KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak perkasa di penutupan perdagangan Selasa, 19 November 2024.
Pasar bursa sore hari ini ditutup menguat 61 poin atau naik 0,86 persen di level 7,195 pada perdagangan Selasa, 19 November 2024. Mengutip data perdagangan RTI Business, pergerakan IHSG pada hari ini terlihat konsisten di zona hijau dengan level tertinggi 7,229 dan terendah 7,136.
Adapun sebanyak 382 saham terpantau menguat, 212 saham berada di zona merah, dan 197 saham mengalami stagnan.
Sementara itu mengutip data perdagangan Stockbit, saham-saham yang bertengger di posisi lima besar ialah BDKR (+34,91 persen), INPC (+34,43 persen), DOSS (+25,42 persen), PNSE (+24,57 persen), dan JSPT (+19,72 persen).
Sedangkan lima saham yang mengalami koreksi paling dalam adalah GMTD (-12,84 persen), ASBI (-10,71 persen), ISAP (-10,00 persen), FLMC (-19,82 persen), dan UDNG (-9,80 persen).
Di sisi lain bersamaan dengan menguatnya IHSG, hanya ada satu sektor yang mengalami koreksi yakni health dengan kinerja -0,24 persen pada penutupan perdagangan hari ini.
Adapun sektor-sektor yang menguat signifikan di antaranya teknologi (+5,24 persen), infrastruktur (+2,56 persen), cyclical (+2,18 persen), dan properti (+1,50 persen).
Seperti halnya IHSG, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga mengalami penguatan tipis. Meskipun kondisi global masih memberikan tekanan terhadap mata uang negara berkembang, rupiah mampu bangkit.
Mengutip Bloomberg International, rupiah ditutup di level Rp15.844 per dolar AS, menguat 13 poin atau 0,08 persen dibandingkan dengan penutupan pada hari sebelumnya, yang tercatat di level Rp15.857 per dolar AS.
Penguatan yang terjadi pada kurs rupiah ini terutama dipengaruhi oleh ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter The Federal Reserve (Fed) di bulan Desember 2024.
Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, menjelaskan bahwa meskipun data inflasi AS untuk bulan Oktober menunjukkan angka yang cukup kuat, sentimen pasar tetap optimis terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan Federal Reserve pada bulan Desember.
"Peluang pasar untuk pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada Desember mencapai 55,7 persen, sementara peluang untuk suku bunga tetap tidak berubah adalah 44,3 persen, berdasarkan data CME Fedwatch," ungkap Ibrahim dalam keterangan tertulisnya.
Hal ini menunjukkan keyakinan pelaku pasar bahwa meskipun inflasi AS masih tinggi, The Fed akan melanjutkan siklus penurunan suku bunga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil.
Penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen global, yang meskipun beragam, cenderung memberikan ruang bagi mata uang negara berkembang untuk bertahan. Salah satu faktor yang turut berkontribusi adalah pelemahan indeks dolar AS pada hari ini.
Meskipun data inflasi AS tetap menunjukkan angka yang relatif tinggi, pasar menganggap bahwa langkah-langkah pengetatan yang diambil The Fed selama tahun-tahun sebelumnya sudah cukup untuk menahan laju inflasi. Dengan begitu, pemangkasan suku bunga di bulan Desember menjadi langkah yang lebih mungkin diambil.
Namun demikian, sentimen global juga diwarnai oleh ketidakpastian ekonomi di beberapa negara besar. Fokus pasar pekan ini adalah pada data inflasi konsumen Jepang untuk bulan Oktober, yang dijadwalkan akan dirilis pada hari Jumat, 22 November 2024.
Laporan tersebut menjadi sangat penting mengingat data produk domestik bruto (PDB) Jepang yang mengecewakan pada kuartal ketiga, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jepang melambat lebih tajam dari yang diharapkan.
Selain itu, Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) juga akan memutuskan kebijakan suku bunga acuan pada akhir pekan ini. Meski prediksi pasar memperkirakan suku bunga tidak akan berubah setelah adanya pemangkasan pada bulan Oktober, keputusan ini tetap menjadi perhatian karena langkah-langkah stimulus terbaru yang dikeluarkan oleh Tiongkok dinilai belum cukup efektif untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Meskipun terdapat optimisme terhadap kebijakan The Fed dan beberapa sentimen positif dari pelemahan dolar AS, masih ada beberapa hambatan yang membatasi penguatan rupiah lebih lanjut.
Salah satunya adalah kondisi ekonomi Tiongkok yang kurang menggembirakan, dengan inflasi yang masih menunjukkan tanda-tanda disinflasi, serta data ekonomi yang kurang memadai untuk memicu sentimen positif pasar global.
Di sisi lain, ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga acuan AS tetap menjadi faktor utama yang mendukung stabilitas dan penguatan mata uang negara berkembang seperti rupiah. Terlebih, dengan adanya keyakinan pasar bahwa kebijakan moneter yang lebih dovish dari The Fed akan memberikan ruang bagi stabilitas ekonomi global, rupiah diperkirakan akan terus mencatatkan pergerakan yang lebih stabil meski dengan volatilitas yang relatif tinggi.
Kurs rupiah pada sore hari ini menguat tipis seiring dengan harapan pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada Desember 2024. Namun, meskipun ada potensi penguatan, berbagai faktor eksternal seperti data inflasi Jepang dan keputusan suku bunga PBOC tetap memberikan tantangan bagi rupiah.
Pasar akan terus mencermati perkembangan kebijakan moneter di Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok untuk melihat apakah sentimen tersebut dapat terus mendukung penguatan mata uang Indonesia dalam jangka pendek.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisis saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, sehingga KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.