KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia mengalami pergerakan datar pada Rabu (17/1) lalu, dengan minyak mentah berjangka Brent turun 41 sen menjadi US$77,88 per barel, sedangkan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 16 sen menjadi US$72,56 per barel, seperti dilaporkan oleh Reuters.
Para analis menyoroti stabilitas harga minyak yang dipengaruhi oleh tarik-menarik sentimen. Faktor pertama berasal dari cuaca dingin yang mengganggu produksi minyak di beberapa wilayah Amerika Serikat.
Di North Dakota, produsen minyak terkemuka AS, suhu di bawah nol derajat Fahrenheit mengakibatkan penurunan produksi sebesar 650 ribu hingga 700 ribu barel per hari (bpd), lebih dari setengah dari produksi rata-rata negara bagian tersebut. Meskipun potensial untuk mendongkrak harga, sentimen ini dikompromikan oleh kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi China yang hanya mencapai 5,2{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20} pada kuartal IV 2023.
Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova, menyoroti bahwa data ekonomi yang kurang memuaskan tidak meredakan kendala permintaan terhadap minyak mentah. Proyeksi untuk China pada tahun 2024 dan 2025 masih mendung, terutama dengan pertumbuhan produksi kilang minyak China yang naik 9,3{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20} pada tahun sebelumnya.
Di sisi lain, produksi minyak AS mengalami penurunan, terutama di North Dakota yang hanya mencapai 650.000 barel per hari, kurang dari separuh dari data historisnya. Hal ini disebabkan oleh cuaca dingin di wilayah tersebut. Meskipun pasokan minyak AS tercatat pada angka 480.000 barel pekan lalu, kekhawatiran baru muncul akibat ketegangan di Ukraina, di mana rudal NATO dilaporkan digunakan untuk menyerang militer Rusia.
Meskipun demikian, kenaikan harga minyak tertahan oleh kondisi ekonomi China dan kebijakan Arab Saudi. Pertumbuhan ekonomi China yang hanya mencapai 5,2{83d9da1e9ecde61c764441f7e22858ba4cdb50929b12145c6a911727919b2f20} tahun lalu, menjadi salah satu pertumbuhan tahunan terlemah dalam lebih dari tiga dekade terakhir, memicu kekhawatiran atas permintaan minyak. China, sebagai konsumen terbesar kedua untuk minyak mentah, menjadi penentu utama bagi harga minyak dunia.
Meskipun ekonomi China masih berjuang, beberapa pihak optimis bahwa permintaan minyak dari negara tersebut akan meningkat, seiring pemulihan yang diharapkan. Badan Energi Internasional (EIA) memproyeksikan keseimbangan antara pasokan dan permintaan di pasar minyak dunia, walaupun situasi di Timur Tengah semakin memanas dan outlook permintaan mengalami penurunan.