KABARBURSA.COM - PT Sunson Textile Manufacturer, menjadi salah satu emiten tekstil yang masih eksis di Bursa Efek Indonesia (BEI). Meskipun industri tekstil Tanah Air sedang terguncang, namun emiten berkode saham SSTM ini masih menggeliat.
Sunson Textile, yang sebelumnya dikenal dengan nama PT Sandang Usaha Nasional Indonesia Tekstil Industri, didirikan pada tahun 1972 di Bandung. Perusahaan ini awalnya berfokus pada industri pertenunan, namun berkembang pesat menjadi perusahaan tekstil terpadu yang mencakup berbagai proses produksi, mulai dari pemintalan (spinning), teksturisasi, penenunan (weaving), rajut (knitting), pewarnaan (dyeing), percetakan (printing), hingga penyelesaian (finishing).
Pada tahun 1994, perusahaan ini resmi mengubah namanya menjadi PT Sunson Textile Manufacturer.
Perjalanan PT Sunson Textile Manufacturer semakin berkembang pesat sejak mereka go public pada tahun 1997. Seiring dengan perubahan ini, perusahaan juga memperluas kapasitas produksi dan portofolio produk mereka.
Produk utama perusahaan ini meliputi benang katun 100 persen (carded dan combed), benang spun polyester 100 persen, serta benang polyester campuran (TC, CVC, TR, PC). Selain itu, perusahaan juga memproduksi benang polyester DTY dan kain tenun mentah yang terdiri dari bahan 100 persen katun, rayon, dan polyester campuran (TC, TR).
Fokus utama PT Sunson Textile Manufacturer dalam menjalankan operasi mereka adalah untuk terus meningkatkan efisiensi produksi serta kualitas produk. Perusahaan ini berkomitmen untuk selalu berinovasi dan meluncurkan produk-produk baru yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.
Selain itu, mereka juga berfokus pada peningkatan penetrasi ke pasar serta segmen-segmen baru guna memperluas jangkauan pasarnya. Dalam hal ini, perusahaan berusaha untuk tetap menjaga efisiensi biaya, menghemat pengeluaran, dan mempertahankan kualitas produk yang unggul.
Di sepanjang tahun 2023, PT Sunson Textile Manufacturer berhasil mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp224,46 miliar. Namun, laba kotor perusahaan tersebut hanya mencatatkan margin 1,10 persen, yang mengindikasikan tantangan dalam menjaga profitabilitas pada tahun tersebut.
Laba usaha perusahaan juga tercatat negatif sebesar Rp12,64 miliar, sementara laba bersih mereka mengalami kerugian sebesar Rp6,23 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun penjualan yang tercatat cukup tinggi, perusahaan menghadapi tantangan dalam mengelola biaya dan mencapai profitabilitas yang optimal.
Namun, perusahaan optimis dengan proyeksi mereka untuk tahun 2024. Berdasarkan estimasi, PT Sunson Textile Manufacturer menargetkan penjualan bersih sebesar Rp200 miliar. Mereka memperkirakan akan mengalami peningkatan margin laba kotor yang signifikan, mencapai 4,65 persen dan laba usaha yang diperkirakan positif sebesar Rp1,04 miliar.
Proyeksi laba bersih pada tahun 2024 juga menunjukkan perbaikan, dengan perkiraan laba bersih sebesar Rp8,78 miliar, yang menggambarkan pemulihan kinerja perusahaan setelah tahun yang penuh tantangan.
Dalam upaya meningkatkan keberlanjutan dan daya saing, perusahaan terus berupaya menyesuaikan strategi bisnis mereka dengan kebutuhan pasar, serta mempertahankan kepuasan pelanggan sebagai prioritas utama.
Dengan langkah-langkah yang telah diambil untuk meningkatkan efisiensi operasional dan pengembangan produk, PT Sunson Textile Manufacturer berambisi untuk memperkuat posisinya di pasar tekstil Indonesia dan global pada tahun-tahun mendatang.
Pada hari ini, saham PT SSTM mengalami penurunan signifikan. Harga sahamnya terdepresiasi sebesar Rp35 atau sekitar 19,34 persen, dari harga penutupan sebelumnya yang berada di Rp181 menjadi Rp146.
Saham ini dibuka pada harga Rp183 dan sempat mencapai level tertinggi di Rp183, namun sepanjang perdagangan, saham ini tercatat mengalami penurunan yang tajam, mencapai level terendah pada Rp145.
Pergerakan saham SSTM menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi hari ini, dengan fluktuasi harga yang mencolok. Saham ini sempat mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp34,5 juta, namun dengan volume perdagangan mencapai 2.000 lot. Kondisi ini menunjukkan adanya tekanan jual yang kuat pada saham tersebut.
Dengan harga terendah yang tercatat di Rp145, saham SSTM mendekati harga batas bawah yang ditentukan (ARA), yang berada di level Rp244.
Rendahnya harga saham ini, serta volume perdagangan yang cukup besar, mungkin mencerminkan ketidakpastian pasar atau faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja saham SSTM. Penurunan ini juga tercatat dengan harga rata-rata transaksi di Rp155, menunjukkan bahwa sebagian besar transaksi terjadi pada harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga penutupan sebelumnya.
Secara keseluruhan, pergerakan saham SSTM hari ini mencerminkan adanya tekanan jual yang cukup besar, yang menyebabkan penurunan harga yang signifikan.
Apakah saham masih menarik?
Berdasarkan analisis fundamental dengan pendekatan Warren Buffett, valuasi perusahaan menunjukkan bahwa rasio PE (Price to Earnings) saat ini sangat tinggi, terutama untuk rasio PE berdasarkan TTM (Trailing Twelve Months), yaitu 75,65. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rasio PE IHSG yang sebesar 7,14, yang berarti saham ini dihargai sangat mahal dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan.
Forward PE Ratio tidak tersedia, yang mengindikasikan ketidakpastian atau proyeksi pendapatan yang buruk di masa depan. Meskipun rasio Price to Sales (0,85) dan Price to Book Value (0,70) berada di bawah 1, hal ini menunjukkan potensi valuasi yang menarik dari sisi harga. Rasio ini harus diperhatikan lebih lanjut mengingat rendahnya profitabilitas perusahaan.
Selanjutnya, dalam hal profitabilitas, perusahaan tampaknya menghadapi tantangan yang signifikan. Gross Profit Margin yang rendah, yaitu 4,86 persen, menunjukkan bahwa perusahaan kesulitan untuk menghasilkan laba dari penjualannya.
Selain itu, Operating Profit Margin yang negatif (-0,37 persen) dan Net Profit Margin yang tipis (0,92 persen) menunjukkan bahwa perusahaan belum berhasil mengelola biaya operasional secara efisien. Meskipun ada peningkatan besar dalam net income (YoY growth sebesar 411,10 persen), namun hal ini lebih karena dari base effect atau pemulihan setelah periode kerugian yang besar pada tahun-tahun sebelumnya. Ini tidak mencerminkan keberlanjutan laba yang stabil.
Dari sisi solvabilitas, perusahaan memiliki posisi yang relatif kuat dengan current ratio sebesar 1,84, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aset lancar.
Namun, quick ratio yang sangat rendah, yaitu 0,04, menunjukkan masalah likuiditas yang lebih mendalam, yang bisa menimbulkan risiko jika perusahaan membutuhkan cash flow yang cepat untuk memenuhi kewajibannya. Debt to Equity Ratio dan rasio utang lainnya tidak tersedia, yang mengindikasikan ketidakpastian dalam struktur pendanaan perusahaan.
Kemudian, melihat pada cash flow dan penggunaan kas, perusahaan mengalami aliran kas bebas negatif sebesar -1 miliar dalam TTM, yang menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu menghasilkan kas yang cukup untuk membiayai operasionalnya dan membayar kewajiban.
Perusahaan juga memiliki utang bersih negatif, yang menunjukkan bahwa kas perusahaan melebihi utang jangka pendek dan panjang, namun hal ini tidak mengindikasikan kapasitas untuk investasi berkelanjutan tanpa dukungan pembiayaan eksternal.
Dari segi harga saham, pergerakan harga menunjukkan penurunan yang signifikan, dengan harga saham turun 72,34 persen dalam satu tahun terakhir dan 70,28 persen tahun ini. Tren ini menunjukkan bahwa pasar sangat pesimis terhadap prospek masa depan perusahaan, dan investor cenderung menjual saham ini.
Meskipun ada potensi pembelian saham dengan harga yang rendah, hal ini perlu didasarkan pada keyakinan bahwa perusahaan dapat mengatasi tantangan profitabilitas dan likuiditas yang ada.
Berdasarkan pendekatan Warren Buffett, yang lebih mengutamakan kestabilan pendapatan dan valuasi yang wajar, saham ini tampaknya tidak memenuhi kriteria tersebut.
Rasio PE yang sangat tinggi, profitabilitas yang rendah, serta masalah solvabilitas dan aliran kas bebas negatif menunjukkan bahwa perusahaan masih menghadapi tantangan besar untuk tumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, meskipun saham ini mungkin tampak menarik dari segi harga rendahnya, risiko yang terkait dengan kestabilan finansial perusahaan membuatnya kurang menarik untuk dikoleksi, terutama bagi investor jangka panjang yang mencari investasi yang stabil dan dapat diandalkan.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.