Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ekonomi Hijau Sampai Mana? Sri Mulyani: Indonesia Panas

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 30 January 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Ekonomi Hijau Sampai Mana? Sri Mulyani: Indonesia Panas

KABARBURSA.COM - Ekonomi hijau Indonesia sudah sampai di mana? Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menciptakan momen ringan dengan melempar guyonan tentang kondisi politik Indonesia saat membicarakan suhu panas di negeri ini.

Di acara IIF's Anniversary Dialogue, Sri Mulyani menyoroti tantangan global yang dihadapi dunia, termasuk pemanasan global yang menyebabkan kenaikan suhu rata-rata dunia sebesar 0,6 derajat celcius sejak tahun 1991.

"Dunia sedang menghadapi tantangan besar, yaitu perubahan iklim. Pada tahun 2023, rata-rata suhu dunia meningkat 0,6 derajat celcius dibandingkan tahun 1991," ungkapnya.

Dalam konteks ini, Sri Mulyani menyampaikan fakta bahwa Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara dengan suhu tertinggi, mencapai 27,2 derajat celcius. Dalam humornya, Menteri Keuangan menegaskan bahwa kondisi ini bukanlah akibat situasi politik, melainkan karena memang cuaca di Indonesia yang panas.

"Ini bukan karena situasi politik, ini benar-benar panas, terpanas kedua pada tahun 2016 dengan suhu 27,3 derajat celcius," katanya.

Kementerian Investasi: Indonesia dapat menjadi "carbon market hub" ekonomi hijau

Beralih ke sektor investasi, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyoroti potensi Indonesia sebagai pusat pasar karbon.

Nurul Ichwan, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi, menyampaikan keyakinan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).

"Singapura tertarik pada investasi di sektor bisnis yang berkelanjutan, terutama investasi hijau di Asia Tenggara," tambah Nurul.

Pemerintah Indonesia, melalui Presiden Joko Widodo, telah meresmikan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) pada 18 September 2023, sebagai langkah menuju komitmen dekarbonisasi Indonesia hingga mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.

Potensi PDB dari Ekonomi Hijau Mencapai Hampir Rp3.000 Triliun

Dalam konteks ini, Center of Economic and Law Studies (Celios) bersama dengan Greenpeace Indonesia memberikan proyeksi positif terkait ekonomi hijau.

Direktur Celios, Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa transisi dari ekonomi ekstraktif ke ekonomi yang lebih ramah lingkungan dapat menciptakan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp2.943 triliun atau hampir Rp3.000 triliun dalam 10 tahun ke depan.

"Dengan bergerak ke ekonomi hijau, potensi ekonominya mencapai Rp3.000 triliun, hampir dua kali lipat dari ekonomi ekstraktif yang hanya mencapai Rp1.843 triliun," ungkap Bhima.

Perhitungan potensi PDB ini melibatkan model input-output untuk melihat dampak berganda pada investasi langsung. Dalam skenario dua asumsi, dengan keseriusan politik pemerintah dalam menjalankan ekonomi hijau atau melanjutkan ekonomi ekstraktif, ekonomi hijau dinilai memberikan dampak positif, terutama bagi sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan.

Sebagai tambahan, pemerintah juga telah menciptakan ekosistem domestik yang kuat untuk mendukung pasar karbon, seperti diresmikannya Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) oleh Presiden Joko Widodo pada September 2023. Melalui langkah-langkah ini, Indonesia menegaskan komitmennya dalam mencapai Net Zero Emission di tahun 2060 dan mengambil peran penting dalam pengembangan ekonomi hijau.