KABARBURSA.COM - Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.988,9 triliun pada 2024, namun diprediksikan target tersebut tidak akan tercapai.
Berdasarkan perkiraan Semester I-2024, penerimaan pajak diproyeksikan hanya akan mencapai Rp1.921,9 triliun, lebih rendah dari target awal.
Menurut Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, terdapat berbagai faktor internal dan eksternal yang menyebabkan penerimaan pajak mengalami kendala.
Dari sisi eksternal, Prianto menilai kondisi geopolitik global yang masih bergejolak menjadi salah satu penyebabnya. Dia berpendapat, meski kinerja wajib pajak (WP) belum sepenuhnya membaik sejak pandemi COVID-19, faktor geopolitik juga memainkan peran penting.
“Geopolitik yang tidak stabil, seperti peperangan dan upaya boikot produk dari negara tertentu, turut memengaruhi arus perdagangan dan penerimaan pajak,” kata Prianto kepada Kabar Bursa, Senin, 11 November 2024.
Dia merujuk pada boikot terhadap produk dari negara yang terlibat dalam konflik, seperti dukungan terhadap Israel dalam konflik Palestina, serta perang antara Ukraina dan Rusia yang memicu sentimen ekonomi global.
Menurutnya, konflik-konflik ini menciptakan perang ekonomi dan embargo perdagangan yang berpengaruh pada perekonomian, termasuk Indonesia.
“Kondisi geopolitik ini menciptakan sentimen tertentu yang mempengaruhi arus perdagangan dan, akhirnya, berdampak pada penerimaan pajak,” ujarnya.
Sedangkan faktor Internal, Prianto mengkritik kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang dianggap belum optimal dalam menggali potensi pajak.
Proses pemeriksaan kepatuhan pajak yang memakan waktu cukup lama dan prosedur keberatan yang bisa memperpanjang proses pembayaran pajak, dinilai menghambat pencapaian target penerimaan.
“Proses pemeriksaan pajak tidak selesai dalam setahun. Jika wajib pajak mengajukan keberatan, pembayaran pajak bisa ditunda hingga ada keputusan akhir,” ujarnya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru-baru ini menerbitkan daftar barang impor yang mendapatkan fasilitas pembebasan dari bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Daftar ini mencakup berbagai barang yang diimpor untuk kepentingan tertentu, termasuk suku cadang pesawat, kereta api, dan kapal laut.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8 Tahun 2024 mengenai Ketentuan Perpajakan dalam Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau yang lebih dikenal sebagai core tax system.
Dalam regulasi baru ini, Kemenkeu menetapkan aturan yang lebih ketat terkait pungutan pajak serta PPN pada beragam jenis barang dan jasa. Meski demikian, terdapat sejumlah barang khusus yang dikecualikan dari kewajiban bea masuk dan PPN. Beberapa barang tersebut antara lain buku pendidikan, peti jenazah, serta suku cadang yang penting bagi moda transportasi.
Mengacu pada pasal 219 dalam PMK Nomor 8 Tahun 2024, berikut adalah barang-barang yang dikecualikan dari pungutan bea masuk dan PPN:
1. Barang Perwakilan/PejabatNegara Asing
Barang-barang yang digunakan oleh perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik tidak dikenakan bea masuk dan PPN
2. Barang untuk Badan Internasional
Barang-barang yang digunakan oleh badan internasional serta pejabatnya yang bertugas di Indonesia, yang tidak memegang paspor Indonesia dan terdaftar secara resmi, juga dibebaskan dari bea masuk dan PPN
3. Hadiah atau Hibah untuk Kepentingan Sosial dan Keagamaan
Barang-barang yang dikirim sebagai hadiah atau hibah untuk tujuan keagamaan, sosial, kebudayaan, atau bantuan bencana mendapatkan pembebasan pajak
4. Barang untuk Keperluan Museum dan Konservasi
Barang yang dipergunakan oleh museum, kebun binatang, atau lokasi konservasi alam yang terbuka untuk publik dibebaskan dari pungutan pajak
5. Barang untuk Penelitian Ilmiah
Untuk mendukung kemajuan ilmu pengetahuan, barang-barang yang diperlukan untuk penelitian dan pengembangan ilmu juga termasuk dalam daftar barang bebas pajak
6. Barang Khusus untuk Penyandang Disabilitas
Barang-barang yang dirancang khusus untuk membantu penyandang disabilitas, seperti tunanetra, diberikan pengecualian pajak sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap kelompok ini
7. Peti atau Kemasan Jenazah
Kemasan yang digunakan untuk mengangkut jenazah atau abu jenazah juga tidak dikenakan bea masuk dan PPN
8. Barang Pindahan
Barang-barang yang dibawa masuk ke Indonesia sebagai barang pindahan termasuk dalam daftar pengecualian pajak
9. Barang untuk Kepentingan Umum yang Diimpor oleh Pemerintah
Barang-barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau daerah untuk kepentingan umum juga dibebaskan dari pungutan pajak
10. Perlengkapan Militer untuk Pertahanan Negara
Senjata, amunisi, dan perlengkapan militer serta suku cadangnya yang digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara mendapatkan pembebasan pajak
11. Barang untuk Produksi Pertahanan Negara
Bahan-bahan yang digunakan dalam produksi barang untuk pertahanan nasional juga termasuk dalam kategori barang bebas pajak
12. Vaksin Polio untuk Program Imunisasi
Sebagai bagian dari program imunisasi nasional, vaksin polio juga mendapat pengecualian bea masuk dan PPN
13. Buku Ilmiah dan Keagamaan
Buku-buku yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelajaran umum, serta kitab suci dan buku pelajaran agama bebas dari pungutan pajak untuk mendukung pendidikan
14. Kapal dan Suku Cadangnya
Kapal laut dan kapal angkutan serta suku cadangnya yang digunakan oleh perusahaan pelayaran nasional dibebaskan dari pungutan pajak sebagai upaya mendukung sektor pelayaran nasional
15. Pesawat Udara dan Suku Cadangnya
Pesawat udara beserta suku cadangnya, dan alat keselamatan penerbangan, juga alat keselamatan manusia yang digunakan oleh perusahaan penerbangan nasional juga termasuk dalam daftar barang bebas pajak, sebagai dukungan terhadap industri penerbangan
16. Kereta Api dan Prasarana Perkeretaapian
Suku cadang dan peralatan perbaikan kereta api yang diimpor untuk digunakan oleh perusahaan kereta api nasional juga tidak dikenakan bea masuk dan PPN
17. Peralatan untuk Pertahanan Nasional
Peralatan khusus untuk pengumpulan data wilayah Indonesia yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga dibebaskan dari pajak
18. Barang untuk Industri Hulu Minyak dan Gas
Barang-barang yang diimpor oleh kontraktor untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi juga masuk dalam kategori bebas pajak.
19. Barang untuk Usaha Panas Bumi dan Impor Sementara
Barang-barang yang digunakan dalam usaha panas bumi atau impor sementara yang kemudian diekspor kembali juga dikecualikan dari pungutan bea masuk dan PPN.
Selain mengatur pengecualian ini, kebijakan baru dalam PMK Nomor 8 Tahun 2024 ini juga memperjelas tata cara dan aturan terkait pungutan pajak bagi barang dan jasa yang tidak mendapatkan pengecualian.
Dengan menerapkan ketentuan ini, pemerintah berupaya menciptakan kebijakan perpajakan yang lebih terstruktur dan mendukung sektor-sektor penting di Indonesia, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dan transportasi. (*)