Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

IDX Net Zero Incubator, Komitmen BEI dalam Cegah Perubahan Iklim

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 25 November 2024 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Redaksi
IDX Net Zero Incubator, Komitmen BEI dalam Cegah Perubahan Iklim

KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berkomitmen dalam melakukan pencegahan perubahan iklim dengan menggelar program pelatihan IDX Net Zero Incubator.

IDX Net Zero Incubator disediakan untuk mendukung dan menyediakan asistensi kepada perusahaan tercatat dalam rangka memulai upaya dekarbonisasi.

Program ini dibagi dalam beberapa modul pelatihan yang berkesinambungan, mulai dari pengenalan risiko perubahan iklim, perhitungan emisi, perencanaan target dekarbonisasi, dan pelaporan emisi (climate reporting).

Pada tahun ini, IDX Net Zero Incubator diselenggarakan mulai 1 Agustus 2024 (Modul 1) sampai dengan 6 November 2024 (modul 5), dan diikuti oleh 117 perusahaan tercatat. Pelatihan diselenggarakan secara offline dan online, yang terdiri dari 8 kali pertemuan dengan total waktu pelatihan selama 27 jam.

Setelah mengikuti rangkaian pelatihan ini, perusahaan tercatat diharapkan dapat mengaplikasikannya dalam penyusunan pelaporan aspek-aspek ESG perusahaan, khususnya dalam penyampaian kinerja penurunan emisi, secara transparan dan akurat pada Laporan Keberlanjutan oleh perusahaan tercatat.

"Diharapkan dengan inisiatif-inisiatif keberlanjutan tersebut dapat memberikan manfaat bagi perusahaan tercatat antara lain keberlanjutan jangka panjang perusahaan, kepatuhan terhadap regulasi, dan meningkatkan reputasi bisnis perusahaan," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, dalam keterangannya dikutip, Senin, 25 November 2024.

Pada tahun yang akan datang, BEI berencana menyelenggarakan kelanjutan program IDX Net Zero Incubator bagi perusahaan tercatat, yang akan meliputi topik terkait Setting Net Zero Target & Trajectory serta penyusunan roadmap dan strategi dekarbonisasi perusahaan tercatat.

Program ini juga akan diperluas dengan mengikutsertakan perusahaan-perusahaan tercatat lainnya yang belum memperoleh kesempatan untuk mengikuti pelatihan pada tahun ini.

Melalui penyelenggaraan program ini, diharapkan semakin banyak perusahaan yang peduli terhadap perubahan iklim dan dapat memulai perjalanan dekarbonisasi guna berkontribusi terhadap pengurangan efek emisi gas rumah kaca secara keseluruhan.

IPO Energi Terbarukan Semakin Dilirik 

Sebelumnya diceritakan, Partner di Ernst & Young Global Limited (EY) Indonesia Reuben Tirtawidjaja, mengungkapkan penjualan saham perusahaan perdana kepada publik atau Initial Public Offering (IPO) sektor energi terbarukan menjadi perhatian penting seiring dengan langkah Indonesia menuju Net Zero Emission pada 2060.

Beberapa perusahaan EBT yang telah melantai di bursa dalam lima tahun terakhir antara lain PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).

Meskipun jumlah IPO di sektor ini masih terbatas, Reuben menekankan harga saham perusahaan EBT telah meningkat setidaknya 30 persen pada 30 September 2024 dibandingkan harga penawaran perdana mereka. Hal ini, kata Reuben, menunjukkan tingginya minat investor.

“Mengingat komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 dan antisipasi kebijakan yang menguntungkan dari pemerintahan baru terhadap industri energi terbarukan, diharapkan lebih banyak perusahaan energi terbarukan akan melakukan IPO di tahun-tahun mendatang,” kata Reuben dalam keterangan tertulis, Senin, 14 Oktober 2024.

EY Asean IPO Leader Chan Yew Kiang, memprediksi aktivitas IPO akan meningkat pada kuartal mendatang, terutama didorong oleh pelonggaran suku bunga dan kesiapan perusahaan-perusahaan untuk ekspansi di kawasan Asia. Menurutnya, kekuatan fundamental pasar dan dukungan regulator untuk memanfaatkan pasar modal turut menjadi faktor pendorong.

“Kami juga memprediksi bahwa akan ada peningkatan minat terhadap pencatatan lintas negara, seiring perusahaan mengejar ekuitas merek di pasar-pasar baru yang mereka eksplorasi,” jelas Chan.

Dia memperkirakan, sisa tahun 2024 akan dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral, dinamika geopolitik, serta hasil Pemilu AS.

“Penurunan suku bunga dan inflasi menjadi optimisme tersendiri yang dapat memicu kebangkitan IPO, terutama di sektor-sektor yang sensitif terhadap biaya pinjaman,” katanya.

Pasar utama seperti AS, Eropa, dan India diperkirakan akan mendukung pertumbuhan IPO, dengan banyak debut publik yang signifikan, terutama dari perusahaan private equity (PE) serta spin-off dan pemisahan bisnis yang mencari waktu tepat untuk melantai di bursa.

Sementara itu, EY Global IPO Leader George Chan, menegaskan investor bersiap menghadapi paruh kedua 2024 yang penuh tantangan.

“Saat inflasi dan suku bunga menurun, faktor-faktor lain mulai muncul sebagai prioritas dalam keputusan IPO,” ujar George.

Dalam situasi yang tidak pasti ini, menurutnya, wakty yang tepat dan narasi yang menarik menjadi kunci sukses bagi perusahaan yang ingin memanfaatkan peluang IPO.

Di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian, pasar IPO global pada kuartal III-2024 tetap menunjukkan optimisme. Meskipun volume IPO turun 14 persen secara tahunan menjadi 310 IPO dan pendapatan menurun 35 persen menjadi 24,9 miliar dolar AS, kuartal ini sedikit lebih baik dibanding dua kuartal pertama tahun 2024.

Di kawasan Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan India, hasil IPO justru meningkat 45 persen dibanding tahun lalu. Namun, Indonesia mengalami penurunan dalam tiga kuartal pertama 2024 dengan hanya mencatat 34 IPO dan total pengumpulan dana sebesar USD300 juta, jauh lebih rendah dibandingkan 66 IPO pada periode yang sama tahun sebelumnya yang meraih USD3,3 miliar.

Selain itu, kinerja IPO Indonesia pada kuartal III-2024 juga kalah bersaing dengan negara tetangga seperti Malaysia yang mengumpulkan USD1,4 miliar dan Thailand dengan USD0,6 miliar.(*)