KABARBURSA.COM - Daya beli Konsumen Amerika Serikat (AS) meningkatkan belanja mereka di toko-toko ritel pada Oktober 2024. Hal ini memberikan sinyal pengeluaran masyarakat yang sehat terus mendorong pertumbuhan ekonomi secara stabil di negeri Paman Sam tersebut.
Dilansir dari Apnews, Sabtu, 16 November 2024, Departemen Perdagangan AS melaporkan, penjualan ritel meningkat 0,4 persen dari September ke Oktober, meski kenaikan ini lebih rendah dibandingkan lonjakan 0,8 persen pada bulan sebelumnya. Sebagian besar kenaikan ini dipengaruhi oleh lonjakan 1,6 persen pada penjualan di dealer kendaraan bermotor.
Selain itu, pembelian di toko elektronik dan peralatan rumah tangga meningkat 2,3 persen, sementara restoran dan bar mencatat pertumbuhan 0,7 persen. Meski kenaikan harga masih memengaruhi sebagian besar belanja ritel, data ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah barang yang dibeli.
Di sisi lain, penjualan di beberapa kategori, seperti toko furnitur, pakaian, dan apotek, mengalami penurunan. Para ekonom menilai pelemahan ini sebagian besar disebabkan oleh dampak badai yang melanda bulan lalu. Penjualan di toko perlengkapan rumah dan taman justru meningkat, diduga sebagai respons terhadap aktivitas perbaikan pasca-badai.
“Melambatnya kenaikan harga memungkinkan konsumen untuk meningkatkan belanja mereka,” kata Tim Quinlan, ekonom Wells Fargo. “Meski orang mungkin tidak suka harga makan di luar yang mahal, pengeluaran untuk bar dan restoran tumbuh lebih cepat daripada harga itu sendiri.”
Laporan ini dirilis saat para peritel bersiap menghadapi musim belanja liburan yang dimulai dalam dua pekan mendatang. Para analis memperkirakan musim liburan kali ini akan cukup solid, meski tidak sekuat tahun lalu. Banyak konsumen masih merasakan tekanan dari harga-harga yang tetap tinggi meskipun inflasi mulai melambat.
Angka penjualan ritel terbaru ini menunjukkan ekonomi tumbuh dengan kuat pada kuartal Oktober-Desember, setelah mencatat pertumbuhan tahunan 2,8 persen pada kuartal sebelumnya. Inflasi, yang sempat memuncak di angka 9,1 persen lebih dari dua tahun lalu, kini turun menjadi 2,6 persen dan mendekati level sebelum pandemi. Pendapatan bersih masyarakat, rata-rata, juga telah melampaui inflasi selama sekitar 18 bulan terakhir.
Namun, lonjakan harga pasca-pandemi membuat harga barang dan jasa sekitar 20 persen lebih tinggi dibanding tiga tahun lalu. Kondisi ini memengaruhi pandangan masyarakat terhadap ekonomi dan menjadi salah satu alasan utama mengapa Donald Trump berhasil menarik dukungan publik yang tidak puas dengan pemerintahan Biden-Harris, hingga kembali memenangkan Gedung Putih dalam pemilu pekan lalu.
Meski demikian, Trump akan mewarisi ekonomi dengan belanja konsumen yang kuat, pertumbuhan solid, dan tingkat pengangguran yang rendah.
Laporan ekonomi terbaru lainnya juga menunjukkan ekonomi yang sehat. Indeks kepercayaan konsumen dari Conference Board mencatat kenaikan bulanan terbesar sejak 2021. Proporsi konsumen yang memperkirakan resesi dalam 12 bulan ke depan turun ke level terendah sejak pertanyaan itu pertama kali diajukan pada 2022.
Namun, ada catatan kehati-hatian. Penjualan di toko grosir hampir tidak tumbuh bulan lalu, menunjukkan banyak konsumen masih kesulitan beradaptasi dengan harga makanan yang jauh lebih tinggi dibandingkan tiga tahun lalu.
Lorraine Thompson, seorang pembeli di Walmart, Secaucus, New Jersey, mengaku tidak melihat adanya tanda-tanda inflasi melambat. “Segala sesuatunya tetap mahal,” ujar Lorraine. “Daging, keju, semuanya naik.”
Meski kekhawatiran terkait ketahanan pertumbuhan dan kebijakan suku bunga terus membayangi, ekonomi Amerika Serikat menunjukkan fundamental yang tetap kokoh. Setelah mengalami perlambatan pada kuartal pertama tahun ini, pertumbuhan produk domestik bruto riil berhasil rebound menjadi 3,0 persen pada kuartal kedua. Indikasi yang ada menunjukkan bahwa pembuat kebijakan berhasil mengendalikan inflasi tanpa memicu resesi.
Pusat Penelitian Ekonomi Deloitte memproyeksikan optimisme yang relatif tinggi pada ekonomi AS. Ledakan konstruksi di sektor manufaktur diperkirakan akan terus meningkatkan potensi ekonomi dalam beberapa tahun mendatang. Dalam jangka pendek, langkah The Fed untuk mempercepat pemotongan suku bunga diharapkan mendorong rumah tangga mengambil lebih banyak utang sehingga mendukung pertumbuhan belanja konsumen.
Kombinasi antara peningkatan konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah memperkuat prediksi pertumbuhan ekonomi AS yang diproyeksikan mencapai 2,7 persen pada tahun ini.
Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil AS mencatat hasil lebih kuat pada kuartal kedua 2024 setelah melambat di kuartal pertama. Lonjakan ini terjadi karena pengisian kembali persediaan yang sebelumnya mengalami penurunan signifikan. Secara rata-rata, PDB tumbuh pada tingkat 2,2 persen selama paruh pertama tahun ini. Ekonomi diproyeksikan mempertahankan laju yang sama hingga akhir 2024, sebelum melambat pada 2025.
Pengeluaran konsumen terus mencatat hasil di atas perkiraan dan diproyeksikan tumbuh 2,4 persen pada 2024, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan 2,2 persen tahun lalu. Investasi bisnis juga diperkirakan meningkat 4,2 persen tahun ini, sedikit di bawah kenaikan 4,5 persen pada 2023. Kebijakan seperti Undang-Undang Pengurangan Inflasi dan CHIPS terus mendorong pertumbuhan investasi di sektor struktur, mesin, serta perangkat lunak dan kecerdasan buatan.
Di bidang perdagangan, ekspor diperkirakan tumbuh 2,2 persen tahun ini sebelum meningkat lagi pada 2025, sementara impor diprediksi naik 3,8 persen. Pengeluaran pemerintah diproyeksikan meningkat 2,9 persen pada 2024, menopang pertumbuhan secara keseluruhan.
Indeks harga konsumen (CPI) menunjukkan inflasi turun di bawah 3 persen pada Juli dan diperkirakan mencapai 2,7 persen pada akhir tahun. Namun, tingkat pengangguran meningkat ke level tertinggi sejak Oktober 2021. Dengan inflasi yang melambat dan peningkatan pengangguran, The Fed diperkirakan mulai menurunkan suku bunga pada September, dengan penurunan total 100 basis poin hingga akhir tahun dan tambahan 100 basis poin pada 2025.
Secara keseluruhan, PDB riil diperkirakan tumbuh 2,7 persen pada 2024 sebelum melambat menjadi 1,5 persen pada 2025. Antara 2026 dan 2028, pertumbuhan tahunan diproyeksikan berada di kisaran 1,7 hingga 2,1 persen.
Meski proyeksi dasar tetap positif, risiko geopolitik dan kebijakan perdagangan menjadi ancaman utama. Konflik di Ukraina dan Timur Tengah berada dalam tahap rawan eskalasi, yang dapat memicu kenaikan harga minyak hingga USD10 di atas proyeksi dasar sepanjang 2025.
Selain itu, kebijakan perdagangan menjadi arena persaingan baru. Pemilu presiden AS yang sedang berlangsung menempatkan tarif impor sebagai salah satu fokus kedua partai utama. Kebijakan ini diperkirakan meningkatkan biaya barang impor sebesar 1 persen, baik untuk bahan baku maupun produk akhir.
Dalam skenario ini, inflasi CPI akan bertahan di atas 3 persen hingga kuartal ketiga 2025. Meski Federal Reserve tetap memangkas suku bunga pada September, tekanan inflasi di akhir 2024 dan 2025 diperkirakan membatasi penurunan suku bunga lebih lanjut hingga akhir 2025.(*)