Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

TLKM, BBRI, dan INKP, Peluang Cuan Besar saat Window Dressing

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 28 November 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
TLKM, BBRI, dan INKP, Peluang Cuan Besar saat Window Dressing

KABARBURSA.COM - Momen akhir tahun menjadi periode yang menarik bagi para investor karena fenomena window dressing. Pada fase ini, manajer investasi biasanya melakukan pembelian strategis untuk mempercantik portofolio mereka sebelum tahun baru.

Aktivitas pembelian strategis ini sering kali memberikan dorongan pada harga saham. Fenomena ini terutama menguntungkan saham-saham yang sudah tertekan sepanjang tahun, karena peluang kenaikannya cenderung lebih besar di bulan Desember.

Mengutip analisis MYEF, Kamis, 28 November 2024, salah satu sektor yang menarik perhatian adalah saham-saham dalam indeks LQ45, yang secara konsisten menjadi pilihan utama investor institusional. Di antara saham-saham LQ45, beberapa telah mengalami koreksi signifikan sepanjang tahun, tetapi menunjukkan probabilitas kenaikan yang menjanjikan.

Telkom Indonesia (TLKM)

Salah satunya adalah saham Telkom Indonesia (TLKM), yang telah mencatatkan penurunan harga sebesar 30 persen secara year-to-date (YTD). Meski demikian, saham ini memiliki peluang besar untuk bangkit di akhir tahun, dengan probabilitas kenaikan hingga 89 persen.

Dengan potensi upside rata-rata sebesar 2,50 persen, TLKM menjadi salah satu saham "diskon besar" yang banyak dilirik untuk mendapatkan keuntungan di tengah momentum akhir tahun.

Mari kita simak kinerja keuangan TLKM di kuartal III 2024!

TLKM tengah menghadapi dinamika yang cukup menantang di sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2024. Meskipun pendapatan perusahaan menunjukkan pertumbuhan, tekanan pada berbagai pos biaya menyebabkan penurunan signifikan pada laba bersihnya.

Hingga September 2024, Telkom berhasil mencatatkan pendapatan sebesar Rp112,21 triliun, naik tipis 0,88 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp111,23 triliun.

Pertumbuhan pendapatan ini didorong oleh kontribusi dari berbagai segmen utama. Layanan data, internet, dan teknologi informatika menjadi pilar utama dengan kontribusi sebesar Rp70,55 triliun. Pendapatan dari IndiHome, layanan internet rumah yang terus berkembang, menyumbang Rp19,62 triliun.

Selain itu, pendapatan telepon memberikan kontribusi sebesar Rp5,24 triliun, sedangkan layanan jaringan menghasilkan Rp2,24 triliun. Layanan lainnya serta transaksi lessor masing-masing mencatatkan pendapatan sebesar Rp5,39 triliun dan Rp2,27 triliun.

Dengan porsi terbesar berasal dari kontrak dengan pelanggan sebesar Rp109,94 triliun, Telkom menunjukkan kemampuan untuk menjaga stabilitas di tengah persaingan yang semakin ketat.

Namun, di sisi lain, kenaikan beberapa pos beban menekan profitabilitas perusahaan. Beban operasional, pemeliharaan, dan jasa telekomunikasi meningkat 3,86 persen secara tahunan menjadi Rp29,97 triliun.

Beban penyusutan dan amortisasi, yang mencerminkan investasi besar-besaran perusahaan pada infrastruktur jaringan, naik 0,70 persen menjadi Rp24,25 triliun.

Beban karyawan juga mengalami kenaikan signifikan, tumbuh 12,66 persen secara tahunan menjadi Rp13,15 triliun. Sementara itu, beban interkoneksi meningkat 10,67 persen menjadi Rp5 triliun, dan beban umum serta administrasi naik 8,94 persen menjadi Rp4,92 triliun.

Selain itu, kerugian yang belum terealisasi dari perubahan nilai wajar atas investasi melonjak dari Rp182 miliar pada tahun lalu menjadi Rp476 miliar.

Akibatnya, laba usaha Telkom turun 7,24 persen secara tahunan, dari Rp34,98 triliun per September 2023 menjadi Rp32,45 triliun pada periode yang sama tahun ini.

Pada level bottom line, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk menyusut 9,35 persen secara tahunan, menjadi Rp17,67 triliun dibandingkan Rp19,94 triliun pada September 2023.

Penurunan laba bersih ini menjadi tantangan utama bagi Telkom di tengah transformasi digital yang terus berjalan. Namun, perusahaan tetap optimis dengan langkah strategisnya, termasuk ekspansi layanan berbasis data dan pengembangan infrastruktur digital.

Fokus pada penguatan layanan internet rumah serta inisiatif untuk mendukung pertumbuhan sektor digital di Indonesia diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan berkelanjutan bagi Telkom.

Meskipun menghadapi tekanan biaya yang signifikan, prospek jangka panjang Telkom tetap kuat. Perusahaan terus memperkuat posisinya sebagai pemimpin di industri telekomunikasi Indonesia, sambil menjajaki peluang baru di sektor teknologi digital.

Bank Rakyat Indonesia (BBRI)

Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) juga tak kalah menarik. Sepanjang tahun, saham bank terbesar di Indonesia ini telah terkoreksi 23 persen, tetapi prospek pemulihan di bulan Desember sangat kuat.

Dengan probabilitas kenaikan yang juga mencapai 89 persen dan potensi upside sebesar 5,00 persen, BBRI menjadi incaran investor yang mencari kombinasi kestabilan dan potensi keuntungan yang solid.

Dalam konteks ekonomi makro, saham BBRI kerap mendapat dukungan karena perannya sebagai motor penggerak inklusi keuangan nasional, sehingga kenaikan harga sahamnya di momen window dressing sering kali terjadi secara konsisten.

Bagaimana dengan kinerja keuangannya?

Hingga September 2024, BRI berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp45,3 triliun, tumbuh 2,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Angka tersebut melampaui laba yang dicatatkan oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp42,7 triliun, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp41,1 triliun, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang mencatatkan laba sebesar Rp16,3 triliun.

Menurut riset yang dilakukan oleh RHB Sekuritas, saham BBRI kini diperdagangkan dengan valuasi yang sangat menarik, terutama jika dibandingkan dengan rata-rata valuasi PBV (Price to Book Value) lima tahun terakhir.

Pendekatan valuasi lain yang digunakan, yakni PER (Price Earnings Ratio), juga menunjukkan bahwa saham BBRI masih lebih murah, hampir mencapai -1 standar deviasi, sama halnya dengan BBCA. Sedangkan BBNI berada di -0,25 standar deviasi dan BMRI masih di angka rata-rata.

RHB juga mencatat bahwa meskipun saham bank besar di Indonesia sebelumnya mengalami kenaikan yang signifikan hingga mencapai +2 standar deviasi, menunjukkan adanya ekspektasi terhadap peningkatan Return on Equity (ROE), saat ini likuiditas masih menjadi tantangan utama.

Kiat Pulp & Paper (INKP)

Selain itu, saham Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) juga menjadi perhatian. Meskipun penurunannya lebih moderat, yaitu 12 persen secara YTD, saham ini tetap memiliki peluang kenaikan dengan probabilitas sebesar 67 persen.

Dengan potensi upside rata-rata 3,40 persen, INKP menawarkan peluang menarik bagi investor yang optimistis terhadap perbaikan sentimen di sektor industri dasar.

Performa INKP yang terhubung dengan permintaan global atas produk pulp dan kertas membuatnya menjadi salah satu saham defensif yang bisa memanfaatkan sentimen positif di akhir tahun.

Dari sisi kinerja keuangan, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) mengalami kinerja yang kurang menggembirakan sepanjang kuartal III 2024. Meskipun perusahaan ini masih mencatatkan aset yang meningkat, kinerja keuangannya tercatat turun signifikan.

Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis pada 1 November 2024, INKP mencatatkan laba sebesar USD226 juta hingga kuartal III 2024. Catatan ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar 29,53 persen dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar USD320,88 juta.

Penurunan ini juga tercermin dalam penjualan bersih perusahaan, yang mengalami penurunan 9,91 persen, dari USD2,68 miliar per kuartal III 2023 menjadi USD2,42 miliar di periode yang sama tahun 2024.

Penurunan penjualan ini terutama dipengaruhi oleh turunnya kontribusi dari berbagai produk utama perusahaan. Penjualan produk kertas budaya tercatat mencapai USD884,07 juta, turun dibandingkan dengan USD960,13 juta pada periode yang sama tahun lalu.

Produk pulp juga mengalami penurunan, dengan nilai penjualannya turun menjadi USD777 juta. Di sisi lain, penjualan kertas industri, tissue, dan produk lainnya tercatat sebesar USD759 juta, yang juga menurun dibandingkan dengan USD853 juta pada kuartal III 2023.

Meskipun ada penurunan pada penjualan, beban pokok penjualan INKP juga turut menurun, dari USD1,8 miliar menjadi USD1,61 miliar. Meskipun demikian, laba bruto perusahaan tetap menunjukkan penurunan menjadi USD802 juta dari posisi sebelumnya sebesar USD886 juta.

Di sisi lain, beban usaha penjualan perusahaan tercatat meningkat, meskipun sedikit, dari USD153,94 juta menjadi USD153,94 juta. Beban umum dan administrasi juga mengalami kenaikan kecil, menjadi USD114 juta dibandingkan dengan USD113 juta tahun sebelumnya.

Total beban usaha INKP tercatat sebesar USD273 juta, meningkat dibandingkan dengan USD267 juta pada tahun lalu. Akibatnya, laba usaha perusahaan juga tergerus dan tercatat mencapai USD 528 juta, turun dari USD619 juta pada kuartal III 2023.

Namun, meskipun kinerja laba dan penjualan menurun, INKP masih mencatatkan perkembangan positif di sektor aset dan ekuitas.

Total aset perusahaan tercatat meningkat menjadi USD11,35 miliar per 30 September 2024, dibandingkan dengan USD10,12 miliar pada akhir tahun 2023.

Total ekuitas INKP juga naik menjadi USD6,2 miliar pada akhir September 2024, dari USD6 miliar pada akhir 2023. Selain itu, perusahaan berhasil meningkatkan saldo kas dan setara kas, yang tercatat mencapai USD1,6 miliar, naik dari posisi yang sama pada tahun lalu sebesar USD1,5 miliar.

Secara keseluruhan, meskipun INKP berhasil mencatatkan kenaikan aset dan kas, penurunan laba bersih dan penjualan menandakan tantangan yang dihadapi perusahaan di pasar global yang penuh tekanan.

Dengan penurunan penjualan produk utama dan tingginya beban operasional, INKP perlu menghadapi tantangan besar di sisa tahun 2024 untuk mempertahankan kinerjanya dan mengoptimalkan potensi pemulihan di masa depan.

Selain ketiga saham tersebut, sejumlah saham LQ45 lainnya yang mengalami koreksi sepanjang tahun juga berpotensi memberikan upside yang menarik. Beberapa bahkan diprediksi mampu memberikan keuntungan hingga 12 persen di bulan Desember.

Dalam skenario ini, pemilihan saham menjadi krusial, terutama bagi investor yang ingin memaksimalkan keuntungan dari fenomena window dressing. Dengan mencermati pola historis dan data probabilitas, peluang keuntungan dari saham-saham diskon ini semakin terbuka lebar di penghujung tahun.(*)

Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan  Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.