KABARBURSA.COM - Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street, diperkirakan akan mengalami volatilitas tinggi pekan ini, dengan perhatian utama tertuju pada laporan keuangan Nvidia Corp yang dijadwalkan pada 20 November.
Laporan tersebut diharapkan memberikan petunjuk arah pasar, mengingat pengaruh besar Nvidia di sektor teknologi dan kecerdasan buatan (AI), serta kapitalisasi pasar yang luar biasa besar.
Dalam dua tahun terakhir, saham Nvidia tercatat melonjak hampir 800 persen, didorong oleh dominasi perusahaan dalam pengembangan teknologi AI.
Kinerja Nvidia turut memengaruhi pergerakan indeks utama seperti S&P 500 dan Nasdaq 100, berkat bobotnya yang signifikan.
Menurut data yang dilansir dari Investing, Senin, 18 November 2024, berdasarkan proyeksi dari LSEG, laba bersih Nvidia diperkirakan akan mencapai USD18,4 miliar untuk kuartal ketiga, dengan pendapatan melonjak 80 persen menjadi USD33 miliar.
Meski begitu, pasar juga tengah menghadapi tekanan yang datang setelah reli pasar pasca-kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS.
Indeks S&P 500 dan Nasdaq terpantau mengalami penurunan pekan ini, seiring dengan sikap kehati-hatian yang ditunjukkan oleh bank sentral AS.
Pernyataan dari petinggi Federal Reserve yang menyebutkan bahwa bank sentral tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga membuat pelaku pasar semakin berhati-hati. Terlebih, valuasi saham yang sudah tergolong tinggi, dengan rasio Price-to-Earnings (PER) indeks S&P 500 yang kini melampaui 22 kali, menambah kekhawatiran atas potensi penurunan lebih lanjut.
Jika laporan keuangan Nvidia menunjukkan hasil positif, diperkirakan akan ada lonjakan minat investor terhadap saham teknologi dan mendorong minat risiko yang lebih besar di pasar.
Sebaliknya, hasil yang mengecewakan bisa memicu aksi jual yang lebih luas, terutama di tengah kondisi valuasi pasar yang sudah tinggi.
Selain laporan keuangan Nvidia, pelaku pasar juga memantau perkembangan politik di AS, khususnya kebijakan yang akan diambil oleh pemerintahan Donald Trump yang baru terpilih.
Meski ada optimisme terhadap kebijakan pemotongan pajak dan deregulasi industri, beberapa kekhawatiran mulai muncul terkait calon pejabat yang dapat memengaruhi sektor-sektor penting seperti farmasi dan pertahanan.
Kemenangan Trump sendiri telah memberikan dampak positif pada pasar, dengan indeks S&P 500 mencatatkan kenaikan 23 persen sepanjang tahun ini. Namun, ketidakpastian terkait kebijakan jangka pendek dan sikap hawkish dari Federal Reserve dapat membatasi potensi penguatan lebih lanjut pada indeks saham utama.
Pada akhir pekan kemarin, Jumat, 15 November 2024 waktu AS, Wall Street tergelincir seiring memudarnya efek “Trump bump” yang sempat mengangkat Wall Street usai pemilu pekan lalu. Pemotongan suku bunga oleh The Fed pun gagal mempertahankan momentum positif.
Dikutip dari Apnews, indeks S&P 500 anjlok 1,3 persen, penurunan terburuk sejak sebelum Hari Pemilu, hingga menutup pekan dengan kerugian. Dow Jones Industrial Average melemah 305 poin (0,7 persen), sementara Nasdaq Composite jatuh lebih dalam, sebesar 2,2 persen.
Penurunan ini diperburuk oleh saham produsen vaksin setelah Presiden terpilih Donald Trump mengungkapkan keinginannya menunjuk Robert F Kennedy Jr., seorang aktivis antivaksin terkemuka, sebagai kepala Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS). Saham Moderna merosot 7,3 persen dan Pfizer turun 4,7 persen, di tengah kekhawatiran dampak terhadap laba perusahaan.
Kennedy masih membutuhkan konfirmasi dari Senat untuk menduduki jabatan tersebut, tetapi para analis skeptis dengan peluangnya.
“Namun, jika Kennedy terkonfirmasi, sulit memprediksi risiko bagi investor mengingat pandangannya yang jauh dari kebijakan kesehatan tradisional Partai Republik,” tulis analis Raymond James, Chris Meekins, dalam catatan risetnya.
Meekins, mantan wakil asisten sekretaris di HHS, juga menambahkan, “investor mungkin perlu melupakan segala asumsi mereka tentang pendekatan Partai Republik terhadap sektor kesehatan.”
Penunjukan Kennedy diperkirakan dapat mempersulit perekrutan staf-staf berpengalaman tradisional dari kalangan Republik di HHS, yang pada akhirnya menciptakan ketidakpastian lebih besar.
Saham-saham bioteknologi mencatatkan penurunan terbesar di pasar. Saham Applied Materials, produsen peralatan dan layanan manufaktur untuk industri semikonduktor, anjlok 9,2 persen meskipun mencatat laba kuartal terakhir yang melampaui ekspektasi analis. Penurunan terjadi setelah perusahaan memproyeksikan pendapatan mendatang yang berada di bawah harapan pasar.
Tekanan terus meningkat pada perusahaan untuk mencetak pertumbuhan besar, mengingat kenaikan harga saham yang jauh melampaui pertumbuhan laba mereka. Kondisi ini membuat pasar saham terlihat semakin mahal menurut berbagai indikator dan memicu seruan untuk koreksi harga.
Meski begitu, indeks S&P 500 masih naik 23 persen sepanjang tahun ini dan mendekati rekor tertinggi yang dicapai pada Senin lalu, meskipun ada kelemahan dalam sepekan terakhir.
Saham sempat melonjak tajam sejak hari Pemilu AS ketika kemenangan Trump memberikan sentimen positif pada pasar keuangan global. Investor ramai-ramai mengangkat saham bank, perusahaan kecil AS, dan cryptocurrency, dengan harapan kebijakan Trump seperti tarif tinggi, pajak rendah, dan deregulasi akan menguntungkan sektor-sektor tersebut.
Namun, kini investor mulai memperhitungkan potensi risiko dari kembalinya Trump ke Gedung Putih. Selain tekanan pada saham produsen vaksin, imbal hasil Treasury meningkat di tengah kekuatan ekonomi yang tak terduga dan kekhawatiran kebijakan Trump dapat memicu defisit pemerintah AS yang lebih besar serta inflasi yang lebih cepat.
Pedagang pasar keuangan dipaksa mengkalibrasi ulang ekspektasi mereka terkait sejauh mana The Fed dapat memberikan dukungan ekonomi tahun depan melalui pemotongan suku bunga. Awal bulan ini, The Fed menurunkan suku bunga acuannya untuk kedua kalinya tahun ini. Pejabat The Fed sebelumnya memperkirakan akan ada lebih banyak penurunan hingga 2025.
Suku bunga yang lebih rendah dapat menjadi bahan bakar bagi ekonomi dan pasar saham, tetapi juga berpotensi menekan inflasi ke atas. Pada Kamis, Ketua The Fed Jerome Powell mengisyaratkan pendekatan hati-hati dalam pengambilan keputusan suku bunga di masa mendatang.
“Ekonomi tidak menunjukkan sinyal bahwa kami perlu terburu-buru menurunkan suku bunga,” ujar Powell. Namun, ia menolak membahas bagaimana kebijakan potensial dari Trump dapat memengaruhi situasi.
Data dari CME Group menunjukkan pedagang mengurangi ekspektasi mereka terhadap kemungkinan The Fed akan memangkas suku bunga lagi pada pertemuan bulan depan. Namun, mereka masih memperkirakan peluang lebih dari 50 persen untuk penurunan tersebut.
Kemarin, imbal hasil Treasury di pasar obligasi bergerak turun setelah fluktuasi dipicu oleh sejumlah laporan ekonomi. Salah satu laporan menunjukkan belanja konsumen di ritel AS bulan lalu lebih tinggi dari yang diperkirakan, memberikan sinyal bahwa daya beli, sebagai kekuatan paling berpengaruh dalam ekonomi, tetap kuat.
“Banyak konsumen melaporkan bahwa mereka menunda perjalanan dan pembelian barang mahal hingga setelah pemilu,” kata Brian Jacobsen, kepala ekonom di Annex Wealth Management.
“Banyak bisnis juga menunda investasi modal karena pemilu. Kini, dengan ketidakpastian hasil pemilu yang sudah berlalu, kita mungkin akan melihat sedikit ‘belanja pelepasan tekanan,” imbuhnya.
Namun, data belanja ritel Jumat itu tidak sekuat kelihatannya. Jika pembelian mobil dikeluarkan, penjualan di ritel bulan lalu lebih lemah dari yang diperkirakan para ekonom.
Imbal hasil obligasi Treasury bertenor 10 tahun tetap berada di level 4,44 persen, sama seperti akhir Kamis, setelah mengalami fluktuasi. Imbal hasil obligasi dua tahun, yang lebih mencerminkan ekspektasi terhadap kebijakan The Fed, turun menjadi 4,31 persen dari 4,36 persen pada akhir Kamis.
Secara keseluruhan, indeks S&P 500 turun 78,55 poin menjadi 5.870,62. Dow Jones melemah 305,87 poin ke 43.444,99, sementara Nasdaq anjlok 427,53 poin ke 18.680,12.
Di pasar global, indeks FTSE 100 di London turun 0,1 persen setelah data dari Kantor Statistik Nasional Inggris menunjukkan pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 0,1 persen pada kuartal Juli-September, dari 0,5 persen pada kuartal sebelumnya. Angka ini lebih lemah dari yang diperkirakan.
Sementara itu, indeks Nikkei 225 di Tokyo naik 0,3 persen setelah data menunjukkan pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat pada kuartal terakhir, meskipun Bank of Japan menaikkan suku bunga pada Juli lalu. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.