Kasus gagal bayar belakangan ini menggema di dunia fintech peer to peer (P2P) lending. Dampaknya, para pemberi pinjaman turut bersuara dengan menggugat platform fintech P2P lending akibat masalah gagal bayar.
Beberapa contoh fintech lending yang tengah menghadapi tuntutan dari para pemberi pinjaman adalah Investree, iGrow, dan TaniFund.
Heru Sutadi, seorang pengamat teknologi dan Direktur Eksekutif ICT Institute, menjelaskan bahwa meskipun industri fintech P2P lending terus tumbuh karena tingginya permintaan, namun masalah gagal bayar juga menjadi perhatian serius.
Salah satu pemicunya adalah penerapan suku bunga yang tinggi.
"Saat ini, bunga harian mencapai 0,3{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20}. Dalam satu bulan, itu setara dengan 9{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20}, dan dalam setahun, mencapai 98{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20}. Angka ini jauh dari tingkat bunga bank. Tingginya suku bunga membuat para peminjam merasa kesulitan untuk melunasi pinjaman," ujar Heru kepada Kontan pada Senin (22/1).
Tidak hanya itu, Heru menyebut penyebab lain dari masalah gagal bayar ini adalah banyaknya pinjaman yang digunakan untuk keperluan konsumtif, bahkan untuk bermain judi online.
Heru mengakui bahwa masalah gagal bayar memaksa fintech lending untuk meningkatkan upaya penagihan. Namun, sayangnya, dalam beberapa kasus, pendekatan penagihan cenderung agresif, bahkan terkadang bersifat intimidatif.
"Mungkin ini sebuah dilema, tetapi penagihan harus dilakukan dengan aturan dan etika. Saya melihat bahwa permasalahan tidak hanya pada proses penagihan, melainkan pada kemauan para peminjam untuk melunasi pinjaman," tambahnya.
Dengan demikian, Heru menyarankan perlunya melakukan profiling secara ketat terhadap calon peminjam.
Menurutnya, fintech lending juga harus berperan aktif dalam membimbing para peminjam agar menggunakan pinjaman untuk kegiatan produktif dibandingkan konsumtif. Heru juga menekankan bahwa fintech lending sebaiknya mengubah indikator keberhasilannya, beralih dari fokus pada jumlah peminjam atau nilai nominal pinjaman ke kualitas pinjaman yang diberikan.