KABARBURSA.COM - Komisi XI DPR RI mengusulkan Rancangan Undang-Undang atau RUU untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2025-2029. RUU yang diusulkan memuat delapan RUU Prolegnas 2025-2029 dan empat RUU Prioritas 2025.
Wakil Ketua Komisi XI, Fauzi Amro, mengatakan setidaknya ada tiga RUU yang diprioritaskan pihaknya yakni, RUU Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan, RUU Pengadaan Barang dan Jasa Publik, RUU tentang Penghapusan Piutang Negara, dan RUU tentang Ekonomi Syariah.
Kendati begitu, Fauzi mengaku hanya menegaskan dua RUU ke Badan Legislasi (Baleg) sebagai prioritas, yakni tentang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Menurutnya, RUU tersebut penting lantaran kekayaan negara yang dipisahkan ini berkaitan dengan deviden.
"Ini menjadi penting khususnya Komisi XI dan Badan Legislasi, karena kekayaan negara yang dipisahkan ini kan persoalan dividen. Kan jangan sampai ada negara di dalam negara," kata Fauzi kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 12 November 2024.
RUU ini, kata Fauzi, akan menguatkan posisi Menteri Keuangan sebagai bendahara negara. Misalnya, kata Fauzi, dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masuk dalam Kementerian Keuangan, baik dalam bentuk Penerimanan Negara Bukan Pajak (PNBP), pajak, cukai, maupun kapabeanan.
"Tiga pilar utama pendapatan negara itu kalaupun nanti, kalaupun ada dividen dari BUMN, itu masuk ke kas negara sebagai Bendahara Umum Negara (Kementerian Keuangan). Nah itu kita atur sedemikian rupa agar tidak ada tumpang-tindih," ungkapnya.
[caption id="attachment_99158" align="alignnone" width="991"] Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro. Foto: dpr.go.id.[/caption]
"Kekayaan negara yang dipisahkan itu berupa dividen. BUMN-BUMN itu kan kekayaan negara yang dipisahkan, kan ada dividen, dan dividen itu kita ingin dikelola utuh oleh Kementerian Keuangan," tambahnya.
Melalui regulasi itu, kata Fauzi, Komisi XI ingin mempertegas pengelolaan kekayaan negara yang dikelola Kementerian Keuangan. Dengan demikian, Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diajukan BUMN diharapkan memberikan feedback kepada negara.
Fauzi menjelaskan nantinya BUMN akan menerima PMN dan berutang. Saat ini ada beberapa BUMN yang meminta PMN sehingga Komisi XI perlu menghitung secara riil feedback yang diberikan kepada negara setelah PMN diberikan, baik itu dalam bentuk dividen maupun kontribusi terhadap ketenagakerjaan.
"Dalam konteks kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan tol (misalnya), kan ujung akhirnya itu memperpendek arus rantai pengiriman barang dan jasa. Kan akan berdampak ke harga, akan berdampak ke kesejahteraan masyarakat," jelasnya.
Fauzi mengatakan Komisi XI akan membuat naskah akademik RUU yang diajukan kepada Baleg. Dia pun berharap RUU Prioritas yang diusulkan dapat diselesaikan tahun depan.
Berikut delapan RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2025-2029 yang diusulkan Komisi XI:
Sementara 4 RUU Prioritas tahun 2025 diantaranya:
Baleg Tampung Usul RUU Semua Komisi
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan menuturkan, semua RUU jangka menengah 2025-2029 dan jangka pendek 2025 yang diusulkan 13 komisi akan dipilah seusai urgensinya. Saat ini, ia mengaku, Baleg hendak menentukan metode untuk memisahkan RUU apa yang sekiranya genting untuk segera dibahas.
"Tentang metode bagaimana supaya maksimal, karena kan dari periode ke periode itu sebenarnya sudah baik cuma karena kan terkadang ada yang terpuaskan dari yang bisa diharapkan atau diajukan dari pihak komisi dan hari ini kan kita sedang menampung permohonan atau permintaan daripada komisi terhadap rancangan undang-undang," kata Bob Hasan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 12 November 2024.
Karenanya, dia menilai Baleg perlu menetapkan satu metode untuk mengevaluasi. Setelahnya, kata Bob Hasan, Baleg akan melanjutkan langkah untuk memisahkan usul RUU yang diteruskan periode sebelumnya atau carry over dan usul RUU yang telah memiliki Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
"Artinya sudah ada pembahasan dan mana yang memang belum sama sekali, masih nol, agar semuanya terpenuhi dulu, semua persyaratan formil itu tentang NA, Naskah Akademik, meaning participation public, semuanya itu. FGD-FGD. Sehingga betul-betul bahwa undang-undang ini tidak dibuat dengan asal-asalan dan tergesa-gesa seperti itu," ungkapnya.
Selain itu, Bob Hasan juga meminta para pemimpin Komisi untuk mengajukan dua RUU yang genting untuk dibentuk. Hal itu dia lakukan untuk mengefisiensikan kerja legislasi DPR RI dalam membentuk regulasi bersama pemerintah. Akan tetapi, dia mengaku akan ada tantangan penyusunan RUU lantaran di periode ini terdapat 13 Komisi kerja DPR RI.
"Jadi kalau satu bulan satu, tujuh bulan itu kerjanya, lima bulan itu reses, maka hasilnya ya tujuh RUU. Sementara kalau 13 sekarang ini, yang mengajukan kalau sebetulnya dua, 13 komisi (berarti) 26 (RUU). Baleg belum lagi, belum termasuk Baleg dan sebagainya," jelasnya.
Lebih jauh, Bob Hasan juga membuka kemungkinan akan membentuk dua hingga tiga Panitia Kerja (Panja) dalam satu bulan untuk membahas dua hingga tiga RUU. "Kemungkinan dalam satu bulan itu akan terbentuk dua tim atau tiga tim Panja untuk membahas tiga atau dua atau tiga Rancangan Undang-Undang dan itu semuanya tidak boleh berkurang sama sekali nilai-nilai syarat formil sebagaimana NA, sebagaimana partisipasi publik, sebagaimana FGD, dan sebagainya dan juga pembahasan bersama pemerintah maupun DPD," tutupnya.