KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diprediksi bergerak dengan potensi koreksi pada perdagangan hari ini, 20 November 2024. Menurut Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, posisi IHSG saat ini masih berada di bagian wave C dari wave (2).
“Terdapat kemungkinan IHSG akan menguji level 6.835-6.998 untuk menutup gap di area 6.968-6.987 pada skenario hitam,” ujar Herditya dalam analisisnya yang diterima Rabu, 20 November 2024.
Namun, dalam skenario terbaik, IHSG diperkirakan hanya terkoreksi hingga level 7.062-7.114 untuk membentuk wave (c) dari wave [ii]. Level support utama IHSG hari ini berada di 7.076 dan 6.998, sementara resistensi di 7.207 dan 7.354.
1. BREN (Barito Renewables Energy)
Herditya menjelaskan, “BREN sedang berada di awal wave (iii) dari wave [c], yang memberikan peluang penguatan lebih lanjut.”
2. BSDE (Bumi Serpong Damai)
Saham BSDE dinilai masih berpotensi terkoreksi, namun berada pada bagian wave (iii) dari wave [c].
3. PANI (Paninvest)
“PANI masih berpeluang melanjutkan penguatannya karena posisinya berada di bagian wave [b] dari wave 4,” tambah Herditya.
4. SMGR (Semen Indonesia)
SMGR diperkirakan berada di awal wave [a] dari wave Y, sehingga menarik untuk spekulasi pembelian.
IHSG dan rupiah sebelumnya kompak perkasa di penutupan perdagangan Selasa, 19 November 2024. Pasar bursa sore hari ini ditutup menguat 61 poin atau naik 0,86 persen di level 7,195 pada perdagangan Selasa, 19 November 2024. Mengutip data perdagangan RTI Business, pergerakan IHSG pada hari ini terlihat konsisten di zona hijau dengan level tertinggi 7,229 dan terendah 7,136.
Adapun sebanyak 382 saham terpantau menguat, 212 saham berada di zona merah, dan 197 saham mengalami stagnan.
Sementara itu mengutip data perdagangan Stockbit, saham-saham yang bertengger di posisi lima besar ialah BDKR (+34,91 persen), INPC (+34,43 persen), DOSS (+25,42 persen), PNSE (+24,57 persen), dan JSPT (+19,72 persen).
Sedangkan lima saham yang mengalami koreksi paling dalam adalah GMTD (-12,84 persen), ASBI (-10,71 persen), ISAP (-10,00 persen), FLMC (-19,82 persen), dan UDNG (-9,80 persen).
Di sisi lain bersamaan dengan menguatnya IHSG, hanya ada satu sektor yang mengalami koreksi yakni health dengan kinerja -0,24 persen pada penutupan perdagangan hari ini.
Adapun sektor-sektor yang menguat signifikan di antaranya teknologi (+5,24 persen), infrastruktur (+2,56 persen), cyclical (+2,18 persen), dan properti (+1,50 persen).
Seperti halnya IHSG, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga mengalami penguatan tipis. Meskipun kondisi global masih memberikan tekanan terhadap mata uang negara berkembang, rupiah mampu bangkit.
Mengutip Bloomberg International, rupiah ditutup di level Rp15.844 per dolar AS, menguat 13 poin atau 0,08 persen dibandingkan dengan penutupan pada hari sebelumnya, yang tercatat di level Rp15.857 per dolar AS.
Penguatan yang terjadi pada kurs rupiah ini terutama dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter The Federal Reserve (Fed) di bulan Desember 2024.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan meskipun data inflasi AS untuk bulan Oktober menunjukkan angka yang cukup kuat, sentimen pasar tetap optimis terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan Federal Reserve pada bulan Desember.
“Peluang pasar untuk pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada Desember mencapai 55,7 persen, sementara peluang untuk suku bunga tetap tidak berubah adalah 44,3 persen, berdasarkan data CME Fedwatch,” ungkap Ibrahim dalam keterangan tertulisnya.
Hal ini menunjukkan keyakinan pelaku pasar bahwa meskipun inflasi AS masih tinggi, The Fed akan melanjutkan siklus penurunan suku bunga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil.
Penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen global, yang meskipun beragam, cenderung memberikan ruang bagi mata uang negara berkembang untuk bertahan. Salah satu faktor yang turut berkontribusi adalah pelemahan indeks dolar AS pada hari ini.
Meskipun data inflasi AS tetap menunjukkan angka yang relatif tinggi, pasar menganggap bahwa langkah-langkah pengetatan yang diambil The Fed selama tahun-tahun sebelumnya sudah cukup untuk menahan laju inflasi. Dengan begitu, pemangkasan suku bunga di bulan Desember menjadi langkah yang lebih mungkin diambil.
Namun demikian, sentimen global juga diwarnai oleh ketidakpastian ekonomi di beberapa negara besar. Fokus pasar pekan ini adalah pada data inflasi konsumen Jepang untuk bulan Oktober, yang dijadwalkan akan dirilis pada hari Jumat, 22 November 2024.(*)