Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Optimalkan Penerimaan Pajak, Menkeu Soroti Ekonomi Underground

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 13 November 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Optimalkan Penerimaan Pajak, Menkeu Soroti Ekonomi Underground

KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengoptimalkan potensi penerimaan pajak yang selama ini belum terjangkau oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Potensi ini berasal dari sektor-sektor ekonomi yang selama ini luput dari perhatian karena termasuk dalam kategori ekonomi ilegal, atau yang dikenal dengan istilah ekonomi underground dan shadow economy.

“Topik ini berkaitan dengan ekonomi underground, informal, dan ilegal,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 13 November 2024.

Sri Mulyani mengaku dirinya dibantu oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu. Katanya, Kemenkeu saat ini sedang merancang regulasi dan strategi baru untuk meningkatkan penerimaan pajak dari sektor yang selama ini sulit dijangkau.

“Saya meminta Pak Anggito untuk memperkuat tim di Kementerian Keuangan karena Pak Prabowo ingin memastikan bahwa banyak potensi penerimaan yang selama ini belum dapat terkumpul,” ujarnya.

Sri Mulyani juga menambahkan bahwa Kemenkeu sedang merumuskan strategi untuk sektor-sektor ekonomi yang bersifat ilegal, informal, atau berada dalam kategori abu-abu.

“Kami sedang merumuskan strategi untuk sektor-sektor ini, baik itu yang ilegal, informal, atau yang masuk dalam kategori abu-abu,” jelasnya.

Peneliti dari Indonesia Center for Tax Law (ICTL) Fakultas Hukum UGM Adrianto Dwi Nugroho menyoroti pentingnya penyuluhan dan edukasi perpajakan, terutama untuk kelompok yang sulit dipajaki (hard to tax). Menurut dia, penyuluhan peraturan perpajakan perlu ditingkatkan di semua kalangan untuk mendorong kepatuhan pajak yang lebih baik.

“Penyuluhan perpajakan perlu dilakukan lebih intensif, terutama bagi kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta startup yang belum sepenuhnya berkontribusi dalam pajak,” kata Adrianto kepada Kabar Bursa, Selasa, 12 November 2024.

Menurut Adrianto, edukasi perpajakan harus diberikan sejak dini agar UMKM dan startup yang masih sulit dipajaki dapat menjadi pembayar pajak yang patuh saat usaha mereka berkembang.

“UMKM dan startup perlu mendapatkan edukasi perpajakan sejak dini, sehingga ketika mereka berkembang menjadi usaha besar, mereka bisa menjadi pembayar pajak yang patuh,” tuturnya.

Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tidak semena-mena, agar kepatuhan pajak tidak dicapai melalui pendekatan represif. Penegakan hukum yang bersifat persuasif namun tetap tegas, menurutnya, diperlukan untuk memberikan efek jera kepada wajib pajak tanpa menyebabkan mereka kesulitan akibat pengenaan pajak yang tidak adil.

“Penegakan hukum harus berkeadilan dan tanpa kesewenang-wenangan,” kata Adrianto.

Selain itu, Adrianto mengusulkan agar penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mempertimbangkan asas proporsionalitas dalam hukum administrasi negara.

Hal ini penting karena beberapa pasal dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang memberikan kewenangan untuk membentuk PMK telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK), karena mengatur hal-hal yang seharusnya dimuat dalam undang-undang.

“Beberapa pasal dalam UU KUP yang memberikan kewenangan untuk membentuk PMK dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi karena seharusnya pengaturannya dilakukan dalam UU,” pungkasnya.

Penerapan Kenaikan PPN 12 Persen

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan penerapan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai diterapkan pada Januari 2025.

Kata Sri Mulyani, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), harus dilaksanakan.

“Undang-undangnya sudah ada, jadi kami perlu mempersiapkan pelaksanaannya dengan baik, namun tetap dengan penjelasan yang jelas. Kami tidak ingin melakukannya sembarangan, karena APBN harus tetap terjaga,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama anggota Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 13 November 2024.

Sri Mulyani mengatakan itu karena anggota Komisi XI mempertanyakan kepastian mengenai kebijakan kenaikan PPN tersebut.

Mantan Direktur Bank Dunia (World Bank) ini juga memastikan bahwa pemerintah akan memberikan penjelasan yang transparan kepada masyarakat terkait alasan dan manfaat kebijakan kenaikan tarif PPN ini bagi keuangan negara.

Di tengah tekanan ekonomi, terlihat dari melambatnya tingkat konsumsi masyarakat hingga kuartal III-2024, penyesuaian ini dianggap penting.

Pada kuartal III-2024, konsumsi rumah tangga yang menyumbang 53,08 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya tumbuh 4,91 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 4,93 persen pada kuartal II-2024.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 tercatat hanya 4,95 persen, lebih rendah dibandingkan dengan kuartal I-2024 yang mencapai 5,05 persen.

“Saya setuju bahwa kami perlu memberikan penjelasan lebih lanjut kepada masyarakat. Kebijakan pajak, termasuk PPN, tidak dilakukan tanpa mempertimbangkan sektor-sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan pokok yang sebelumnya menjadi bahan perdebatan panjang,” jelasnya.

Meskipun ada kenaikan tarif PPN, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah tetap akan memberikan keringanan pajak untuk meringankan beban daya beli masyarakat. Beberapa barang dan jasa masih akan dibebaskan dari pajak atau dikenakan tarif lebih rendah, sesuai dengan peraturan yang ada.

“Sebetulnya, sudah banyak barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak atau mendapatkan tarif yang lebih rendah, dan itu sudah diatur dengan jelas,” pungkasnya. (*)