Ombudsman RI menemukan penetapan Proyek Strategis Nasional (PSN)Kawasan Rempang Eco City di Pulau Rempang,Kepulauan Riau berlangsung relatif singkat, Mei – Juli 2023. Hal ini menunjukkan pengembangan kawasan Rempang Eco City tidak didukung dengan persiapan yang matang, baik dari regulasi, kebijakan, ketersediaan lahan yang clear and clean maupun kesiapan masyarakat di objek tersebut sehingga muncul penolakan dan konflik.
Hal tersebut disampaikan Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro dalam konferensi pers, Senin (29/1/2024) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan. Ombudsman RI melakukan investigasi mandiri sejak bulan September 2023 dan hari ini hasil-hasil temuan tersebut disampaikan pada pihak terkait.
Temuan maladministrasi tidak hanya soal penetapan status PSN, Ombudsman RI juga menemukan 3 maladministrasi yang lain. Temuan kedua adalah status wilayah, tanah dan pengelolaan lahan (Eco City) yang belum diterbitkan sertifikat hak pengelolaan atas nama BP Batam. Sedangkan SK Pemberian Hak Pengelolaannya saat ini masih dalam proses perpanjangan.
Temuan ketiga, status Kampung Tua di Pulau Rempang tidak segera dijadikan Keputusan. Sebenarnya sudah lama pengajuan status Kampugn Tua ini agar dijadikan Wilayah Perkampungan Tua dengan dasar Surat Keputusan Walikota Batam Nomor KPTS.105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 tentang Penetapan Wilayah Perkampungan Tua. Namun lewat Perda no 3/2021, status perkampungan tua ini hilang dari perda.
Temuan keempat, keberatan dan penolakan masyarakat atas pembangunan kawasan Rempang Eco-City, direspon dengan pengamanan oleh aparat keamanan yang justru menimbulkan rasa takut, tidak aman serta berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada Kepolisian atau pemerintah secara keseluruhan. Demonstrasi masyarakat pada tanggal 7 dan 11 September 2023 berakhir dengan ditangkapnya beberapa orang oleh aparat keamanan. Kemudian beberapa rumah masyarakat didatangi aparat dengan dalih pendataan.
Ombudsman memberikan beberapa rekomendasi dan koreksi dengan meminta lembaga terkait untuk menyelesaikan maladministrasi tersebut. Lembaga-lembaga ini antara lain Badan Pengusahaan Batam, Tim Percepatan Pengembangan Investasi Ramah Lingkungan (Green Investment), Pemerintah Kota Batam, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN), dan Kepolisian Negara RI.
.“Kami memberikan waktu selama 30 hari ke depan bagi seluruh pihak untuk melaksanakan tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman RI," ucap Johanes.
Tindakan korektif yang diminta Ombudsman RI antara lain kepada Kepada Badan Pengusahaan Batam dan Walikota Batam untuk menunda pelaksanaan relokasi bagi masyarakat terdampak sampai adanya kesediaan berdasarkan berdasarkan musyawarah.
Ombudsman RI juga meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN terpenuhinya persyaratan lahan yang clear and clean sebelum memproses permohonan sertifikat HPL maupun persyaratan lainnya oleh pemohon BP Batam dan terkait dengan Rempang Eco City.
Kepada Kepolisian Negara RI, Ombudsman RI minta penyelesaian perkara terkait dengan unjuk rasa tanggal 7 September 2023 dan 11 September 2023 dengan mekanisme restorative justice.
Konflik Eco City Rempang ini bermula dari rencana penggusuran sekitar 961 kepala keluarga di Pulau Rempang terkait dengan pembangunan kawasan ini. Penggusuran ini ditolak masyarakat, terlebih mereka sudah lama menempati kawasan tersebut. Pada demonstrasi bulan September 2023, terjadi kekerasan antara masyarakat dan aparat keamanan.
Investasi Eco City Rempang sebesar 175 triliun rupiah dan melibatkan investor asing Xinyi Group dari China dan investor lokal PT Makmur Elok Graha. Kawasan ini diproyeksikan untuk industri, wisata, pembangkit tenaga surya.