Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

LINK Berhasil Dongkrak Keuangan XL, Sinyal Kuat 2025?

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 29 November 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
LINK Berhasil Dongkrak Keuangan XL, Sinyal Kuat 2025?

KABARBURSA.COM - PT Link Net Tbk (LINK) berhasil mendongkrak keuangan PT XL Axiata tbk (EXCL). Langkah strategis akuisisi LINK ternyata menjadi pijakan penting bagi EXCL.

Perusahaan yang dikenal melalui layanan First Media ini berhasil memperluas cakupan pasar EXCL dan meningkatkan penetrasi layanan broadband. Dengan migrasi sekitar 750 ribu pelanggan First Media ke platform XL Home, basis pelanggan FBB EXCL kini melampaui 1 juta.

Sinergi ini tidak hanya memperbesar skala operasi, tetapi juga menghadirkan keunggulan dari kombinasi kecepatan First Media dan penetrasi Fixed-Mobile Convergence (FMC) EXCL yang telah mencapai 83 persen.

Menurut analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Daniel Widjaja, integrasi ini diproyeksikan akan memperbaiki performa jaringan, mengoptimalkan efisiensi biaya operasional, dan mendorong pertumbuhan laba EXCL di masa mendatang.

Langkah ini dianggap sebagai momentum penting bagi perusahaan dalam mengukuhkan posisi di industri broadband yang semakin kompetitif.

Di sisi kinerja keuangan, EXCL mencatatkan pendapatan sebesar Rp8,3 triliun pada kuartal III-2024, tumbuh 2,5 persen secara year-on-year (YoY). Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan pendapatan dari layanan data, seiring dengan kenaikan trafik data sebesar 4,1 persen YoY dan jumlah pelanggan yang mencapai 58,6 juta.

Namun, Average Revenue Per User (ARPU) mengalami penurunan menjadi Rp41 ribu, yang menandai tantangan dalam mempertahankan nilai rata-rata dari setiap pelanggan di tengah persaingan ketat.

Meskipun margin keuntungan mengalami perbaikan, laba bersih EXCL turun sebesar 16,5 persen YoY menjadi Rp292 miliar pada kuartal ini. Penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh kerugian investasi yang membebani hasil akhir perusahaan.

Hingga September 2024, laba bersih tahun berjalan EXCL tercatat sebesar Rp1,3 triliun, tumbuh 31,7 persen YoY. Namun, pencapaian ini masih berada di bawah ekspektasi pasar.

Waspadai Pergerakan ARPU

Menurut analis Stcokbit Theodorus Melvin, kinerja keuangan EXCL di kuartal ketiga 2024 kurang sesuai ekspektasi. Perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp282 miliar, turun 16 persen secara tahunan (YoY) dan 40 persen secara kuartalan (QoQ).

Penurunan ini membuat total laba bersih EXCL selama sembilan bulan pertama 2024 mencapai Rp1,3 triliun, tumbuh 32 persen YoY. Meski demikian, capaian ini hanya mencapai 70 persen dari proyeksi konsensus untuk tahun fiskal 2024 (FY24F), sehingga berada di bawah ekspektasi.

Kinerja kuartal ketiga yang melemah ini menjadi sorotan, terutama karena pada paruh pertama 2024, EXCL berhasil melampaui ekspektasi konsensus dengan realisasi laba bersih mencapai 57 persen dari target FY24F.

Namun, tekanan yang terjadi pada kuartal ketiga menunjukkan tantangan yang lebih besar dalam menjaga momentum pertumbuhan laba hingga akhir tahun.

Penurunan ARPU (Average Revenue Per User) menjadi salah satu faktor utama yang membebani kinerja EXCL. Pada kuartal ketiga, ARPU tercatat sebesar Rp41 ribu, turun signifikan sebesar 7 persen secara kuartalan dan 2 persen secara tahunan. Penurunan ini terjadi meskipun jumlah pelanggan meningkat tipis sebesar 2 persen YoY dan 0,2 persen QoQ.

Tren penurunan ARPU ini tidak hanya dialami EXCL, tetapi juga menjadi fenomena seindustri, seperti yang tercermin pada kinerja Telkom Indonesia (TLKM) dan Indosat (ISAT). Dalam konteks ini, ARPU EXCL tetap berada di posisi kedua tertinggi di Indonesia, di bawah TLKM (Rp43,1 ribu) dan di atas ISAT (Rp37,2 ribu).

Meskipun laba usaha EXCL pada 3Q24 mencapai Rp1,3 triliun, naik 11 persen YoY namun turun 9 persen QoQ, tekanan berasal dari beban lain-lain yang melonjak signifikan.

Beban lain-lain ini meningkat menjadi Rp132 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar Rp11 miliar atau kuartal yang sama tahun lalu sebesar Rp19 miliar.

Kenaikan ini diduga berasal dari perlakuan akuntansi (restatement) dalam laporan keuangan. Selain itu, kerugian pada usaha patungan (JV) juga menjadi kendala, dengan peningkatan kerugian menjadi Rp124 miliar. Hal ini sebagian besar dipicu oleh kerugian yang lebih besar dari Link Net (LINK) dan Princeton Digital Group Data Center.

Di tengah tantangan tersebut, EXCL masih menunjukkan posisi kompetitif di pasar telekomunikasi, terutama dengan penguasaan ARPU tertinggi kedua di industri.

Namun, tantangan seperti penurunan ARPU, kenaikan beban, dan kerugian pada JV perlu mendapatkan perhatian lebih untuk memastikan kinerja yang lebih stabil di kuartal mendatang. Dengan hasil ini, EXCL menghadapi tekanan untuk mencapai target laba bersih tahunan, meski peluang untuk pemulihan masih terbuka melalui strategi operasional yang lebih efektif.

Proyeksi EXCL di 2025

Menghadapi 2025 yang tinggal satu bulan lagi, EXCL mengaku telah memiliki sejumlah strategi. Chief Corporate Affairs XL Axiata Marwan O Baasir, menyoroti berbagai isu regulasi yang berpotensi mempengaruhi operasi bisnis perusahaan, mulai dari praktik internet ilegal hingga persaingan dengan layanan over-the-top (OTT).

Salah satu isu utama yang dihadapi adalah maraknya praktik RT/RW Net, yaitu layanan internet ilegal yang tidak mematuhi regulasi, termasuk kewajiban membayar Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP).

Praktik ini tidak hanya merugikan operator telekomunikasi, tetapi juga pemerintah dan pelanggan, karena menimbulkan kompetisi tidak sehat dan berpotensi mengancam keamanan data.

EXCL mendesak pemerintah untuk melakukan penertiban menyeluruh terhadap praktik ini, mengingat pelanggarannya telah diatur dalam UU Telekomunikasi dan Peraturan Menteri Kominfo.

Selain itu, kehadiran Starlink, layanan internet berbasis satelit dari SpaceX, juga menjadi tantangan baru. Meski menyambut positif kehadiran Starlink, EXCL menekankan perlunya regulasi yang memastikan persaingan adil di pasar telekomunikasi.

Dengan regulasi yang seimbang, kualitas layanan internet bagi masyarakat dapat meningkat tanpa mengorbankan operator lokal.

OTT dan Beban Regulasi

Sektor OTT juga menjadi sorotan. Marwan menjelaskan, layanan OTT seperti platform streaming dan komunikasi yang menggunakan jaringan operator, menghasilkan keuntungan besar dari lonjakan trafik. Sayangnya, tidak berkontribusi signifikan terhadap kewajiban finansial seperti PNBP, pajak spektrum, atau Universal Service Obligation (USO).

Operator seperti EXCL, sebaliknya, harus terus berinvestasi dalam infrastruktur dan menanggung beban regulasi yang meningkat. Hal ini memunculkan kebutuhan mendesak akan regulasi yang lebih adil untuk memastikan kompetisi yang sehat antara OTT dan operator telekomunikasi.

Dengan rasio BHP terhadap pendapatan kotor yang mencapai 13-14 persen, EXCL menganggap ini melebihi batas ideal 5-10 persen. Beban seperti ini, ditambah dengan kenaikan berkala biaya spektrum frekuensi, mempengaruhi kemampuan operator untuk meningkatkan layanan.

Dorongan untuk Spektrum Baru

EXCL juga menyoroti pentingnya tambahan spektrum frekuensi untuk mendukung pengembangan jaringan 4G dan 5G. Perusahaan berencana mengikuti lelang spektrum di pita 700 MHz dan 26 GHz, namun berharap harga awal yang lebih terjangkau dapat ditetapkan pemerintah.

Strategi ini tidak hanya memastikan kelayakan ekonomis bagi operator, tetapi juga membantu memperluas cakupan jaringan hingga ke pelosok. Kolaborasi antara pemerintah dan operator sangat diharapkan untuk membangun infrastruktur yang lebih inklusif.

Rekomendasi Saham EXCL

Dari beberapa uraian di atas, analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Daniel Widjaja menyampaikan, bahwa prospek EXCL tetap positif, terutama setelah akuisisi LINK, yang membuka peluang ekspansi lebih besar di pasar FBB.

Ia merekomendasikan saham EXCL sebagai BUY dengan target harga Rp2.900 per saham. Harga tersebut mencerminkan keyakinan terhadap potensi pertumbuhan jangka panjang perusahaan.

Meski demikian, terdapat beberapa risiko yang perlu diantisipasi, seperti pertumbuhan ARPU yang lebih lambat dari perkiraan dan ancaman dari praktik internet ilegal yang dapat memengaruhi pasar.

Namun, dengan strategi yang terarah dan eksekusi yang kuat, EXCL diharapkan dapat mengatasi tantangan ini dan terus mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan di industri telekomunikasi dan broadband di Indonesia.(*)

Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan  Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.