KABARBURSA.COM - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menyatakan keprihatinannya terkait nasib Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) yang kini terombang-ambing akibat kebijakan pemerintah yang kerap berubah.
Khudori mengatakan ini terkait dengan rencana pemerintah merubah posisi Bulog yang sebelumnya berada di bawah koordinasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), akan menjadi badan otonom yang berada di bawah kendali langsung Presiden.
Khudori menilai bahwa posisi Bulog terus berubah-ubah, seiring dengan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten.
Ia mengingatkan bahwa pada masa kepemimpinan Direktur Utama Bayu Krisnamurthi, Bulog diberi tugas untuk melakukan transformasi bisnis, dengan fokus pada penguatan aspek komersial dan perluasan pengelolaan hulu sektor pangan.
Upaya tersebut diharapkan dapat membuat Bulog lebih mandiri dan efisien dalam mengelola stok pangan nasional.
“Bulog itu terombang-ambing karena arahan yang berubah-ubah. Pak Bayu Krisnamurthi diangkat sebagai Dirut Bulog dengan misi transformasi dari Menteri BUMN, yaitu masuk ke hulu dan memperkuat aspek komersial,” kata Khudori kepada Kabar Bursa, Minggu, 10 November 2024.
Pada masa tersebut, Bulog bahkan membentuk posisi baru, yakni Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan, untuk mempercepat perubahan dan meningkatkan daya saing lembaga tersebut di pasar pangan. Namun, setelah pergantian kepemimpinan, kebijakan pemerintah kembali berubah. Kini, ada wacana untuk mengubah Bulog menjadi badan otonom yang langsung berada di bawah kendali Presiden.
“Selama sembilan bulan transformasi dilakukan, ada jabatan baru. Kini direksi baru dihadapkan pada misi yang berbeda, yakni mengubah bentuk kelembagaan Bulog menjadi bukan lagi BUMN,” ujar Khudori.
Khudori mengaku dirinya prihatin dengan kebingungan yang dihadapi jajaran Bulog di lapangan, yang harus beradaptasi dengan perubahan kebijakan yang cepat dan tidak terduga. Ia menilai, kebijakan yang tidak konsisten ini akan mempersulit upaya Bulog dalam menjalankan tugas utamanya, yakni menjaga kestabilan pangan.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan mengungkapkan pandangannya terkait transformasi Bulog. Dia menekankan bahwa tujuan utama dari perubahan kelembagaan Bulog haruslah untuk memastikan ketahanan pangan nasional dan menjamin ketersediaan pangan yang terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kata Johan, transformasi Bulog harus dilakukan dengan landasan untuk memperkuat peran lembaga tersebut dalam menjaga stabilitas pangan. Ia juga mendukung agar kelembagaan Bulog dilindungi dengan undang-undang agar fungsinya lebih maksimal.
“Saya mendukung transformasi Bulog, asal itu dilakukan dengan semangat untuk memperkuat ketahanan pangan. Kelembagaan Bulog harus dilindungi dengan Undang-Undang,” kata Johan dalam acara Focus Group Discussion (FGD), Kamis, 7 November 2024.
Johan juga mengusulkan untuk membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) jika diperlukan, guna memperkuat fungsi Bulog.
Ia menilai bahwa Indonesia saat ini memerlukan langkah tegas untuk mencapai swasembada pangan dalam lima tahun ke depan.
“Kalau perlu dengan Perppu untuk penguatan fungsi Bulog, kita dukung. Keinginan untuk swasembada pangan memang ada, tetapi kenyataannya kondisi pangan kita masih mengkhawatirkan,” ungkapnya.
Sedangkan, Ketua Komisi IV DPR Titiek Soeharto menyatakan bahwa pemerintah tidak perlu mencari model pertanian baru, melainkan bisa kembali menggunakan sistem yang terbukti efektif pada masa pemerintahan sebelumnya.
Titiek menilai, jika sistem pertanian pada era Orde Baru mampu menghasilkan swasembada beras, maka hal tersebut bisa dijadikan acuan untuk kebijakan pertanian masa kini, dengan penyesuaian sesuai konteks saat ini.
“Pemerintah tidak usah malu meniru kebijakan yang berhasil di masa lalu. Kalau sistem zaman dulu berhasil, kenapa tidak diterapkan lagi?” ucap Titiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 November 2024.
Dia menegaskan, apapun posisi Bulog, baik itu di bawah Kementerian BUMN atau Kementerian Pertanian, yang terpenting adalah memastikan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan tetap terjamin. Meski demikian, ia berpendapat lebih baik jika Bulog langsung berada di bawah Presiden untuk memperkuat koordinasi antar lembaga.
“Ya lihat saja nanti bagaimana. Semestinya di bawah presiden langsung,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan mendukung rencana transformasi Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) menjadi lembaga tersendiri yang tidak lagi berstatus sebagai BUMN.
Menurut Erick, perubahan tersebut merupakan langkah strategis yang sejalan dengan komitmen pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, untuk mencapai swasembada pangan di Indonesia.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya telah mendengar kabar tentang pembahasan transformasi Bulog yang saat ini tengah diproses di DPR RI.
“Saya mendengar bahwa ada komisi di DPR yang tengah membahas rencana ini, dan saya setuju dengan usulan tersebut,” kata Erick Erick usai menghadiri acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Jakarta, Kamis, 7 November 2024.
Menurutnya, keputusan untuk menjadikan Bulog sebagai lembaga yang lebih mandiri sangatlah tepat. Ini merupakan bagian dari upaya untuk menjalankan program besar yang telah digagas oleh Presiden Prabowo, yakni swasembada pangan.
Erick menekankan pentingnya memiliki badan yang dapat mengelola sektor pangan secara lebih efektif, apalagi terkait dengan operasional yang mencakup skala nasional. Tanpa adanya lembaga yang mampu mengoperasikan kebijakan pangan secara luas dan terintegrasi, sulit bagi Indonesia untuk mencapai target swasembada pangan.
“Jika kita berbicara tentang swasembada pangan, tentu kita membutuhkan lembaga yang bisa melakukan operasi massal. Tidak mungkin program besar seperti itu bisa berjalan tanpa adanya lembaga yang memiliki kapasitas untuk melaksanakannya,” jelas Erick.
Pernyataan ini merujuk pada tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan di pasar. Salah satu contoh yang ia sebutkan adalah ketika petani mengeluhkan harga pangan yang rendah, sementara di sisi lain, ketika harga pangan naik, tidak ada upaya yang cukup untuk memberikan solusi konkret.
Erick menilai, dalam situasi seperti ini, Bulog memiliki peran yang krusial untuk menjaga keseimbangan harga.
Lebih lanjut, Erick mengatakan bahwa Bulog seharusnya menjadi lembaga yang bisa mengontrol fluktuasi harga pangan yang seringkali memberatkan para petani maupun konsumen.
Sebagai contoh, ketika harga pangan mengalami lonjakan, petani seharusnya bisa mendapatkan manfaat lebih dari harga yang lebih tinggi, tetapi hal tersebut sering kali tidak terjadi.
Menurut Erick, Bulog harus memiliki kemampuan untuk menjaga “ekuilibrium” harga pangan, baik yang melibatkan stabilitas pasokan maupun kontrol terhadap harga agar tidak ada pihak yang dirugikan.
“Equilibrium atau keseimbangan harga pangan ini harus dijaga oleh Bulog, yang memiliki kemampuan untuk mengatur fluktuasi harga yang selama ini menjadi masalah,” tuturnya.
Dalam pertemuan dengan Komisi VI DPR beberapa waktu lalu, Erick juga menyoroti kebutuhan dana yang cukup besar untuk memastikan operasional Bulog dapat berjalan lancar.
“Bulog membutuhkan dana sekitar Rp26 triliun untuk mendukung operasionalnya. Namun, setelah dilakukan operasi pasar, dana tersebut mungkin bisa berkurang sekitar Rp5-6 triliun, seperti halnya yang terjadi pada Pertamina dan PLN yang telah diaudit oleh BPK,” paparnya.
Lanjut Erick Thohir menjelaskan, rencana menjadikan Bulog sebagai lembaga tersendiri ini telah dibahas secara langsung antara dirinya dengan Presiden Prabowo Subianto. Ia menegaskan bahwa topik ini sudah menjadi pembicaraan publik dan tidak ada hal baru yang disampaikan.
“Saya dan Presiden Prabowo sudah membicarakan ini, dan sudah cukup banyak orang yang membicarakan perubahan ini ke publik. Ini adalah langkah yang kami anggap perlu untuk memajukan sektor pangan Indonesia,” pungkas Erick Thohir.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Wahyu Suparyono mengungkapkan bahwa rencana transformasi kelembagaan Bulog akan menjadikannya lembaga yang langsung berada di bawah Presiden, bukan lagi di bawah koordinasi Kementerian BUMN. Hal ini, menurut Wahyu, akan memberikan lebih banyak fleksibilitas dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan pangan.
Wahyu menjelaskan bahwa transformasi ini sesuai dengan perintah Presiden Prabowo Subianto untuk mempersiapkan Bulog sebagai lembaga yang lebih mandiri dan efisien dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Meskipun demikian, Wahyu menegaskan bahwa saat ini belum ada keputusan resmi terkait apakah Bulog akan dipindahkan di bawah Kementerian Pertanian atau lembaga lainnya.
“Presiden telah meminta kami untuk mempersiapkan perubahan ini. Kami belum mendapat perintah apakah nantinya Bulog akan berada di bawah Kementerian Pertanian. Yang jelas, kami diminta untuk mempersiapkan transformasi ini,” kata Wahyu dalam sebuah kesempatan di Gedung DPR RI pada Rabu, 6 November 2024. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.