Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rupiah Diproyeksikan Masih Tertekan Dolar AS

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 18 November 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Rupiah Diproyeksikan Masih Tertekan Dolar AS

KABARBURSA.COM - Pada perdagangan Senin, 18 November 2024, nilai tukar rupiah diproyeksikan masih akan berada di bawah tekanan dolar Amerika Serikat (AS).

Penguatan dolar AS yang didorong oleh data tenaga kerja yang solid serta sentimen terkait kebijakan Presiden Donald Trump diperkirakan akan terus membayangi pergerakan rupiah.

Pengamat mata uang dan komoditas, Lukman Leong, memperkirakan rupiah akan mengalami konsolidasi dengan kecenderungan melemah terbatas pada perdagangan hari ini. Prediksi ini didasarkan pada adanya data penjualan ritel AS yang lebih baik dari perkiraan pasar.

Data dari Bureau of Labor Statistics (BLS) menunjukkan bahwa penjualan ritel AS tercatat meningkat 0,4 persen secara bulanan (month on month/MoM), lebih tinggi dari proyeksi pasar yang hanya sebesar 0,3 persen. Meski begitu, angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan revisi data penjualan ritel bulan sebelumnya yang menunjukkan kenaikan 0,8 persen.

“Sentimen yang dominan terhadap rupiah masih dipengaruhi oleh kekhawatiran mengenai kebijakan tarif Presiden Trump, yang dapat semakin memperkuat dolar AS,” kata Lukman, Minggu, 17 November 2024.

Kondisi ini, ditambah dengan minimnya data ekonomi penting dari dalam negeri maupun luar negeri, membuat investor cenderung memilih untuk menunggu perkembangan lebih lanjut (wait and see).

Lukman menjelaskan bahwa penurunan rupiah sepanjang pekan ini tidak terlepas dari dampak kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan oleh Donald Trump, serta data ekonomi AS yang lebih kuat dari ekspektasi pasar.

Di sisi lain, pernyataan hawkish dari Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, yang mendukung kebijakan suku bunga yang lebih tinggi juga turut memberikan tekanan pada rupiah.

Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang memberikan dukungan bagi rupiah, salah satunya adalah pemulihan ekonomi China yang relatif lebih kuat.

Selain itu, meskipun surplus neraca perdagangan Indonesia lebih rendah dari perkiraan, tingginya angka ekspor dan impor negara ini turut membantu menopang nilai tukar rupiah.

Namun, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi mencatat bahwa meskipun penjualan ritel China yang lebih baik dari ekspektasi serta surplus neraca perdagangan yang bertahan selama 54 bulan berturut-turut memberikan angin segar bagi mata uang Asia, hal tersebut belum cukup untuk menahan dominasi dolar AS.

Menurut Ibrahim, dalam kondisi pasar yang masih terpengaruh oleh sentimen suku bunga yang tinggi, dolar AS tetap unggul.

Pada perdagangan akhir pekan kemarin, Jumat, 15 November, dolar AS terpantau menguat pesat, mencapai level tertinggi dalam setahun. Hal ini terjadi seiring meningkatnya ketidakpastian tentang prospek suku bunga jangka pendek di AS. Para pelaku pasar juga merasa kurang yakin terhadap prospek suku bunga di bawah pemerintahan Trump.

Komentar terbaru dari pejabat The Federal Reserve (The Fed), termasuk Jerome Powell, menunjukkan bahwa bank sentral AS akan lebih berhati-hati dalam memangkas suku bunga lebih lanjut. Powell menyebutkan bahwa ketahanan ekonomi AS saat ini membuat The Fed perlu mempertimbangkan untuk menunda pemangkasan suku bunga lebih lanjut.

“Komentar dari Powell ini menyebabkan pedagang pasar mengurangi ekspektasi terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga pada pertemuan Federal Reserve Desember mendatang,” kata Ibrahim dalam risetnya.

Melihat situasi tersebut, Ibrahim memperkirakan bahwa rupiah akan kembali melemah pada Senin hari ini dan diprediksi akan berada di rentang Rp15.860 hingga Rp15.940 per dolar AS.

Sementara itu, Lukman Leong memperkirakan rupiah akan mengalami pelemahan terbatas di rentang Rp15.800 hingga Rp15.950 per dolar AS.

Pada Jumat, 15 November kemarin, rupiah ditutup pada posisi Rp15.874 per dolar AS, melemah sekitar 0,07 persen dibandingkan dengan hari sebelumnya, dan turun sekitar 1,29 persen dalam sepekan terakhir.

Kurs referensi Jisdor Bank Indonesia (BI) juga mencatatkan pelemahan, dengan posisi terakhir tercatat di Rp15.873 per dolar AS. Rupiah Jisdor terpantau terkoreksi sekitar 0,09 persen secara harian dan sekitar 1,38 persen dalam jangka waktu satu minggu.

Pelemahan rupiah ini, meskipun sebagian terdukung oleh perbaikan ekonomi di negara-negara mitra dagang seperti China, tetap dipengaruhi oleh tekanan eksternal, terutama dari kekuatan dolar AS.

Kebijakan moneter yang lebih hawkish dari Federal Reserve serta ketidakpastian mengenai kebijakan suku bunga di bawah pemerintahan Trump menjadi faktor utama yang membuat rupiah sulit untuk bergerak menguat.

Dengan sentimen yang dipengaruhi oleh faktor eksternal tersebut, pelaku pasar diharapkan tetap berhati-hati dan memperhatikan perkembangan ekonomi global, khususnya terkait dengan kebijakan perdagangan AS dan suku bunga yang diterapkan oleh Federal Reserve. Mengingat ketidakpastian yang masih melingkupi pasar global, pergerakan rupiah dalam jangka pendek diperkirakan akan terus dipengaruhi oleh dinamika tersebut.

Penting bagi pelaku pasar untuk mencermati rilis data ekonomi lebih lanjut, baik dari AS maupun dari dalam negeri, yang bisa menjadi faktor penentu pergerakan nilai tukar rupiah ke depan. Di sisi lain, upaya diversifikasi ekonomi Indonesia dan peningkatan daya saing ekspor diharapkan bisa memberikan angin segar bagi rupiah dalam jangka panjang. Namun, untuk saat ini, dominasi dolar AS diperkirakan akan terus berlanjut, setidaknya dalam beberapa hari ke depan. (*)