Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Paylater bisa Jadi ‘Robin Hood’ saat Kondisi Ekonomi tak Menentu

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 10 November 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Paylater bisa Jadi ‘Robin Hood’ saat Kondisi Ekonomi tak Menentu

KABARBURSA.COM - Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat saat ini, layanan kredit digital, seperti buy now pay later (BNPL) atau paylater, dipandang sebagai salah satu solusi untuk mendorong konsumsi.

Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, ketika daya beli masyarakat menurun, namun kebutuhan tetap, banyak individu mencari alternatif pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Bagi mereka yang kesulitan mengakses kredit tradisional, paylater menjadi pilihan utama,” kata Huda, Minggu, 10 November 2024.

Dia menjelaskan, bahwa sistem penyaluran kredit yang cepat, fleksibel, dan dilengkapi dengan mekanisme credit scoring yang hati-hati menjadikan paylater relevan dalam memberikan pembiayaan kepada masyarakat. Terutama di tengah ketidakpastian ekonomi, paylater bisa menjadi solusi untuk menstabilkan keuangan pribadi.

“Paylater menawarkan limit kredit yang dapat diakses dengan cepat, yang disertai dengan evaluasi kredit yang bijaksana. Ini membantu masyarakat untuk mengatur keuangan, serta dapat meningkatkan skor kredit mereka untuk akses ke produk finansial lainnya, khususnya perbankan,” ujar Huda.

Namun, Huda mengingatkan bahwa meskipun layanan ini memberikan kemudahan, paylater tetap memiliki risiko jika digunakan dengan tidak bijak. Pengguna perlu memahami kapasitas finansial mereka untuk mencegah terjadinya masalah pembayaran yang bisa berdampak negatif pada kesehatan keuangan.

Dari perspektif Huda, ada tiga peran utama paylater dalam perekonomian. Pertama, sebagai solusi bagi mereka yang memiliki keterbatasan dana, terutama kelompok masyarakat yang belum terjangkau layanan perbankan (underbanked). Kedua, sebagai alat bantu keuangan dengan sistem cicilan yang fleksibel.

“Terakhir, paylater membuka akses ke ekosistem keuangan yang lebih luas, memudahkan masyarakat untuk terlibat dalam sistem finansial digital,” tuturnya.

Utang Paylater Masyarakat Naik Dua Kali Lipat

Diberitakan sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa pembiayaan melalui layanan buy now pay later (BNPL) atau paylater mengalami peningkatan yang signifikan hingga September 2024.

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai outstanding pembiayaan BNPL yang disalurkan oleh perusahaan-perusahaan pembiayaan telah mencapai Rp8,24 triliun. Angka ini mencatat pertumbuhan sebesar 103,40 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Agustus 2024 yang mencapai 89,20 persen.

Namun, pertumbuhan yang cepat ini juga diiringi oleh peningkatan rasio pembiayaan bermasalah, atau non-performing financing (NPF) gross, yang naik dari 2,52 persen di bulan Agustus menjadi 2,60 persen pada September. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun permintaan terhadap layanan paylater meningkat, ada risiko yang mengintai terkait kemampuan debitur untuk memenuhi kewajiban pembayaran mereka.

Sektor perbankan juga tidak ketinggalan dalam mencatat lonjakan penyaluran paylater. Outstanding kredit BNPL di perbankan nasional mencapai Rp19,81 triliun pada September, tumbuh 46,42 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini pun lebih tinggi dibandingkan dengan angka Agustus yang tercatat sebesar 40,68 persen.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa pertumbuhan pesat pembiayaan BNPL perlu dicermati oleh para pemangku kepentingan. Menurutnya, lonjakan pembiayaan ini terjadi di tengah tanda-tanda pelemahan daya beli masyarakat, yang tercermin dari deflasi bulanan yang berlangsung dari Mei hingga September 2024.

“Saya melihat bahwa dorongan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tetap tinggi, meskipun kondisi ekonomi tidak sepenuhnya baik,” ungkap Huda, Sabtu, 2 November 2024.

Huda juga mengingatkan bahwa meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) telah memaksa banyak orang untuk mencari alternatif pendanaan, termasuk paylater.

Keterjangkauan dan kemudahan dalam proses pendaftaran dan pengajuan paylater menjadi salah satu alasan mengapa layanan ini semakin diminati masyarakat.

“Proses pengajuan kartu kredit yang lebih rumit dan ketidakpastian dalam penerimaannya membuat banyak orang lebih memilih paylater,” jelasnya.

Di balik kemudahan akses ini, terdapat potensi risiko pembiayaan bermasalah yang perlu diwaspadai. Huda menjelaskan bahwa proses penyaringan debitur untuk layanan paylater cenderung lebih lemah, sehingga memunculkan kekhawatiran mengenai kemampuan bayar debitur. Banyak dari pembiayaan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, dan saat cicilan utang melebihi pendapatan, debitur berisiko mengalami kesulitan dalam pembayaran.

“Ketika kewajiban cicilan melebihi pendapatan, tidak jarang kita melihat pembayaran cicilan menjadi terhambat,” kata Huda.

Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam menawarkan dan memanfaatkan layanan paylater, terutama dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Dengan laju pertumbuhan pembiayaan BNPL yang terus meningkat, OJK dan pihak terkait perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat untuk mengurangi risiko pembiayaan bermasalah. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas sektor keuangan dan melindungi konsumen dari jeratan utang yang tidak terkelola dengan baik.

Seiring dengan dinamika yang terjadi, konsumen juga diharapkan lebih bijak dalam menggunakan layanan paylater. Memahami batasan kemampuan finansial dan memilih opsi pembiayaan yang tepat menjadi kunci untuk menghindari masalah di masa depan. Dengan demikian, meskipun paylater menawarkan kemudahan dan aksesibilitas, tanggung jawab dalam mengelola keuangan tetap harus diutamakan.

Dengan latar belakang ini, perkembangan lebih lanjut dari industri pembiayaan, khususnya yang terkait dengan BNPL, akan menjadi perhatian penting untuk berbagai pemangku kepentingan. Penelitian lebih mendalam mengenai dampak sosial dan ekonomi dari pertumbuhan ini juga diperlukan untuk menciptakan kerangka regulasi yang lebih baik dalam mendukung ekosistem keuangan yang sehat.

Ke depan, semua pihak diharapkan dapat berkolaborasi untuk menciptakan solusi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan masyarakat tetapi juga menjaga kesehatan sektor keuangan. (*)