KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI), Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) telah menyelenggarakan CEO Networking 2024 pada Selasa, 26 November 2024.
Dengan tema “Navigating Global Market Forces and Technology Innovation for Sustainable Business", CEO Networking 2024 bertujuan memberikan wawasan strategis dan membangun kapasitas bagi para CEO di pasar modal Indonesia dalam menghadapi tantangan global yang dinamis.
"Di tengah ketegangan geopolitik yang berkelanjutan dan seiring kemajuan teknologi yang pesat, acara ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk memperkuat kolaborasi serta menciptakan iklim bisnis dan investasi yang kondusif di Indonesia," ujar Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad dalam keterangannya, dikutip Rabu, 27 November 2024.
Sesi diskusi panel pada CEO Networking 2024 menghadirkan pembicara seperti Director & Head of Corporate Accounts Microsoft Kshitij Gopal yang membahas terkait pemanfaatan inovasi teknologi dengan tema “Harnessing Technological Innovations Amidst Geopolitical Challenges”.
Kemudian ada juga President Director PT Indika Energy Tbk Arsjad Rasjid yang membahas manfaat praktik keberlanjutan dengan tema “Sustainable Business Model: Balancing Profitability and Environmental Responsibility”, dan Deputy Chief Executive Officer CITIC CLSA Group Edward Park yang memaparkan strategi investasi pengelola dana dengan tema “Global Investment Strategies in Volatile Markets”.
Kautsar mengatakan dengan kehadiran para narasumber yang kredibel, CEO Networking 2024 diharapkan dapat memperkuat optimisme para pemimpin bisnis dalam memanfaatkan peluang dan menghadapi tantangan global.
"Melalui kolaborasi yang erat dan strategi yang terarah, pasar modal Indonesia diharapkan semakin maju dalam mendukung agenda pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta terkait pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, pasar modal Indonesia masih berjalan positif meski di banyaknya tantangan global.
Kepala Departemen Pemeriksaan Khusus, Pengawasan Keuangan Derivatif, Bursa Karbon dan Transaksi Efek OJK I Made Bagus Tirthayatra, mengatakan pasar modal Indonesia hingga kini menunjukan ketahanan dan potensi yang besar. Hal ini tercermin dari kapitalisasi pasar saham pada pekan lalu.
“Minggu lalu, nilai kapitalisasi pasar saham kita mencapai angka Rp12,24 triliun atau naik lima persen dibandingkan dengan akhir 2023,” kata Made di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip, Kamis, 14 November 2024.
Kemudian dari sisi supply penghimpunan pasar modal, lanjut Made, per 4 November sebanyak Rp162,61 triliun dengan penambahan 31 emiten baru. Pun dengan demand penambahan jumlah investor pasar modal mencapai 14,35 juta pada akhir Oktober 2024.
“Jumlah ini meningkat 17,9 persen dibandingkan akhir 2023 yang jumlahnya mencapai 12,2 juta,” ungkap dia.
Made menegaskan, catatan apik tersebut menunjukkan masih tingginya tingkat kepercayaan prospek ekonomi di Indonesia. Meski begitu, dia mengaku pihaknya tidak ingin berpuas diri.
Sebab, masih banyak wilayah-wilayah di Indonesia yang harus ditingkatkan lagi, terutama untuk mengembangkan pasar modal.
“Masih banyak area-area yang selalu dapat kita tingkatkan untuk menjadikan pasar global sebagai wahana untuk pembiayaan dan investasi yang dapat diandalkan,” ucapnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, menilai pasar modal dapat menjadi pilihan pembiayaan bagi perusahaan energi terbarukan.b
Menurutnya, pendanaan ini krusial dalam mereformasi kebijakan ketenagalistrikan dan mendukung pembiayaan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk mempercepat transisi energi bersih.
Pengembangan energi terbarukan di Indonesia umumnya dimulai dari tenaga air dan panas bumi. Namun, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) memerlukan dana besar yang sebagian besar berasal dari investasi asing.
Namun, menurut Fabby, energi terbarukan kini juga berkembang di sektor lain, seperti biogas, biomassa, surya, dan bayu. Dirinya mencatat, banyak perusahaan dalam negeri yang mulai mengembangkan pembangkit energi terbarukan skala kecil, termasuk surya, mikrohidro, minihidro, biogas, dan biomassa.
Fabby menambahkan, perusahaan dalam negeri kini juga berinvestasi dalam pembangkit energi terbarukan berskala besar, seperti PLTP dan PLTA, baik melalui perbankan maupun pasar modal. Menurutnya, investasi ini memiliki tingkat modal dan pendanaan yang beragam sesuai dengan skala pembangkit.
“Perusahaan dalam negeri sebetulnya juga sudah banyak yang menjadi pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP),” tutur Fabby dalam keterangannya, Sabtu, 9 November 2024.
IESR bersama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) telah memberikan lima rekomendasi jangka pendek terkait pendanaan transisi energi berkeadilan kepada pemerintah. Fabby menyebut, rekomendasi ini sesuai dengan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) serta mendorong pembiayaan JETP.
Fabby mengatakan kendala pendanaan energi hijau bisa diatasi lewat pasar modal dengan melaksanakan penawaran saham perdana (IPO). Namun, ia mengakui ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi sehingga tidak semua perusahaan bisa masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI).
Untuk dapat melantai di bursa, menurut Fabby, perusahaan energi terbarukan harus memiliki prospektus yang menarik dari sisi operasional dan finansial. Menurut Fabby, jika sebuah perusahaan energi terbarukan memiliki 3-4 proyek, maka perlu diperhatikan tingkat pengembalian investasinya (IRR).
“Apakah memiliki kontrak jangka panjang, apakah proyeknya tidak bermasalah, bagaimana rekam jejak dan kredibilitasnya?,” kata dia.
Ernst and Young (EY) Indonesia sebelumnya memprediksi bahwa IPO sektor energi terbarukan akan menarik minat pasar. Dalam lima tahun terakhir, beberapa IPO berhasil dari perusahaan energi terbarukan, termasuk PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Saham perusahaan-perusahaan tersebut naik setidaknya 30 persen sejak penawaran perdana hingga 30 September 2024. Sejak IPO pada 2 September 2019 hingga 30 September 2024, harga saham KEEN meningkat 15,25 persen, sementara harga saham ARKO melonjak 244,64 persen sejak IPO pada 8 Juli 2022 hingga 30 September 2024.
Emiten energi terbarukan mencatatkan pertumbuhan laba bersih pada kuartal III 2024. Laba bersih BREN mencapai USD 86,05 juta, tumbuh 1,87 persen secara tahunan (YoY), sedangkan laba PGEO naik 0,36 persen YoY menjadi USD 133,99 juta.
Laba bersih KEEN juga naik 0,94 persen YoY menjadi USD 12,82 juta. EY Indonesia menyebutkan, emiten energi terbarukan menunjukkan peningkatan kinerja setelah mendapat dukungan dana dari pasar modal.
Berdasarkan data tersebut, Fabby menilai m perusahaan yang ingin melantai di bursa perlu memiliki portofolio solid, pipeline proyek, prospek bisnis yang baik, manajemen rapi, dan tata kelola perusahaan (GCG) yang terjaga. Selain itu, laporan keuangan harus diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP) yang kredibel.
“Ini akan membuat investor percaya dan tertarik untuk memiliki sahamnya. Oleh sebab itu, perusahaan yang ingin IPO harus sejak awal mulai mengikuti standar-standar GCG,” katanya. (*)