Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Dua Perusahaan Besar akan IPO, Total Asetnya lebih dari Rp1 Triliun

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 05 December 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Dua Perusahaan Besar akan IPO, Total Asetnya lebih dari Rp1 Triliun

KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan dua perusahaan besar dari sektor industri dasar dan energi tengah bersiap mencatatkan saham perdana atau Initial Public Offering (IPO).

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyatakan bahwa kedua perusahaan tersebut memiliki aset lebih dari Rp1 triliun.

“Yang dua itu sudah memiliki due date tahun ini. Dari total 26 perusahaan dalam pipeline, 13 di antaranya masuk kategori lighthouse,” kata Nyoman saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Kamis, 5 Desember 2024.

Nyoman menjelaskan, kedua perusahaan yang termasuk dalam kategori lighthouse company ini masih menunggu waktu yang tepat untuk melantai di pasar saham.

Berdasarkan pipeline BEI, terdapat 26 perusahaan yang bersiap IPO, dengan 13 perusahaan harus menyampaikan laporan keuangan mereka pada tahun ini.

“Saat ini, kami masih menunggu sampai akhir periode tahun ini untuk kepastian jadwal IPO mereka,” jelas Nyoman.

Data IPO 2024

Hingga 29 November 2024, BEI mencatat sebanyak 39 perusahaan telah berhasil melaksanakan IPO, dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp5,87 triliun.

Berdasarkan pipeline, terdapat dua perusahaan dengan aset di bawah Rp50 miliar, enam perusahaan dengan aset menengah Rp50–250 miliar, dan sisanya merupakan perusahaan besar dengan aset di atas Rp250 miliar.

“Sebanyak 39 perusahaan telah mencatatkan saham di BEI dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp5,87 triliun,” tulis Nyoman dalam laporannya.

Sektor Emiten yang Antre IPO

Nyoman juga memaparkan komposisi emiten berdasarkan sektor yang antre IPO:

- 1 perusahaan dari sektor material dasar

- 3 perusahaan dari sektor konsumer siklikal

- 5 perusahaan dari sektor konsumer non-siklikal

- 4 perusahaan dari sektor energi

- 3 perusahaan dari sektor finansial

- 2 perusahaan dari sektor kesehatan

- 3 perusahaan dari sektor industri

- 0 perusahaan dari sektor infrastruktur

- 3 perusahaan dari sektor properti dan real estate

- 0 perusahaan dari sektor teknologi

- 1 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik

Dengan pipeline yang ada, BEI optimistis dapat menarik lebih banyak emiten untuk memperkuat pasar modal di Indonesia.

“Kami akan terus mendukung perusahaan yang ingin IPO, termasuk perusahaan-perusahaan besar yang masuk dalam kategori lighthouse,” pungkas Nyoman.

Dua Perusahaan Light House Masuk Pipe Line IPO

BEI mengonfirmasi ada dua emiten mercusuar atau light house yang masuk ke dalam pipeline IPO.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, mengatakan hingga saat ini terdapat 26 emiten yang masuk dalam pipeline IPO. Dari jumlah itu, dia menyebut, ada sebanyak 13 perusahaan yang akan menggelar laporan keuangan tahun ini.

“Saat ini, kami masih menunggu prosesnya. Namun, jika dilihat, sampai saat ini perusahaan-perusahaan tersebut masih on track. Ya, tentu kami akan tunggu,” kata Nyoman kepada wartawan di Gedung BEI, Kamis, 5 Desember 2024.

Sementara itu, dua perusahaan yang berencana melakukan IPO berkategori light house, yaitu emiten yang berfokus pada sektor industri dan energi.

Sayangnya, Nyoman belum bisa berbicara terkait jadwal pencatatan saham kedua perusahaan di Bursa. Karena, untuk jadwal pencatatan diserahkan ke masing-masing perusahaan yang bersangkutan.

“Itu tergantung dari mereka (pencatatan saham). Tapi, yang saya sampaikan kepada teman-teman, dari 26 pipeline itu sebanyak 13 emiten di antaranya harusnya melaporkan keuangannya tahun ini,” ujar dia.

40 Emiten Melantai di BEI Sepanjang 2024

Seperti diketahui, hingga saat ini ada 40 perusahaan yang tercatat melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang 2024. Terbaru adalah PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (Perseroan) yang memiliki kode saham AADI. Perusahaan tersebut resmi melakukan IPO pada Kamis, 5 Desember 2024.

BEI sendiri menargetkan sebanyak 66 perusahaan melakukan Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2025, sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat pasar modal tanah air.

Pengamat pasar modal Wahyu Laksono, menyambut baik target BEI yang sangat optimistis untuk 2025. Menurut dia, angka target tersebut cukup realistis bahkan berpotensi lebih tinggi mengingat besar dan luasnya potensi pasar di Indonesia.

“Target 66 IPO pada 2025 ini sudah sangat realistis. Bahkan, bisa jadi masih kurang karena potensi untuk IPO di bursa Indonesia sangat besar. Apalagi jika melihat peluang yang ada di berbagai papan bursa,” ujar Wahyu kepada Kabar Bursa, Rabu, 13 November 2024.

Wahyu menambahkan, penting bagi perusahaan untuk melakukan IPO karena hal ini tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan itu sendiri, tetapi juga untuk Bursa Efek Indonesia dan masyarakat secara umum.

“Semakin banyak perusahaan yang go public, semakin bagus untuk bursa, karena membuka peluang lebih besar bagi investor dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pasar modal,” jelas Wahyu.

Stabilitas Politik Dorong Lebih Banyak IPO

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman, setuju apabila stabilitas politik yang terjaga di Indonesia pasca pemilu mampu mendongkrak minat perusahaan untuk melantai di bursa saham pada tahun depan. Hal ini diharapkan membawa dampak positif bagi jumlah IPO yang tercatat di BEI.

Hal ini disampaikan Iman dalam konferensi pers Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BEI di Jakarta, 23 Oktober 2024.

BEI juga terus berupaya meningkatkan jumlah IPO melalui berbagai program kerja sama dengan pemerintah, di antaranya Program Create IPO yang digagas bersama Kementerian BUMN dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), serta program IPO untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui Kementerian Koperasi dan UKM.

Namun Iman menekankan, bahwa BEI sangat memperhatikan keberlanjutan perusahaan yang melakukan IPO. Menurutnya, hanya perusahaan yang memenuhi standar keberlanjutan yang dapat melantai di bursa.

“Keberlanjutan perusahaan sangat penting bagi BEI. Kami berharap perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi syarat bisa memperbaiki dokumen atau kondisi mereka, agar dapat melanjutkan proses IPO di masa depan,” kata Iman.

Jumlah Investor Meningkat

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pertumbuhan jumlah investor di Indonesia hingga November 2024. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menyebut bahwa kenaikannya mencapai 2,21 juta Single Investor Identification (SID).

“Sehingga total SID saat ini telah mencapai lebih dari 14 juta,” ujar dia dalam acara Capital Market Summit & Expo 2024 (CMSE 2024) di Jakarta pada Kamis, 7 November 2024.

Inarno menjelaskan, dari penambahan tersebut, sebesar 55 persen di antaranya merupakan investor berusia muda di bawah 30 tahun. Catatan positif itu, lanjut dia, mencerminkan masih tingginya minat dan juga kepercayaan dari masyarakat terhadap pasar modal Indonesia.

Selain itu, Inarno mengungkapkan per 6 November 2024 pula Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)  mencatatkan peningkatan sebesar 1,53 persen.

“Sehingga year to date (YtD) itu indeks sudah mencapai di angka 7.383,” tutur dia.

Kapitalisasi pasar Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Inarno menyebut per 6 November 2024 kapitalisasi telah mencapai Rp12.356 triliun rupiah.

“Ini menunjukkan kenaikan yang mencerminkan minat dan kepercayaan investor baik domestik maupun asing terhadap potensi ekonomi Indonesia,” ungkap Inarno Djajadi.

Inarno menuturkan OJK terus berupaya menjaga stabilitas pasar modal dengan menjalin sinergi dan juga kerja sama yang kuat dengan pemerintah dan juga stakeholder terkait dalam rangka meningkatkan literasi yang pertama dan inklusi keuangan.

“Selanjutnya, OJK terus meningkatkan pengawasan dan juga penegakan hukum, yang ketiga adalah meningkatkan kerja sama dengan pemangku kepentingannya yaitu untuk memperkuat pertumbuhan dan juga keberlanjutan pasar modal,” sebut dia.

Dan yang terakhir, OJK mengeluarkan berbagai kebijakan yang berorientasi pada penguatan kewenangan untuk menjaga volatilitas, peningkatan variasi produk, dan juga perlindungan investor. (*)