

Di sisi lain, utusan Timur Tengah dari pemerintahan presiden terpilih AS, Donald Trump, sedang melakukan perjalanan ke Qatar dan Israel. Langkah ini bertujuan untuk mendorong tercapainya gencatan senjata di Gaza serta pembebasan sandera sebelum Trump resmi menjabat pada 20 Januari, menurut sumber yang mengetahui pembicaraan ini.

Wall Street Kehilangan Kekuatan

Indeks utama Wall Street berakhir melemah pada perdagangan Kamis, 5 Desember 2024, dipicu oleh penurunan tajam saham UnitedHealth dan pelemahan di sektor teknologi. Investor menahan langkah mereka menjelang rilis laporan pekerjaan yang dijadwalkan pada Jumat, 6 Desember 2024.

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 248,33 poin atau 0,55 persen ke posisi 44.765,71. Sementara itu, indeks S&P 500 kehilangan 11,38 poin atau 0,19 persen menjadi 6.075,11, dan Nasdaq Composite melemah 34,86 poin atau 0,18 persen ke level 19.700,26.

Volume perdagangan di bursa AS mencapai 14,12 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata harian 14,7 miliar dalam 20 hari terakhir. Jumlah saham yang turun melebihi saham yang naik di NYSE dengan rasio 1,25:1, mencatatkan 378 saham di level tertinggi baru dan 74 saham di level terendah baru. Di Nasdaq, rasio serupa terlihat dengan 2.833 saham melemah dibandingkan 1.488 yang menguat, mencerminkan rasio 1,9:1.

Sektor teknologi yang sebelumnya memimpin kenaikan kini mengalami tekanan. Indeks teknologi S&P 500 turun 0,2 persen, setelah mencapai rekor penutupan tertinggi pada Rabu, 4 Desember 2024.

Penurunan tajam terjadi pada saham Synopsys, yang anjlok 12,4 persen. Perusahaan perangkat lunak desain chip ini memproyeksikan pendapatan fiskal 2025 di bawah ekspektasi Wall Street, yang sebagian besar dipengaruhi oleh penurunan penjualan di pasar China.

Saham sektor kesehatan menjadi pemberat utama pada indeks S&P 500 dan Dow Jones. Saham UnitedHealth (UNH.N) turun 5,2 persen, menyusul kabar tragis terkait pembunuhan CEO UnitedHealthcare, Brian Thompson, di Manhattan sehari sebelumnya. Kejadian ini mendorong perusahaan asuransi kesehatan untuk mengevaluasi ulang risiko operasional dan eksekutif mereka.

Penurunan juga dialami saham lain di sektor ini, seperti Cigna yang turun 2,3 persen dan Molina Healthcare yang melemah 3,2 persen. Indeks sektor kesehatan S&P 500 secara keseluruhan turun 1,1 persen.

Sementara itu, setelah sempat melonjak di awal sesi karena Bitcoin melampaui angka USD100.000 untuk pertama kalinya, saham-saham terkait cryptocurrency dan blockchain akhirnya kehilangan momentum. Saham MicroStrategy (MSTR.O), pemegang Bitcoin korporasi terbesar, ditutup turun 4,8 persen.

Penurunan ini menutup sesi perdagangan yang didominasi kehati-hatian investor dalam menghadapi data ekonomi dan kebijakan moneter yang akan datang. (*)