Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

OJK Diminta Tingkatkan Transaksi Bursa Karbon yang Masih Lesu

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 21 November 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
OJK Diminta Tingkatkan Transaksi Bursa Karbon yang Masih Lesu

KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan transaksi pada bursa karbon yang masih tergolong rendah, yakni hanya mencapai Rp37,06 miliar hingga 30 September 2024. Menanggapi hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, mendorong OJK untuk meningkatkan volume transaksi di bursa karbon.

“Kita punya potensi yang besar dan diperkirakan mencapai Rp3.000 triliun. Tapi, sampai sekarang, bursa ini masih belum berjalan dengan optimal. Hal ini kemudian membuat pemerintah, khususnya, Kementerian Lingkungan Hidup, berencana untuk mengevaluasi bursa karbon tersebut. Oleh sebab itu, apa yang perlu kita diperbaiki agar ekosistem bursa karbon bisa berjalan optimal,” ujar Puteri dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis, 21 November 2024.

Adapun Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan perlunya kebijakan yang terkoordinasi untuk mendorong pasokan dan permintaan di Bursa Karbon.

“Jualannya ini kami sangat harap datang dari pemerintah. Karena produk karbon itu adalah kewenangan pemerintah. Mulai dari produk karbonnya, registrasinya, sertifikasinya, surveyornya. Itu di sisi pasokan,” ujar Mahendra.

Lanjutnya, Mahendra menilai juga diperlukan regulasi dari pemerintah yang mengatur permintaan.

“Sampai saat ini belum ada peraturan terkait batas atas emisi maksimum dari industri, pelaku usaha. Sehingga, tidak ada insentif maupun disinsentif untuk melakukan pengurangan emisi karbon. Jadi ini kebijakan dari pemerintah,” urai Mahendra.

Lebih lanjut, Puteri juga mendesak OJK untuk segera menindaklanjuti dan menyelidiki aduan konsumen terkait masalah yang terjadi pada KoinP2P, aplikasi pinjaman online yang merupakan anak perusahaan Koinworks. Platform ini diduga mengalami kesulitan dalam mengembalikan dana kepada lender (pemberi pinjaman).

“Beberapa hari terakhir ini, saya mendapatkan aduan dari beberapa lender yang mengaku dipaksa secara sepihak membekukan investasinya pada aplikasi tersebut. Bahkan, aplikasi tersebut disebut akan menunda kewajiban pembayaran selama 2 tahun kepada lender dan mencatut nama OJK sehingga seakan-akan sudah ada persetujuan,” tutup Putri.

Puteri mengimbau OJK untuk memastikan perlindungan bagi nasabah, terutama pemberi pinjaman, agar mereka dapat memperoleh kembali hak atas investasi yang telah dilakukan di platform tersebut.

Bursa Karbon Indonesia Masih Sepi, Perlu Regulasi dan Insentif

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan kondisi terkini dari perdagangan bursa karbon Indonesia atau IDXCarbon.

Bursa ini, yang diatur oleh OJK, diibaratkan oleh Mahendra sebagai “warung” yang menyediakan fasilitas dan aturan untuk perdagangan karbon, namun produk karbon yang diperdagangkan masih terbatas.

“Meskipun sudah beroperasi lebih dari setahun, transaksi yang terjadi masih relatif kecil, dengan nilai sekitar Rp50 miliar,” kata Mahendra.

Mahendra menjelaskan bahwa bursa karbon Indonesia memang telah memiliki infrastruktur yang memadai, termasuk peraturan dan izin. Namun, masalah utama yang dihadapi adalah belum adanya produk karbon yang cukup untuk diperdagangkan.

Menurutnya, agar bursa karbon Indonesia berkembang, produk-produk karbon harus didorong oleh perusahaan-perusahaan pemerintah, karena produk ini, beserta proses registrasi dan sertifikasinya, merupakan kewenangan pemerintah.

Lebih lanjut, Mahendra juga menyoroti pentingnya regulasi yang mengatur batas emisi maksimum untuk membentuk ekosistem permintaan bagi pasar karbon.

Saat ini, belum ada peraturan yang jelas mengenai batas emisi karbon yang bisa dikeluarkan oleh industri, sehingga sulit untuk mendorong pengurangan emisi karbon secara efektif.

“Dari industri, dari pelaku usaha, tidak ada insentif dan disinsentif untuk melakukan pengurangan emisi karbon,” ujarnya.

Ekosistem Pasar Karbon

Menurut dia, kebijakan ini akan mendorong kegiatan di bursa karbon, di mana transaksi bisa berjalan lancar dan ekosistem pasar karbon semakin matang.

Indonesia memiliki potensi besar dalam hal penyerapan karbon, dengan kapasitas mencapai 577 juta ton kredit karbon. Mahendra berharap agar potensi ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, terutama untuk memperkaya pasokan produk karbon yang diperdagangkan di bursa karbon Indonesia.

“Kami tentu sangat berharap hal ini bisa direalisasi sehingga aktivitas dan transaksi dapat meningkat dengan baik,” ujar Mahendra.

Di kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman memberikan update mengenai perkembangan bursa karbon Indonesia.

Berdasarkan data terbaru, sejak diluncurkannya bursa karbon pada 26 September 2023, ada peningkatan jumlah pengguna jasa karbon yang signifikan. Dari awalnya hanya 16 pengguna, kini tercatat 81 pengguna yang terdaftar di bursa karbon.

Iman juga menjelaskan bahwa dalam setahun terakhir, sebanyak 1,7 juta ton CO2 ekuivalen unit karbon SPE-GRK (Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca) terdaftar di bursa karbon Indonesia. Sebanyak 613.894 ton CO2 ekuivalen telah diperdagangkan dengan nilai transaksi mencapai lebih dari Rp 37 miliar.

Dari jumlah tersebut, lebih dari 420.150 ton unit karbon digunakan untuk pengimbangan (offset) melalui proses retirement.(*)