KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melaporkan bahwa rasio pajak Indonesia pada akhir Oktober 2024 sebesar 10,02 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rasio pajak tahun sebelumnya yang tercatat 10,31 persen.
Sri Mulyani mengatakan, angka ini masih berada dalam kisaran target pemerintah tahun ini, yakni antara 9,92 persen hingga 10,2 persen.
"Meski rasio pajak sedikit menurun, pencapaiannya tetap sesuai dengan proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) negara," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 November 2024.
Sedangkan untuk penerimaan pajak, lanjut mantan Direktur Bank Dunia (World Bank) ini, per Oktober 2024 tercatat mencapai Rp1.517 triliun. Angka ini setara dengan 76,3 persen dari target penerimaan pajak APBN 2024, yaitu sebesar Rp1.988 triliun.
Meski demikian, angka tersebut menunjukkan penurunan sebesar 0,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang tercatat Rp1.523 triliun.
Menurut Sri Mulyani, tahun ini dihadapkan pada tantangan berat, mengingat pertumbuhan penerimaan pajak yang menunjukkan angka negatif.
Penurunan ini, katanya, dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara.
Rasio pajak dapat mengalami penurunan bila pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari yang diperkirakan, yang meski menandakan kondisi positif, tetap memengaruhi penghitungan pajak.
Sejak 2000, rasio pajak Indonesia telah berfluktuasi sekitar angka 10 persen, dengan puncaknya mencapai 12,5 persen pada 2008. Namun, sejak saat itu, rasio pajak cenderung menurun dan bahkan mencapai 8,3 persen pada 2020.
Di kesempatan yang sama, Menkeu Sri Mulyani Indrawati memastikan penerapan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai diterapkan pada Januari 2025.
Kata Sri Mulyani, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), harus dilaksanakan.
“Undang-undangnya sudah ada, jadi kami perlu mempersiapkan pelaksanaannya dengan baik, namun tetap dengan penjelasan yang jelas. Kami tidak ingin melakukannya sembarangan, karena APBN harus tetap terjaga,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama anggota Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 13 November 2024.
Sri Mulyani mengatakan itu karena anggota Komisi XI mempertanyakan kepastian mengenai kebijakan kenaikan PPN tersebut.
Dia juga memastikan bahwa pemerintah akan memberikan penjelasan yang transparan kepada masyarakat terkait alasan dan manfaat kebijakan kenaikan tarif PPN ini bagi keuangan negara.
Di tengah tekanan ekonomi, terlihat dari melambatnya tingkat konsumsi masyarakat hingga kuartal III-2024, penyesuaian ini dianggap penting.
Pada kuartal III-2024, konsumsi rumah tangga yang menyumbang 53,08 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya tumbuh 4,91 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 4,93 persen pada kuartal II-2024.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 tercatat hanya 4,95 persen, lebih rendah dibandingkan dengan kuartal I-2024 yang mencapai 5,05 persen.
“Saya setuju bahwa kami perlu memberikan penjelasan lebih lanjut kepada masyarakat. Kebijakan pajak, termasuk PPN, tidak dilakukan tanpa mempertimbangkan sektor-sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan pokok yang sebelumnya menjadi bahan perdebatan panjang,” jelasnya.
Meskipun ada kenaikan tarif PPN, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah tetap akan memberikan keringanan pajak untuk meringankan beban daya beli masyarakat. Beberapa barang dan jasa masih akan dibebaskan dari pajak atau dikenakan tarif lebih rendah, sesuai dengan peraturan yang ada.
“Sebetulnya, sudah banyak barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak atau mendapatkan tarif yang lebih rendah, dan itu sudah diatur dengan jelas,” pungkasnya.
Rencana pemerintah Indonesia untuk menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, yang akan berlaku mulai Januari 2025, diperkirakan akan berdampak pada harga tiket pesawat.
Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo menjelaskan bahwa kenaikan PPN ini secara otomatis akan menyebabkan kenaikan harga tiket pesawat sekitar 1 persen.
“PPN dikenakan pada tarif dasar ditambah fuel surcharge. Dengan kenaikan 1 persen pada tarif PPN, harga tiket pesawat juga akan naik sekitar 1 persen,” kata Gatot kepada Kabar Bursa, Selasa, 12 November 2024.
Menurut Gatot, bagi maskapai penerbangan, PPN berfungsi sebagai pajak masukan, yang akan disesuaikan dengan PPN pada bahan bakar avtur pada akhir tahun. Oleh karena itu, kenaikan PPN tidak langsung memengaruhi operasional maskapai. Namun, dampaknya akan dirasakan langsung oleh penumpang karena mereka harus membeli tiket dengan harga yang lebih tinggi.
“PPN tiket ini tidak berpengaruh langsung pada maskapai, tapi berpengaruh langsung pada penumpang. PPN tiket ini masuk pajak masukan, yang kemudian akan disesuaikan dengan PPN avtur yang dibeli maskapai,” jelas Gatot.
Kenaikan harga tiket yang diperkirakan terjadi akibat kenaikan PPN ini juga bisa berdampak pada jumlah penumpang.
Dengan harga tiket yang lebih mahal, beberapa calon penumpang mungkin akan beralih ke moda transportasi lain, yang dapat menurunkan jumlah penumpang pesawat. Jika hal ini terjadi, pendapatan maskapai bisa berkurang secara tidak langsung.
“Ini akan berakibat pada berkurangnya jumlah pendapatan maskapai. Jadi itu dampak tidak langsungnya pada maskapai,” ujar Gatot.
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra telah memperingatkan potensi kenaikan harga tiket pesawat akibat penerapan kebijakan PPN 12 persen.
Irfan mengatakan bahwa kenaikan PPN akan memengaruhi harga tiket pesawat. “Siap-siap, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan membuat harga tiket pesawat ikut naik,” kata Irfan di acara Public Expose Tahunan 2024 di Cengkareng, Tangerang, pada Senin, 11 November 2024.
Irfan mengungkapkan bahwa beberapa komponen yang membentuk harga tiket pesawat, antara lain tarif jarak, Iuran Wajib Jasa Raharja (IWJR) sebagai asuransi penumpang, biaya tambahan (surcharge), dan pajak layanan bandara (PSC/airport tax), semuanya akan terpengaruh oleh kenaikan PPN.
“Jika semua komponen biaya naik, siapa yang harus menanggungnya? Tentu saja, penumpang yang akan menanggung biaya tambahan tersebut,” jelasnya.
Dengan demikian, kenaikan PPN ini diharapkan dapat mempengaruhi baik harga tiket pesawat maupun pola perjalanan udara masyarakat dalam beberapa waktu mendatang. (*)