Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Bursa Asia Pasca Rilis PDB AS - Kebijakan Suku Bunga ECB

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 26 January 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Bursa Asia Pasca Rilis PDB AS - Kebijakan Suku Bunga ECB

KABARBURSA.COM - Bursa Asia menunjukkan performa yang beragam setelah rilis Data PDB AS dan kebijakan suku bunga ECB. Bursa saham Asia mengalami fluktuasi pada perdagangan menjelang akhir pekan, Jumat (26/1/2024).

Indeks Hang Seng Hong Kong kembali melemah, diikuti oleh indeks Shanghai Composite China dan indeks Nikkei 225 Jepang. Sementara itu, indeks KOSPI Korea Selatan dan indeks ASX 200 Australia mengalami penguatan.

Pukul 09.00 WIB, indeks Hang Seng Hong Kong turun 0,5 persen ke level 16.130,95. Sementara itu, indeks Shanghai Composite China mengalami penurunan 0,26 persen ke level 2.492,33. Indeks Nikkei 225 Jepang melemah sebesar 0,94 persen ke level 35.896,63.

Di sisi lain, indeks ASX 200 Australia menguat sebesar 0,46 persen ke level 7.553, sedangkan indeks KOSPI Korea Selatan naik 0,89 persen ke level 2.492,33. (Lihat grafik di bawah ini.)

Dari dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga membuka perdagangan dengan pelemahan 0,46 persen pada level 7.149 pada waktu yang sama. Pada sesi sebelumnya, IHSG ditutup turun 0,69 persen ke level 7.178 pada Kamis (25/1/2024).

Di Amerika Serikat, indeks utama Wall Street mengalami kenaikan dengan indeks S&P 500 mencapai level tertinggi sepanjang masa untuk sesi kelima berturut-turut pada perdagangan Kamis (25/1/2024) waktu setempat.

Hal ini terjadi setelah data menunjukkan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat pada kuartal keempat. S&P 500 naik 0,53 persen dan ditutup pada 4.894,16 poin. Nasdaq menguat 0,18 persen menjadi 15.510,50 poin, sementara Dow Jones Industrial Average mengalami kenaikan sebesar 0,64 persen ke level 38.049,13 poin.

Rilis Data PDB AS, Kebijakan Suku Bunga ECB, Efeknya Untuk Bursa Asia

Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) AS, yang merupakan ukuran kesehatan ekonomi secara luas, tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 3,3 persen pada kuartal terakhir 2023. Angka ini turun dari 4,9 persen pada kuartal sebelumnya, namun masih sejalan dengan pertumbuhan sebelum pandemi, dan jauh melampaui perkiraan para ekonom sebesar 2 persen.

Belanja konsumen yang kuat dan pengeluaran pemerintah berkontribusi terhadap pertumbuhan tersebut.

Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), telah berusaha untuk mendinginkan aktivitas ekonomi guna menurunkan inflasi. Sejak Maret 2022, The Fed telah menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam 22 tahun dan mempertahankannya di sana. Inflasi telah turun dari level tertinggi 9 persen pada Juni 2022 menjadi 3,4 persen.

Bank Sentral Eropa (ECB) juga dilaporkan mempertahankan suku bunga tidak berubah pada tingkat rekor tertinggi selama pertemuan pertamanya pada tahun 2024. ECB berjanji untuk mempertahankan suku bunga pada tingkat yang cukup ketat selama diperlukan untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persen pada waktu yang tepat.

Suku bunga operasi refinancing utama tetap berada pada level tertinggi dalam 22 tahun sebesar 4,5 persen untuk ketiga kalinya berturut-turut, sementara suku bunga fasilitas simpanan tetap stabil pada rekor sepanjang masa sebesar 4 persen.

Selama konferensi pers bank sentral, Presiden Lagarde menyatakan kepada wartawan bahwa para pejabat dengan suara bulat sepakat bahwa terlalu dini untuk terlibat dalam diskusi mengenai penurunan suku bunga.

ECB mengakhiri siklus kenaikan suku bunganya yang cepat pada bulan September, namun tetap mempertahankan sikap yang agak hawkish karena tekanan harga yang terus-menerus di Zona Euro dan ketidakpastian yang berasal dari ketegangan geopolitik, termasuk serangan Laut Merah.

Sementara itu, pemerintah China sedang aktif menggelontorkan stimulus ke pasar. Para pengambil kebijakan China sedang mempertimbangkan langkah-langkah intervensi yang jarang terjadi guna mengakhiri krisis harga saham yang telah menghapuskan lebih dari USD6 triliun kapitalisasi pasar saham China sejak tahun 2021, seperti dilaporkan oleh Bloomberg.

Beijing kemungkinan akan menyediakan dana stabilisasi pasar sebesar 2 triliun yuan (setara USD280 miliar) yang akan diambil dari rekening luar negeri milik bisnis pemerintah. Jika dirupiahkan, angka ini setara dengan Rp4.402,22 triliun (kurs Rp15.722).