KABARBURSA.COM - PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mengumumkan telah menandatangani kontrak penting terkait penjualan bisnis es krimnya.
Corporate Secretary Unilever Indonesia, Padwestiana Kristanti, menjelaskan bahwa pada 22 November 2024, perusahaan menandatangani Perjanjian Pengalihan Bisnis dengan PT The Magnum Ice Cream Indonesia (BTA), yang bertindak sebagai pembeli, terkait dengan divestasi bisnis es krim yang dimiliki oleh Unilever.
Padwestiana mengungkapkan bahwa nilai transaksi, yang tidak termasuk PPN, mencapai Rp7 triliun. Angka tersebut mencakup aset tetap dengan nilai pasar sebesar Rp2,5 triliun, nilai buku bersih pada 30 September 2024 sebesar Rp1,99 triliun, dan nilai persediaan sebesar Rp172,79 miliar pada tanggal yang sama.
Transaksi ini setara dengan 204 persen dari nilai ekuitas Perseroan yang tercatat sebesar Rp3,43 triliun, berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2024. Oleh karena itu, transaksi ini dikategorikan sebagai transaksi material sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan OJK No. 17/POJK.04/2020 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha.
Penjualan bisnis es krim ini merupakan bagian dari rencana Grup Unilever untuk memisahkan bisnis es krim globalnya. Langkah ini memungkinkan Unilever Indonesia untuk merealisasikan nilai investasinya dalam bisnis es krim di Indonesia dan mengembalikan nilai tersebut kepada para pemegang saham dalam jangka pendek. Sementara itu, perusahaan akan fokus pada bisnis intinya untuk menciptakan nilai yang lebih besar bagi pemegang saham dalam jangka panjang, ungkap Padwestiana.
Sebagai informasi tambahan, pada saat penandatanganan BTA, terdapat hubungan afiliasi antara pembeli dan perusahaan. Oleh karena itu, demi memastikan prinsip kehati-hatian dan mendukung tata kelola perusahaan yang baik, Unilever Indonesia akan meminta persetujuan dari pemegang saham independen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Independen.
PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mencatatkan laba bersih sebesar Rp1 triliun pada kuartal II-2024, mengalami penurunan signifikan sebesar 25 persen dibandingkan tahun lalu (yoy) dan penurunan 30 persen dibandingkan kuartal sebelumnya (qoq).
Dengan capaian ini, laba bersih Unilever Indonesia sepanjang semester I-2024 tercatat mencapai Rp2,5 triliun, turun 11 persen yoy.
Edi Chandren, Investment Analyst Lead Stockbit Sekuritas, mengungkapkan bahwa hasil kuartal II-2024 di bawah ekspektasi pasar, hanya mencapai 48,6 persen dari estimasi konsensus laba bersih 2024.
Kinerja Unilever Indonesia yang kembali melemah pada kuartal II-2024, setelah pulih signifikan pada kuartal I-2024, menunjukkan adanya tantangan yang belum teratasi.
Menurut Edi, pemulihan pangsa pasar (market share rebuilding) akan menjadi fokus utama Unilever Indonesia ke depan. Namun, sentimen negatif konsumen diperkirakan akan bertahan lebih lama, setidaknya hingga ada perkembangan positif terkait meredanya konflik geopolitik.
Edi juga mengungkapkan bahwa proses pemulihan dari dampak boikot berlangsung lambat. Setelah pencapaian penjualan Rp10 triliun pada kuartal I-2024, penjualan UNVR turun menjadi Rp9 triliun pada kuartal II-2024, mengalami penurunan 7 persen yoy dan 11 persen qoq.
Penurunan ini mencerminkan dampak signifikan dari boikot serta berkurangnya dorongan daya beli akibat pemilu dan musim Ramadan serta Lebaran.
Penjualan UNVR pada kuartal II-2024 lebih rendah 12 persen dibandingkan kuartal III-2023, periode yang dianggap sebagai level normal.
Realisasi penjualan yang masih jauh dari level normal juga tercermin pada pangsa pasar UNVR periode Maret-Mei 2024, yang sebesar 35,4 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode Januari-Oktober 2023 sebesar 38,5 persen, meski menunjukkan perbaikan dibandingkan puncak boikot pada Desember 2023 sebesar 33,9 persen.
Di tengah penurunan pendapatan, UNVR tetap melakukan investasi pada merek-merek mereka. Biaya iklan dan riset pasar meningkat pada kuartal II-2024 sebesar 20,2 persen yoy dan selama semester I-2024 naik 13,4 persen yoy, yang setara dengan 9,2 persen dan 9,1 persen dari total pendapatan. Langkah ini menyebabkan margin laba usaha UNVR tertekan ke level 14,6 persen pada kuartal II-2024 dan 16,8 persen pada semester I-2024, dibandingkan dengan kuartal II-2023 sebesar 18,3 persen dan semester I-2023 sebesar 17,9 persen.
Stockbit menilai bahwa sentimen negatif konsumen berpotensi bertahan lebih lama daripada perkiraan sebelumnya, yang berarti pemulihan kinerja UNVR kemungkinan akan berlangsung lambat. Dengan demikian, konsensus diperkirakan akan merevisi turun estimasi laba bersih UNVR secara signifikan.
“Kami masih cenderung untuk wait and see untuk saham UNVR,” ujar Edi Chandren.
Sementara itu, Mirae Asset Sekuritas Indonesia dalam risetnya menyatakan bahwa perusahaan barang konsumer non-siklus menghadapi situasi yang menantang dengan prospek pertumbuhan yang terbatas. Meskipun terdapat beberapa momen besar, mayoritas perusahaan di sektor ini mengalami kinerja yang buruk. Margin tertekan oleh fluktuasi harga bahan baku dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Konsumen saat ini lebih memprioritaskan barang-barang penting karena tekanan ekonomi, yang mengakibatkan pengurangan pengeluaran untuk barang-barang kebutuhan pokok dan semakin menghambat pertumbuhan sektor barang konsumer. Mirae Asset Sekuritas mempertahankan pandangan netral terhadap sektor ini.(*)