KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah 17 poin atau turun 0,24 persen pada perdagangan Jumat, 29 November 2024.
Mengutip data perdagangan Stockbit, saham-saham yang menduduki lima besar top gainer adalah FUTR (+34,95 persen), JIHD (+17,65 persen), INPC (+12,78 persen), JAST (+12,50 persen), dan DPUM (+11,54 persen).
Adapun lima saham yang terpantau koreksi paling dalam yakni VISI (-23,57 persen), ADRO (-21,01 persen), TOSK (-16,98 persen), KLAS (-11,72 persen), dan UNTD (-11,36 persen).
Sementara itu Research Team, PT Reliance Sekuritas Tbk memproyeksikan pergerakan IHSG akan bergerak bervariatif dengan kecenderungan melemah dengan support pada level 7,139 dan resistance pada level 7,244.
“Secara teknikal, candle terakhir IHSG berbentuk bearish harami serta indikator stochastic dead cross menuju area oversold. Ini mengartikan IHSG berpeluang besar melanjutkan penurunannya,” tulis Reliance dalam risetnya kepada Kabar Bursa, Jumat, 29 November 2024.
Reliance menyampaikan terdapat sejumlah saham yang memiliki potensi naik pada beberapa hari mendatang yaitu LSIP, HEAL, WINS, dan MAPA.
Dari bursa Asia, Reliance mencatat pada pagi ini mayoritas diperdagangkan melemah, saat laporan ini ditulis indeks Nikkei 225 diperdagangkan melemah (-0.54 persen). Sedangkan, index Kospi diperdagangkan melemah (-1.45 persen).
Sebelumnya diberitakan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan ini diprediksi akan bergerak fluktuatif di rentang 7150-7230.
Phintraco Sekuritas dalam analisanya, menyebut fluktuasi itu terjadi lantaran data ekonomi yang dirilis, baik dalam negeri maupun global, minim dan tidak memberikan sentimen terhadap laju IHSG.
“IHSG diperkirakan masih akan bergerak fluktuatif dalam rentang 7150-7230 pada pekan ini,” tulis analisa Phintraco Sekuritas, dikutip Mimggu, 24 November 2024.
Data ekonomi domestik, tulis Phintraco Sekuritas, relatif minim di pekan ini. Begitu juga data-data ekonomi global cukup padat yang salah satunya adalah risalah pertemuan Federal Open Market Commitee (FOMC) The Fed pada Rabu, 27 November 2024.
“Seperti yang diketahui sebelumnya, sejumlah petinggi the Fed memberikan petunjuk peluang kebijakan less-aggressive di 2025,” jelas Phintraco Sekuritas.
Sementara di indeks-indeks saham global, keraguan pemangkasan The Fed Rate dianggap tidak menghentikan rally pengutan mingguan Wall Street pada pembukaan perdagangan pekan kemarin. Diketahui, Nasdaq menguat relatif terbatas karena pelemahan signifikan harga saham Alphabet (-1.7 persen) dan Nvidia (+3.2 persen).
“Ekspektasi kebijakan inward looking Presiden Donald Trump mendorong rotasi ke saham-saham yang lebih sensitif pada pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, U.S. 10-year bond yield masih cukup tinggi di atas 4.4 persen sampai dengan Jumat (22 November 2024),” ungkapnya.
Kondisi eksternal tersebut dinilai memicu capital outflow dari pasar modal Indonesia. Disamping itu, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 5 persen di kuartal III menjadi akselerasi capital outflow tersebut.
Pasar juga mengkhawatirkan arah kebijakan moneter 2025 Indonesia, di mana ruang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) diperkirakan lebih terbatas seiring lemahnya kondisi nilai tukar rupiah.
Selain itu, pasar domestik juga dihadapkan pada kenaikan inflasi seiring rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Di sisi lain, pasar juga dianggap masih mencerna efektivitas kebijakan fiskal dalam meredam potensi dampak negatif.
“Pasar yang masih mencerna efektivitas kebijakan fiskal dalam meredam potensi dampak negatif dari dua isu sebelumnya,” pungkasnya.
Di tengah inflasi yang masih tinggi, pejabat The Federal Reserve atau The Fed menyampaikan kehati-hatiannya terhadap pemangkasan suku bunga yang terlalu cepat pada pertemuan terakhir mereka, 6-7 November. Langkah ini menambah ketidakpastian perihal kebijakan yang akan diambil pada pertemuan selanjutnya, yakni 17-18 Desember 2024.
Dilansir dari Apnews, Risalah pertemuan mencatat meskipun inflasi terus menurun menuju target dua persen, pejabat The Fed menilai pemangkasan suku bunga sebaiknya dilakukan secara bertahap.
Menurut CME Fedwatch, peluang pemangkasan seperempat poin pada pertemuan mendatang hampir seimbang, dengan sebagian besar ekonom memperkirakan Fed akan memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya tahun ini. Namun, setelah itu, Fed diperkirakan akan menahan diri dari pemangkasan lebih lanjut pada pertemuan berikutnya.
Kepala Ekonom di Nationwide Kathy Bostjancic memprediksi The Fed akan menurunkan suku bunga acuan sebesar seperempat poin bulan depan, menjadi sekitar 4,3 persen. Namun, The Fed kemungkinan akan “berhenti sementara” pada awal tahun depan untuk mengevaluasi kebijakan di bawah pemerintahan Trump yang kedua, serta kondisi ekonomi dan inflasi saat ini.
Pada September, The Fed mengindikasikan rencana untuk memangkas suku bunga hingga empat kali pada tahun depan. Namun, sejak itu, ekspektasi pelaku pasar dan ekonom terhadap pemangkasan lebih banyak menurun. Ekonomi Amerika Serikat menunjukkan pertumbuhan yang solid, tetapi inflasi masih sulit turun ke target The Fed, dan proposal kebijakan Presiden terpilih Donald Trump, seperti tarif yang lebih tinggi, berpotensi mendorong inflasi lebih jauh.
Inflasi menurun menjadi 2,1 persen pada September, jauh dari puncaknya 7 persen pada pertengahan 2022. Penurunan ini mendorong kepercayaan The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan hingga setengah poin pada bulan tersebut.
Namun, inflasi inti yang tidak memasukkan kategori makanan dan energi masih tinggi. Harga inti naik 2,7 persen secara tahunan pada September, dan diperkirakan naik lagi menjadi 2,8 persen pada laporan inflasi terbaru yang akan dirilis Rabu.
Sebagian besar pejabat The Fed pada pertemuan bulan lalu optimistis inflasi terus bergerak mendekati target. Namun, risalah mencatat inflasi tetap “cukup tinggi,” dan beberapa pejabat mengingatkan proses normalisasi inflasi mungkin membutuhkan waktu lebih lama dari perkiraan sebelumnya.
Sebanyak 19 pejabat terlibat dalam pembahasan kebijakan suku bunga The Fed, meski hanya 12 di antaranya memiliki hak suara. Diskusi mereka mencerminkan perbedaan pandangan terkait tingkat suku bunga ideal yang tidak akan menghambat atau mendorong pertumbuhan ekonomi. Perbedaan ini, menurut risalah, menjadi alasan bagi Fed untuk mengambil langkah pemangkasan secara bertahap.
The Fed berupaya menyeimbangkan kebijakan agar tidak menurunkan suku bunga terlalu cepat, yang bisa memicu lonjakan inflasi, namun juga tidak terlalu lambat sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Jika inflasi tetap tinggi, The Fed dapat “menghentikan sementara” pemangkasan suku bunga, sesuai risalah. Sebaliknya, jika ekonomi melambat dan pengangguran meningkat, The Fed dapat mempercepat pemangkasan. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.