Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Konflik Laut Merah, Harga Produk Manufaktur Berisiko Naik

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 30 January 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Konflik Laut Merah, Harga Produk Manufaktur Berisiko Naik

KABARBURSA.COM - Konflik geopolitik yang tengah berkecamuk di Laut Merah telah menimbulkan dampak signifikan terhadap sektor angkutan logistik. Kenaikan tarif angkutan logistik sekitar 40{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20} hingga 50{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20}, baik untuk ekspor maupun impor, telah diungkap oleh Asosiasi Logistik Indonesia. Penyebabnya adalah kapal-kapal kontainer yang terpaksa menghindari zona konflik di Laut Merah dan memutar lewat Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Akibatnya, waktu tempuh perjalanan kapal menjadi lebih lama.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan-Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman, menyatakan bahwa kenaikan tarif angkutan logistik menambah kompleksitas bagi industri makanan-minuman (mamin). Terutama mengingat harga komoditas bahan baku mamin yang rentan bergerak volatil sepanjang tahun 2024. "Selain harga bahan baku naik, kepastian pengirimannya jadi sulit diprediksi," katanya Senin (29/1/2024).

Risiko kenaikan harga bahan baku dan tarif logistik dapat membengkakkan biaya produksi mamin. Namun, dampaknya tergantung pada komposisi bahan baku dan komponen lainnya. Produsen mamin, sayangnya, tidak memiliki keleluasaan untuk secara drastis menaikkan harga produknya kepada konsumen akhir, mengingat daya beli masyarakat Indonesia belum sepenuhnya pulih.  "Kalaupun (harga produk) naik tidak bisa tinggi," ucap dia.

Sebelumnya, produsen mamin juga dihadapkan pada tantangan ketidakpastian pasokan gula rafinasi impor akibat efek El-Nino dan kebijakan pangan di negara produsen komoditas tersebut. Gapmmi memproyeksikan pertumbuhan kinerja industri mamin nasional berada di kisaran 4{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20} sampai 5{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20} pada tahun 2024.

Konflik Laut Merah

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menegaskan bahwa konflik di Laut Merah berdampak tidak hanya pada kenaikan tarif angkutan logistik, tetapi juga pada kenaikan harga bahan baku serat dan benang filament, yaitu Methyl Ethylene Glycol (MEG). Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum APSyFI. "Sebanyak 90{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20} MEG diimpor dari Arab Saudi, sepertinya kenaikan produk tersebut akibat kondisi di Laut Merah," jelasnya.

Meskipun harga bahan baku dan tarif angkutan logistik meningkat, harga jual produk hulu tekstil belum mengalami kenaikan di pasar domestik. Produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) di sektor hulu dan hilir menghadapi kesulitan untuk menyesuaikan harga jualnya.

Selain itu, industri TPT Tanah Air masih dihadapkan pada masalah produk impor ilegal dan kesulitan ekspor akibat permintaan luar negeri yang melambat. APSyFI mengaku belum dapat memprediksi kapan industri TPT nasional akan pulih, dan perhelatan Pemilu juga belum dianggap dapat membantu kinerja industri TPT.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyuarakan kekhawatiran terhadap kenaikan harga produk kebutuhan sehari-hari yang menggunakan bahan baku impor, yang dapat merugikan konsumen.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menekankan perlunya asosiasi produsen manufaktur mencari strategi kreatif untuk menekan ongkos logistik. Para produsen juga diingatkan untuk mencari negara-negara alternatif penghasil bahan baku dengan jalur pengiriman yang tidak melewati Laut Merah. “Mereka (produsen) tidak bisa serta merta membebankan kenaikan cost kepada konsumen akhir,” ujarnya.