Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Anda Harus Tahu, Perilaku Buruk di Medsos Sulit dapat Pinjaman di Bank

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 13 November 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Anda Harus Tahu, Perilaku Buruk di Medsos Sulit dapat Pinjaman di Bank

KABARBURSA.COM - Indonesia akan segera menerapkan metode Innovative Credit Scoring (ICS) sebagai bagian dari sistem penilaian kredit yang digunakan oleh bank dan lembaga keuangan.

Metode baru ini akan mengubah cara penilaian kredit, yang sebelumnya hanya mengandalkan data tradisional, dengan memasukkan informasi dari sumber yang lebih luas, termasuk perilaku calon debitur di media sosial.

Secara umum, credit scoring adalah mekanisme untuk menilai kemampuan seseorang dalam melunasi pinjaman, termasuk dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Biasanya, sistem ini mengandalkan data seperti identitas diri, informasi dari biro kredit, dan riwayat transaksi perbankan. Namun, ICS akan memperkenalkan pendekatan yang lebih dinamis, dengan menggunakan data alternatif, yang bisa mencakup catatan transaksi sehari-hari serta aktivitas sosial di media sosial (medsos).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa ICS memungkinkan lembaga keuangan untuk melakukan penilaian kredit lebih komprehensif, dengan memanfaatkan data yang tersedia dari berbagai sumber, termasuk data dari kegiatan sehari-hari, seperti tagihan listrik, telepon, atau pembayaran apartemen.

Selain itu, Dian menyebut, data aktivitas di media sosial calon debitur juga dapat menjadi bagian dari analisis ini.

“Ke depan, kami akan bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi dan lembaga lain untuk memanfaatkan data yang ada,” kata Dian dalam keterangannya, Selasa, 12 November 2024.

Menurut Dian, pentingnya struktur data yang jelas untuk mendukung proses penilaian kredit yang lebih akurat.

Sebagai bentuk kewaspadaan, Dian mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Terutama dengan semakin banyaknya data yang digunakan untuk menilai kelayakan kredit seseorang.

“Media sosial bisa jadi salah satu indikator dalam penilaian kredit. Jadi, harus hati-hati,” ungkapnya.

Saat ini, pengguna media sosial, khususnya Instagram semakin populer di masyarakat, Dian mengimbau untuk berhati-hati penggunaannya.

Dengan adanya ICS, proses penilaian kredit diharapkan menjadi lebih inklusif dan akurat, namun juga mengharuskan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjaga jejak digital mereka.

Banyak Orang Indonesia Sulit Akses Produk Keuangan

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi mendorong para pelaku jasa keuangan untuk memperluas akses keuangan di daerah-daerah yang masih minim layanan.

Bahkan, kata dia, masih ada sejumlah wilayah, termasuk di Pulau Jawa, yang kesulitan dalam mengakses produk keuangan, seperti pembukaan rekening.

“Saya pernah mengunjungi daerah di Pulau Jawa yang masih kesulitan mengakses layanan keuangan. Bayangkan, bagaimana dengan daerah-daerah di luar Pulau Jawa?” ujarnya dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa, 12 November 2024.

Namun, Friderica tidak menyebutkan wilayah yang berada di Pulau Jawa yang dimaksudnya itu.

Kiki, panggilan akrabnya menyebutkan, banyak daerah yang secara geografis sulit dijangkau oleh jaringan internet, sehingga mempersulit masyarakat dalam mengakses layanan keuangan.

Dia pun mengimbau para pelaku jasa keuangan, termasuk perbankan, untuk aktif mendatangi wilayah-wilayah yang membutuhkan layanan ini.

“Kita perlu mendekatkan layanan keuangan kepada masyarakat, terutama yang berada di daerah-daerah yang belum terjangkau. Seperti program Agen Laku Pandai yang sudah kami jalankan," tambahnya.

Kiki juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mendukung penyediaan akses keuangan di wilayah-wilayah terpencil.

“Kami membutuhkan komitmen dari para pemimpin industri, untuk turun langsung mendatangi masyarakat yang sulit mengakses layanan keuangan,” pintanya.

Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, OJK juga berencana melanjutkan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) pada tahun 2025 mendatang.

Kiki mengungkapkan, fokus GENCARKAN pada tahun depan meliputi wilayah-wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Indonesia Timur.

“Gerakan ini akan kami teruskan, dan tahun depan kami akan memperluas jangkauan ke wilayah-wilayah lainnya yang membutuhkan perhatian khusus,” pungkasnya.

Apresiasi Peran Fintech dalam Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengapresiasi rangkaian kegiatan Bulan Fintech Nasional (BFN) dan Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2024.

Menurut Hasan, kedua event yang akan diselenggarakan pada 11-12 November 2024 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta tersebut perlu mendapat apresiasi karena selama ini bisnis fintech telah memberi warna terhadap stabilitas dan sistem keuangan nasional.

“Dulu, mungkin awal-awal fintech dipandang sebelah mata karena kegiatannya kecil, tapi sekarang saya kira apa yang kita lakukan sedikit banyak akan mempengaruhi dan memberi warna terhadap overall stabilitas sistem keuangan kita,” kata Hasan di konferensi pers launching Bulan Fintech Nasional (BFN) 2024 di Mal Kota Kasablanka, Senin, 11 November 2024.

Menurutnya, apresiasi perlu diberikan oleh pihak OJK karena kegiatan yang diinisiasi oleh asosiasi di bidang fintech ini selalu menawarkan hal baru yang positif. Oleh karena itu pihaknya mendukung para pelaku usaha di bidang fintech selama memiliki kesamaan orientasi, strategi dan visi untuk mengembangkan industri fintech di Tanah Air.

Selain mengembangkan bisnis fintech, ia juga meminta para pelaku usaha dan asosiasi mengedepankan perlindungan kepada konsumen serta mempertimbangkan untuk mengedepankan market conduct yang baik.

“Kita jangan mengabaikan bahwa kegiatan kita jangan sampai memengaruhi atau berdampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan kita,” tegasnya.

Sekadar informasi, IFSE 2024 merupakan kali keenam acara ini digelar sejak pertama kali diadakan pada 2019. Seperti tahun-tahun sebelumnya, IFSE akan mencakup dua agenda utama, yaitu Summit dan Expo

Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan IAKD OJK Djoko Kurnijanto menerangkan, Bulan Fintech Nasional tahun ini mengusung tema “Technology Convergence, Shaping the Future of Finance and Beyond” yang dianggap sangat relevan mengingat peran penting teknologi dalam kehidupan sehari-hari, terutama di sektor keuangan.

“Teknologi inilah yang kemudian akan menggambarkan bagaimana future finance ke depan,” ujar Djoko.

Djoko menambahkan bahwa teknologi saat ini menjadi penghubung bagi berbagai sektor keuangan, termasuk perbankan, asuransi, pasar modal, serta pendanaan bersama (B2PL), yang semuanya memanfaatkan teknologi untuk menciptakan inovasi dan kolaborasi lebih baik di masa depan.

“Makanya kenapa kami menggunakan topik Technology Convergence, karena memang disitulah titik temunya dari beberapa sektor di keuangan. Jadi apakah itu perbankan, asuransi, pasar modal, di B2PL, apakah juga di sektor-sektor pendukung lainnya, di sektor keuangan, semuanya menggunakan teknologi,” kata dia.

Selain itu, Djoko menuturkan, penyelenggaraan BFN dan IFSE 2024 merupakan wujud kolaborasi dan komitmen antar pemangku kepentingan termasuk dari otoritas, asosiasi dan industri dalam mewujudkan industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending yang sehat dan kuat.

“Pesannya pasti adalah bagaimana kita bisa menciptakan suatu industri fintech ini dengan lebih sehat dan lebih bermanfaat untuk ekonomi digital Indonesia,” tuturnya.

Menurut dia, selain untuk meningkatkan literasi keuangan digital, kolaborasi dan kemitraan juga menjadi modal penting dalam mengembangkan industri fintech P2P lending yang lebih tangguh ke depan.

Penyelenggaraan BFN mendapat dukungan dari asosiasi terkait seperti Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI).

“Ayo kita bersama-sama untuk bisa mengembangkan ekonomi digital untuk menjadi lebih baik lagi melalui serangkaian kolaborasi dan kemitraan,” ujarnya.

Melalui BFN, diharapkan masyarakat luas dan para pemangku kepentingan dapat memperoleh pemahaman dan pengetahuan yang lebih mendalam tentang layanan dan produk industri fintech P2P lending beserta risikonya sehingga dapat mengelola keuangan demi peningkatan kesejahteraannya dan menghindari pinjaman online ilegal atau tak memiliki izin dari OJK.

Adapun BFN 2024 didukung oleh kolaborasi antara asosiasi industri dan regulator, yang didedikasikan untuk meningkatkan pendidikan dan literasi dalam fintech sambil menginspirasi adopsi teknologi keuangan yang inovatif. (*)