KABARBURSA.COM - Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 3, Pramono Anung dan Rano Karno, untuk sementara unggul dalam Pilkada Jakarta 2024.
Hingga pukul 18.01 WIB, Rabu, 27 November 2024, hasil sementara yang diumumkan lembaga survei Indikator memuat keunggulan Pramono-Rano terhadap dua pasang rivalnya, sebesar 49,47 persen. Sementara, pasangan nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono meraih suara 40,13 persen dan paslon nomor urut 2, Dharma-Kun mengumpulkan suara 10,40 persen.
Pengumpulan suara ini memberikan harapan besar bagi Pramono-Rano untuk meraih posisi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Salah satu janji Pramono bila memenangkan Pilkada 2024 adalah menjual saham Angker Bir, yang merupakan salah satu hasil produksi PT Delta Djakarta Tbk atau DLTA.
Pernyataan ini disampaikan Pramono setelah melakukan kunjungan ke kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Rabu, 20 November 2024.
"Ya dijual aja. Ngapain," kata Pramono, kepada awak media.
Diketahui, Pemprov DKI Jakarta saat ini memegang sekitar 26,25 persen saham di PT Delta Djakarta Tbk. Persentase itu menjadikan Pemprov DKI Jakarta salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan tersebut.
Sementara itu, mayoritas saham, yaitu 58,33 persen, dikuasai oleh San Miguel Malaysia, dan sisanya dimiliki oleh masyarakat umum.
Meskipun saham Pemprov DKI di Delta Djakarta telah menjadi topik perbincangan sejak lama, kebijakan penjualan saham ini belum terwujud selama periode kepemimpinan Anies Baswedan (2017-2022).
Dan Pramono, dalam pertemuan pagi itu dengan Anies, mengungkapkan bahwa masalah terkait penjualan saham ini sebenarnya telah dibahas di DPRD DKI Jakarta, namun belum ada keputusan yang diambil.
Karena itu, Pramono menegaskan bahwa jika dia terpilih menjadi gubernur, dia akan mempercepat proses pembahasan di DPRD mengenai penjualan saham Delta Djakarta.
"Kalau saya nanti jadi gubernur, yang saya kejar-kejar DPRD-nya kapan untuk segera dikeluarkan. Supaya bisa diperdakan dan ditutup," kata Pramono dengan tegas.
Keinginan ini juga berkaitan dengan visi-misi Pemprov DKI yang lebih fokus pada pengelolaan aset daerah, yang dianggap lebih sesuai dengan nilai dan kebijakan yang diinginkan oleh masyarakat Jakarta.
Wacana penjualan saham Delta Djakarta memang sudah lama berkembang. Sebelumnya, pada Maret 2022, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria pernah menyebutkan bahwa banyak pihak yang tertarik untuk membeli saham bir milik Pemprov DKI.
Meski demikian, saat itu, Riza tidak merinci siapa saja yang berminat membeli saham tersebut. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menurut Riza, masih menunggu persetujuan dan pembahasan lebih lanjut dari DPRD terkait langkah tersebut.
Pemprov DKI sendiri telah beberapa kali mengajukan surat ke DPRD untuk memulai proses penjualan saham PT Delta Djakarta. Surat terakhir yang dikirimkan pada Maret 2021, menunjukkan bahwa langkah ini memang sudah menjadi perhatian serius, namun belum ada keputusan final yang diambil.
Pramono Anung, dengan penegasan akan mempercepat proses di DPRD, berharap bisa menuntaskan masalah saham bir tersebut jika diberi amanah memimpin Jakarta.
Hal ini mencerminkan upayanya untuk menciptakan kebijakan yang lebih selaras dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, sekaligus mengurangi ketergantungan Pemprov DKI terhadap investasi di industri yang dianggap bertentangan dengan visi pemerintah daerah tersebut.
Mengutip data Stockbit pada Rabu, 27 November 2024, hingga pukul 16.14 WIB, Selasa, 26 November 2024, saham PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) bergerak aktif, mengalami sedikit kenaikan dan menutup sesi dengan harga Rp2.170 per lembar saham.
Level tersebut mencatatkan kenaikan sebesar 1,88 persen dari harga pembukaan yang tercatat di Rp2.130. Meskipun pergerakan harga relatif stabil, volume transaksi mencatatkan nilai yang cukup signifikan, dengan total transaksi mencapai Rp117,6 juta.
Saham DLTA bergerak di rentang harga yang relatif sempit sepanjang hari ini, dengan harga tertinggi tercatat di Rp2.170, yang juga menjadi harga penutupan, sementara harga terendah tercatat di Rp2.120.
Harga penutupan ini sejalan dengan level support dan resistance jangka pendek saham, di mana harga terendah pada sesi ini berada sedikit di atas level terendah yang pernah tercatat sebelumnya di Rp2.120.
Di sisi lain, harga tertinggi saham hari ini mendekati level atas yang lebih tinggi, dengan harga ARA (Auto Rejection Atas) tercatat di Rp2.660, memberikan indikasi bahwa meskipun ada kenaikan, pergerakan harga cenderung terbatas pada level harga saat ini.
Pergerakan harian saham DLTA ini menunjukkan adanya ketertarikan pasar meskipun dengan fluktuasi yang relatif kecil. Rata-rata harga saham selama hari ini tercatat di Rp2.143, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan harga penutupan.
Tidak hanya itu, pada kuartal pertama 2024, DLTA berhasil mengumpulkan laba bersih sebesar Rp73,24 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan pada 31 Juli 2024, perusahaan mencatatkan laba bersih sebesar Rp73,24 miliar. Angka ini mencerminkan penurunan yang signifikan sebesar 31,57 persen dibandingkan dengan laba bersih pada periode yang sama tahun lalu, yang tercatat sebesar Rp107,03 miliar.
Penurunan laba bersih ini juga tercermin dalam laba per saham yang mengalami penurunan, dari Rp134 pada semester pertama 2023 menjadi Rp91 per saham pada periode yang sama tahun 2024.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kinerja keuangan Delta Djakarta adalah penurunan dalam penjualan bersih.
Pada semester pertama 2024, penjualan bersih tercatat sebesar Rp316,28 miliar, yang mengalami penurunan sebesar 12,50 persen dibandingkan dengan angka penjualan bersih pada periode yang sama tahun lalu, yakni Rp361,50 miliar.
Namun, perusahaan berhasil menurunkan beban pokok penjualannya, yang tercatat sebesar Rp102,53 miliar turun dari Rp110,85 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, laba kotor yang tercatat sebesar Rp213,74 miliar mengalami penurunan signifikan dibandingkan dengan Rp250,65 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencerminkan penurunan margin keuntungan.
Di sisi pengeluaran, beban penjualan Delta Djakarta meningkat menjadi Rp97,59 miliar, dibandingkan dengan Rp94,60 miliar pada tahun lalu. Beban umum dan administrasi juga meningkat menjadi Rp41,65 miliar, lebih tinggi dari Rp38,07 miliar pada semester pertama 2023.
Kenaikan biaya ini memperburuk kinerja laba perusahaan, meskipun ada sedikit peningkatan dalam penghasilan bunga, yang naik tipis menjadi Rp12,52 miliar dari Rp12,06 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, laba sebelum pajak tercatat mengalami penurunan menjadi Rp92,04 miliar, berkurang dibandingkan dengan Rp134,53 miliar pada semester pertama 2023.
Namun, di sisi lain, beban pajak yang tercatat sebesar Rp18,75 miliar mengalami penurunan signifikan dari Rp27,02 miliar pada tahun sebelumnya, yang berkontribusi sedikit terhadap pengurangan tekanan pada laba bersih.
Total ekuitas perusahaan ikut turun, yang tercatat sebesar Rp782,72 miliar, turun dari Rp934,41 miliar pada akhir tahun 2023. Total liabilitas juga mengalami pembengkakan menjadi Rp304,74 miliar, dibandingkan dengan Rp273,63 miliar pada akhir 2023.
Meskipun liabilitas meningkat, total aset perusahaan tercatat menurun menjadi Rp1,08 triliun dari Rp1,2 triliun pada akhir 2023, mencerminkan penurunan nilai perusahaan secara keseluruhan.
Jika Pramono Anung benar-benar menepati janjinya saat terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta, tentunya akan ada kerugian sebagai akibat penjualan saham DLTA ini.
Secara hitung-hitungan estimasi, Pemprov DKI Jakarta akan kehilangan pendapatan sebesar Rp228,75 miliar.
Begini penghitungannya:
Saat ini, Pemprov DKI Jakarta memiliki 26,25 persen saham PT Delta Djakarta Tbk (DLTA). Berdasarkan data yang terakhir tercatat, harga saham DLTA berada di kisaran Rp2.130 per saham.
Jika jumlah saham beredar adalah 1 miliar lembar saham, Pemprov DKI memiliki sekitar 262,5 juta lembar saham. Dengan begitu, nilai saham yang dimiliki Pemprov DKI pada harga saat ini adalah sekitar Rp558,38 miliar.
Jika Pemprov DKI menjual saham pada harga yang lebih rendah daripada harga perolehannya, maka kerugian yang dialami bisa dihitung berdasarkan selisih harga jual dengan harga perolehan saham tersebut.
Misalnya, jika Pemprov DKI membeli saham DLTA dengan harga yang lebih tinggi, seperti Rp3.000 per saham pada suatu waktu, maka kerugiannya adalah sekitar Rp228,75 miliar.
Namun, perhitungan ini bersifat estimasi dan bisa bervariasi tergantung pada harga perolehan saham sebelumnya, kondisi pasar pada saat penjualan, serta pengaruh faktor-faktor eksternal lainnya yang dapat mempengaruhi harga saham DLTA.(*)