KABARBURSA.COM - Meski Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2024 menurun sebesar 0,41 persen dibandingkan Agustus 2023 menjadi 4,91 persen, Bright Institute menyebut kondisi ketenagakerjaan justru memburuk.
Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky mengatakan penurunan ini disertai dengan peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), jumlah pekerja tidak penuh, dan setengah penganggur.
“Kondisi ketenagakerjaan pada Agustus 2024 sepintas terlihat membaik dari sisi TPT, namun sebenarnya kondisinya memburuk,” ujar Awalil dalam webinar bertajuk ‘Darurat Lapangan Kerja’, Selasa, 12 November 2024.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), TPAK adalah persentase angkatan kerja dari penduduk berusia sepuluh tahun ke atas. Indikator ini menunjukkan persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi.
TPAK pada Agustus 2024 meningkat menjadi 70,63 persen, naik 1,15 persen poin dari Agustus 2023. Namun, Awalil menilai kenaikan ini belum tentu membawa dampak positif terhadap lapangan kerja.
“Kadang ini menandakan semakin banyak yang masuk pasar tenaga kerja karena keterpaksaan kondisi ekonomi,” ujarnya.
Awalil juga menyoroti peningkatan jumlah pekerja tidak penuh, yang pada Agustus 2024 mencapai 46,91 juta orang atau 31,93 persen dari total pekerja. Angka ini terdiri dari 34,63 juta pekerja paruh waktu dan 11,56 juta setengah penganggur.
“Jumlah setengah penganggur pada Agustus 2024 meningkat menjadi 8 persen dari total pekerja, bahkan lebih buruk dari era pra-pandemi,” jelasnya.
Kondisi ini diperparah oleh tingginya jumlah pekerja sektor pertanian yang meningkat sejak pandemi, mengindikasikan sektor ini menjadi penampung tenaga kerja dari sektor lain. Padahal, pertumbuhan di sektor ini rendah dibandingkan sektor lainnya.
Selain itu, pekerja informal juga mengalami penurunan yang lambat. Jumlah pekerja informal hanya turun 1,4 persen menjadi 57,92 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Sementara itu, jumlah pekerja keluarga/tak dibayar meningkat drastis selama lima tahun terakhir menjadi 19,29 juta pada 2024.
“Meski tergolong bekerja, banyak dari mereka yang sebenarnya mirip pengangguran,” ujar Awalil.
Jumlah pekerja berstatus berusaha sendiri juga meningkat sejak pandemi COVID-19, menjadi 31,5 juta orang pada Agustus 2024. Hal ini menurut Awalil mencerminkan bertambahnya usaha mikro yang dijalani karena keterpaksaan ekonomi.
Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana turut menyoroti tingkat penduduk usia muda (15-24 tahun) yang tidak sekolah, bekerja, atau pelatihan (Not in Education, Employment, or Training atau NEET), yang mencapai 22,25 persen. Angka ini empat kali lipat lebih tinggi dibanding TPT nasional.
“Persaingan lapangan kerja untuk generasi muda akan semakin ketat karena bonus demografi yang diprediksi berlangsung hingga 2030,” ucap Andri.
Kementerian Koordinator Perekonomian mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III-2024 tumbuh sebesar 4,95 persen (year on year/YoY), atau 1,5 persen (Quarter to Quartet/QtQ), atau sebesar 5,03 (Coast to Company/CTC) di tengah masih tingginya ketidakpastian dan berbagai tantangan global yang masih membayangi, seperti fragmentasi geoekonomi, ketegangan geopolitik, hingga proyeksi ekonomi global yang tumbuh 3,2 persen pada 2024 dan 2025, dimana masih di bawah rata-rata historis.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa ekonomi RI secara historical pada kuartal ketiga relatif turun sedikit dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya. kendati demikian tetap tumbuh 5,03 persen.
Jadi, dia masih berharap bahwa perekonomian Indonesia tetap bisa terjaga hingga akhir tahun. Dalam hal ini masih berada di level 5 persen sesuai dengan target yang ada di APBN.
“Tentunya kita berharap di kuartal keempat bisa lebih baik. Dan kontribusinya walaupun dari kuartal ke kuartal masih naik sebesar 1,5 persen. Kalau kita bandingkan tiga kuartal, kuartal awal sampai dengan kuartal tiga sekarang, kita masih tumbuh 5,03 persen,” kata Airlangga Hartarto, Rabu, 6 November 2024.
Sebagaimana siklus triwulanan, pada Triwulan III pertumbuhan ekonomi cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Apalagi pada triwulan ini tidak ada dorongan event besar dan khusus, seperti Hari Besar Keagamaan atau liburan anak sekolah, seperti triwulan sebelumnya.
Tingkat pertumbuhan ekonomi Triwulan III-2024 didukung oleh inflasi yang rendah dan terkendali di rentang sasaran 2,5 persen ±1 persen yaitu 1,71 persen di bulan Oktober 2024 dengan rasio utang yang terkendali pada 39,4 persen di bulan Juni 2024.
Kinerja ekonomi Indonesia juga tetap solid, bahkan lebih baik dibandingkan negara maju atau negara berkembang lainnya, seperti Singapura (4,1 persen) Arab Saudi (2,8 persen), dan Meksiko (1,5 persen).
Seluruh komponen pengeluaran juga mengalami pertumbuhan positif. Konsumsi Rumah Tangga tumbuh 4,91 persen dan menjadi sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 2,55 persen yang didorong oleh peningkatan di sektor hotel dan restoran. Sementara itu, Pembentukan Midal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 5,15 persen, yang didorong investasi pemerintah dan swasta, terutama dalam pembangunan infrastruktur.
Semua sektor lapangan usaha juga mengalami pertumbuhan positif, dengan lima sektor utama yang berkontribusi sebesar 64,94 persen. Sektor Transportasi dan Pergudangan tumbuh paling tinggi, mencapai 8,64 persen sejalan dengan peningkatan jumlah penumpang dan pengiriman barang.
Sektor makanan dan minuman tumbuh 8,33 persen seiring meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions), dan event internasional seperti Moto GP Mandalika, dan PON XXI.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi terjadi di seluruh wilayah, meski ada pelambatan di beberapa wilayah seperti Sumatera, Sulawesi, dan Maluku-Papua. Wilayah Jawa, Kalimantan, Bali, dan Nusa Tenggara menunjukkan pertumbuhan yang lebih kuat dibandingkan wilayah lainnya.
“Pertumbuhan ekonomi di Indonesia juga semakin berkualitas. Terkait dengan angka jumlah penduduk yang bekerja bertambah 4,79 juta, menjadi 144,64 juta orang dibandingkan Agustus tahun 2023. Sementara pengangguran pun berkurang 0,39 juta orang atau 390 ribu. Menjadi 7,47 juta orang,” kata Airlangga.
Proporsi pekerja formal meningkat menjadi 42,05 persen lebih tinggi dari Agustus 2023 (40,89 persen) yang utamanya didorong oleh meningkatnya pekerja dengan status buruh, karyawan atau pegawai yang tumbuh sebesar 3,44 persen (yoy).
Lebih lanjut, Airlangga juga memaparkan strategi kebijakan pemerintah untuk mengakselerasi pertumbuhan di kuartal IV tahun 2024.
Pertama, menjaga daya beli dengan memperpanjang insentif fiskal PPN DTP dan PPnBM DTP untuk properti dan otomotif, meningkatkan kuota FLPP, meningkatkan pemanfaatan JKP, mendorong pemanfaatan dana JKK, dan mendorong kewirausaahan melalui KUR. Kedua, meningkatkan Nilai Tambah Sumber Daya Alam (SDA) melalui peningkatan hilirisasi pada 26 komoditas SDA.
“Kemudian untuk meningkatkan daya saing ekonomi beberapa hal telah dilaksanakan. Baik itu untuk mendorong pemanfaatan proyek strategis nasional, pengembangan kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, dan insentif tax holiday yang sudah diberlakukan melalui PMK Nomor 69 tahun 2024,” pungkasnya.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan konsumsi rumah tangga Indonesia pada kuartal III 2024 tumbuh 4,91 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini turun dibandingkan kuartal III 2023 maupun kuartal II 2024.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, jika dibandingkan dengan sebelumnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga turun tipis 0,2 persen dari 4,93 persen pada kuartal II 2024.
Meskipun demikian, dibandingkan Kuartal III 2023, pertumbuhan konsumsi rumah tangga periode ini turun 0,15 persen dari 5,06 persen.
“Kalau kita bandingkan dengan kuartal II 2024 ini tipis sebenarnya melambatnya, sangat tipis, hanya 0,02 persen,” kata Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 5 November 2024.
Kemudian berdasarkan kontribusinya ke pertumbuhan ekonomi kuartal III 2024 yang sebesar 4,95 persen, konsumsi rumah tangga periode ini sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun pada periode ini kontribusinya ke pertumbuhan ekonomi sebesar 53,08 persen sedangkan pada Kuartal III 2023 hanya 52,62 persen.
Akan tetapi, dibandingkan kuartal sebelumnya, kontribusi konsumsi rumah tangga periode ini turun, di mana kontribusi konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2024 mencapai 54,53 persen.
Amalia mengungkapkan, konsumsi rumah tangga pada periode ini ditopang dari sektor transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel yang masing-masing tumbuh 6,54 persen dan 6,61 persen.
Konsumsi di kedua sektor tersebut juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan kuartal sebelumnya yang masing-masing tumbuh 6,84 persen dan 6,8 persen. Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini, kata Amalia, disebabkan oleh faktor musiman, di mana pada kuartal sebelumnya berlangsung momen Ramadan, Idul Fitri, hingga libur panjang.
“Kenapa sedikit lebih lambat? Karena memang di kuartal II 2024 itu terjadi puncak konsumsi masyarakat pasti terkait adanya Idul Adha, Idul Fitri ini meningkatkan transportasi, komunikasi dan juga konsumsi pada restoran dan hotel,” jelasnya.
Di sisi lain, konsumsi di sektor makanan dan minuman, pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan pada periode ini relatif lebih cepat pertumbuhannya dibanding kuartal sebelumnya. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.