Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Wamenaker: Karyawan Sritex tidak DI-PHK, tapi Dirumahkan

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 16 November 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Wamenaker: Karyawan Sritex tidak DI-PHK, tapi Dirumahkan

KABARBURSA.COM - Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan menegaskan bahwa tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 2.500 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex.

Kata, Noel, panggilan akrab Wamenaker ini, Sritex saat ini sedang tengah menghadapi kesulitan besar, akibat kemelut perkara kepailitan yang tengah dihadapinya di pengadilan, maupun redupnya industri tekstil.

"Dampaknya, sekitar 20 persen pekerja Sritex dan anak perusahaannya sudah terdampak efisiensi," kata Noel saat menghadiri acara istighosah bersama pekerja Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat, 15 November 2024.

Kondisi Sritex diperparah dengan ketersediaan bahan baku produksi yang diperkirakan hanya bertahan beberapa pekan ke depan.

Lalu, Noel menegaskan perbedaan definisi antara PHK dengan dirumahnya. “Jangan salah definisi soal ini. PHK itu pengakhiran hubungan kerja, sementara dirumahkan itu berbeda," ucapnya.

Kalaupun ke depannya akan terjadi PHK terhadap karyawan Sritex, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan memastikan seluruh proses PHK berjalan sesuai aturan, hak-hak pekerja tetap terlindungi.

“Kami sangat memahami bahwa kabar mengenai PHK ini membawa dampak besar bagi para pekerja Sritex dan keluarganya. Oleh karena itu, kami pastikan agar hak-hak pekerja terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku,” ucap dia.

Noel pun memastikan bahwa pemerintah akan selalu berada di garis terdepan dalam memperjuangkan hak-hak pekerja Sritex. "Saya tegaskan, kami akan selalu ada di garis depan untuk memperjuangkan nasib para pekerja Sritex," pungkas Noel.

Ketersediaan Bahan Baku Sritex

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan memantau secara seksama ketersediaan bahan baku PT Sritex, yang sebelumnya disebut hanya cukup untuk tiga minggu produksi ke depan.

"Kami akan terus memantau,” ujar Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza di Jakarta pada Kamis 14 November 2024.

Faisol menjelaskab, hingga saat ini pihaknya masih menunggu keputusan kasasi yang telah diajukan oleh Sritex untuk langkah selanjutnya. "Kami masih menunggu hasil kasasi," ujarnya.

Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yanita menjelaskan bahwa pasokan bahan baku yang dibutuhkan Sritex saat ini masih dalam proses impor. Hal ini terjadi akibat pembekuan akses perusahaan ke zona berikat setelah dinyatakan pailit.

"Ketika status kepailitan diterapkan, Bea Cukai mengambil langkah antisipatif dengan membekukan fasilitas-fasilitasnya, karena ada dugaan penyalahgunaan fasilitas. Proses pembekuan ini baru bisa dicabut setelah melalui prosedur yang ada," ungkap Reni.

Sebelumnya, Sritex menegaskan bahwa tidak ada PHK terhadap sekitar 2.500 karyawan yang saat ini diliburkan.

Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto menjelaskan bahwa meskipun karyawan diliburkan, mereka tetap menerima gaji.

"Sritex tidak melakukan PHK. Karyawan yang diliburkan masih menerima gaji," ujar Iwan.

Ia mengakui bahwa masalah utama yang menyebabkan peliburan pekerja adalah keterlambatan pasokan bahan baku. Ia juga memperingatkan bahwa jumlah pekerja yang diliburkan bisa meningkat lebih lanjut jika tidak ada keputusan cepat dari kurator dan hakim pengawas mengenai kelangsungan operasional perusahaan.

“Ketersediaan bahan baku hanya cukup untuk tiga minggu produksi,” tambah Iwan.

Permendag 8/2024 Dituding Picu Bangkrutnya Sritex

Beberapa waktu lalu Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kemenperin mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang berfokus pada Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Permendag ini diidentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab kesulitan yang dialami oleh Sritex, salah satu perusahaan tekstil besar di Indonesia.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengonfirmasi bahwa pertemuan berlangsung di Bandung, Jawa Barat.

"Saya mendapatkan informasi bahwa pertemuan tersebut membahas Permendag 8/2024 antara Kemenperin, Kemendag, dan Bea Cukai," kata Febri di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.

Namun, ia belum bisa memberikan rincian hasil pertemuan tersebut, hanya memastikan bahwa diskusi berfokus pada persoalan yang dihadapi industri tekstil, termasuk Sritex.

Menurut Febri, Sritex telah mengalami masalah yang berkepanjangan, tetapi situasi perusahaan semakin parah sejak penerapan Permendag 8/2024 pada Mei 2024.

"Puncaknya terjadi akibat Permendag 8/2024, yang memberikan kelonggaran pada impor produk tekstil dan pakaian jadi," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa sebelum Permendag 8/2024, regulasi impor diatur melalui Permendag 36/2023, yang membatasi masuknya barang impor melalui larangan terbatas dan penerbitan Peraturan Teknis (Pertek) oleh Kemenperin.

“Dengan skema tersebut, kami bisa mengendalikan masuknya produk luar negeri dan melindungi industri domestik,” kata Febri.

Namun, setelah hadirnya Permendag 8/2024 justru diindikasi menjadi menyebabkan semakin terpuruknya industri tekstil karena melonggarkan aturan impor.

Febri menyoroti bahwa kini barang-barang seperti pakaian jadi dan sepatu dapat diimpor dengan lebih mudah dan harga yang lebih murah, sehingga membuat produk dalam negeri sulit bersaing.

Rencana pertemuan ini sebelumnya diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, yang juga menekankan pentingnya membahas dampak Permendag 8/2024 terhadap industri tekstil.

“Minggu depan, kami akan membahas kondisi industri tekstil, termasuk dampak dari Permendag 8/2024,” kata Isy di Kementerian Perdagangan, Rabu, 30 Oktober 2024.

Ketika ditanya kemungkinan revisi aturan, Isy menekankan bahwa keputusan akan tergantung pada hasil rapat koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, dan belum dapat memastikan apakah akan ada perubahan.

Sementara itu, Reni Yanita, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKTF), mengungkapkan bahwa industri tekstil menghadapi tantangan serius akibat tiga faktor, yaitu banjir produk impor setelah pandemi COVID-19, konflik global, dan penerapan Permendag 8/2024.

“Kita perlu kebijakan yang tepat untuk melindungi industri tekstil, agar tidak terjadi kasus serupa Sritex,” tegasnya di Kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024. (*)