KABARBURSA.COM - Center of Economic and Law Studies (Celios) merilis hasil surveinya terkait pertemuan antara Presiden RI Prabowo Subianto dengan Presiden China Xi Jinping beberapa waktu lalu.
Adapun survei itu melibatkan 1.414 responden secara acak untuk sampel representatif nasional, yang mencakup beragam demografi di seluruh Indonesia.
Pengumpulan data survei juga dilakukan secara online yang disebarkan melalui media sosial Facebook dan Instagram untuk menjangkau khalayak luas di wilayah perkotaan dan pedesaan.
Adapun kuesioner yang dibuat terstruktur tentang hubungan Indonesia-China, dengan fokus pada pengaruh ekonomi, politik, ikatan budaya, dan isu-isu terkait.
Director of China-Indonesia Desk at Celios Zulfikar Rakhmat mengatakan 49 persen respondennya percaya bahwa pemerintah Indonesia memiliki hubungan dekat dengan China.
Akan tetapi, ia juga mengungkap respondennya juga meyakini Indonesia memiliki hubungan yang juga dekat dengan Amerika Serikat (AS). Responden itu meyakini, hubungan dengan AS juga dapat menjadi penyeimbang hubungan Indonesia dengan China.
“Ketika kami bertanya pertanyaan apakah hubungannya antara Indonesia dan AS? Tentu saja pertanyaan ini berkaitan dengan hubungan Indonesia-China, 50 persen percaya bahwa hubungan kita dengan AS dapat menyeimbangkan hubungan Indonesia-China. 60 persen percaya bahwa hubungan kita dengan AS dapat menyeimbangkan hubungan kita dengan China,” kata Zulfikar dalam paparannya di Jakarta, Kamis, 14 November 2024.
Akan tetapi, 70 persen responden Celios mempercayai China dapat mempengaruhi politik luar negeri Indonesia.
Secara rinci, Zulfikar menyebut pengaruh politik China bersifat positif dengan persentase sebesar 66 persen dan 34 persen lainnya bernuansa negatif.
Ketika responden Celios ditanya ihwal posisi Indonesia di tengah rivalitas China dan AS, Zulfikar menyebutkan, bahwa mayoritas respondennya memilih Indonesia mesti berada pada posisi netral dengan persentase sebesar 78 persen.
Ia menuturkan, hanya 4 persen responden yang beranggapan Indonesia harus mendukung China. Sementara untuk mendukung AS, hanya 1 persen responden yang beranggapan demikian.
“Penjawab (responden) hanya mendukung Indonesia menetapkan posisi yang netral di antara kompetisi antara China dan AS,” ungkapnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Zulfikar juga memberi pertanyaan ihwal kapabilitas China dalam memimpin dunia yang mendapat respons positif dengan 51 persen respondennya menilai mampu.
Di sisi lain, ia juga menyebut 84 persen respondennya mempercayai China merupakan negara yang paling mempengaruhi ekonomi Indonesia.
“Tentu saja, 84 persen berkata, ya. ‘Apakah Anda berpikir mengenai pengaruh ekonomi China?’ 51 persen berpikir mengenai pengaruh ekonomi China,” ungkapnya.
[caption id="attachment_99318" align="aligncenter" width="808"] AMERIKA SERIKAT - Presiden Prabowo bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. (Foto: Istimewa)[/caption]
Sejalan dengan hal tersebut, Zulfikar menyebut 44 persen respondennya menilai ada dampak terhadap infrastruktur. Di samping itu, ada juga yang mempercayai hubungan China-Indonesia dapat berdampak pada sektor investasi sebesar 31 persen, 20 persen perdagangan, 3 persen terhadap pariwisata, dan 2 persen lainnya terhadap akademis.
Zulfikar juga sempat menanyakan peran China dalam membantu transisi energi Indonesia. Berdasarkan hasil surveinya, 47 persen responden meyakini hal tersebut, sementara yang berpikir sebaliknya tercatat sebanyak 26 persen responden. Sejalan dengan hal tersebut, ia juga menanyakan respondennya ihwal langkah China dalam mendorong transisi energi di Indonesia. Sebagian besar respondennya menilai, ihwal pendanaan.
“46 persen berpikir mengenai pendanaan. 26 persen memperbaiki pemerintah dalam proses mineral. 19 persen tidak tahu. 9 persen memanfaatkan pendanaan di sektor energi penuh,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil survei tersebut, Zulfikar menyebut, persepsi masyarakat ihwal hubungan Indonesia dengan China telah berkembang di luar hal-hal ekonomi. Di sisi lain, hubungan kedua negara tersebut lebih dari ketergantungan ekonomi, sosial, dan isu-isu humanitas.
“Kompleks, sangat kompleks, percaya bahwa China sekarang lebih daripada ketergantungan ekonomi, perkembangan sosial, humanitaris, dan hal-hal ekonomi, karena kesadaran di sini masih terbatas. Terakhir, masyarakat sangat mendukung prinsip bebas dan aktif Indonesia, memilih posisi independen yang tidak berhubungan dengan AS atau China,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri China, Li Qiang, di Great Hall of the People, Beijing, Sabtu, 9 November 2024. Pertemuan ini merupakan bagian dari agenda kunjungan resmi Prabowo ke China, yang diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral kedua negara, khususnya dalam bidang ekonomi.
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo mengungkapkan bahwa sejumlah kontrak kerja sama antara perusahaan-perusahaan Indonesia dan China akan segera ditandatangani. Nilai total investasi yang terlibat diperkirakan mencapai lebih dari USD10 miliar atau sekitar Rp156,54 triliun, berdasarkan nilai tukar saat ini.
Proses penandatanganan kontrak tersebut rencananya akan dilakukan pada Minggu, 10 November 2024, oleh perwakilan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Prabowo menjelaskan, investasi yang berasal dari perusahaan-perusahaan China di Indonesia sangat signifikan, dan mencerminkan hubungan yang semakin erat antara kedua negara.
“Saya kira ini merupakan langkah penting dalam memperkuat kolaborasi antar perusahaan Indonesia dan China, serta meningkatkan partisipasi mereka dalam perekonomian masing-masing,” kata Prabowo dalam keterangan resmi yang diterima dari Sekretariat Presiden, Minggu, 10 November 2024.
Selain fokus pada ekonomi, Presiden Prabowo juga menyampaikan niat pemerintah Indonesia untuk belajar dari pengalaman China dalam mengatasi masalah kemiskinan. “Kami berkomitmen untuk meningkatkan upaya dalam memberantas kemiskinan di Indonesia, dan kami berharap dapat menggali lebih banyak pengalaman dari China dalam hal ini,” ujar Prabowo.
Pertemuan bilateral ini juga menandai momentum penting dalam hubungan diplomatik Indonesia-China, yang akan memperingati 75 tahun kerja sama diplomatik pada tahun 2025. Di tengah tantangan global yang terus berkembang, pertemuan ini mencerminkan komitmen kedua negara untuk terus memperdalam kemitraan mereka menuju masa depan yang lebih sejahtera. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.