Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Prabowo Teken Kontrak Baru dengan China untuk Energi Hijau

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 10 November 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Prabowo Teken Kontrak Baru dengan China untuk Energi Hijau

KABARBURSA.COM - Presiden Prabowo Subianto baru saja menandatangani kontrak baru dengan pemerintahan China terkait energi hijau.

Penandatanganan dilakukan di sela-sela lawatan Prabowo ke China yang dijadwalkan pada 8 hingga 11 November 2024. Kesepakatan ini disebut-sebut sebagai babak baru dalam kolaborasi kedua negara memperkuat sektor energi bersih dan mineral hijau.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan dua pejabat tinggi China, yakni Menteri Perdagangan (MOFCOM) Wang Wentao dan Ketua National Development and Reform Commission (NDRC) Zheng Shanjie, turut berperan penting dalam pengesahan MoU ini.

Salah satu kesepakatan utama yang disepakati adalah kerja sama pengembangan industri mineral hijau, yang sejalan dengan visi global mempercepat transisi menuju energi berkelanjutan.

MoU antara Indonesia dan China di bawah MOFCOM berfokus pada pengembangan industri mineral hijau dari tahap penambangan hingga hilirisasi di Indonesia.

Kerja sama ini sejalan dengan komitmen kedua negara dalam memerangi perubahan iklim dan mendukung pengembangan energi bersih.

"MoU ini menjadi langkah konkret untuk memperkuat rantai pasok mineral berkelanjutan dan menciptakan peluang investasi besar dalam pengembangan energi bersih di kedua negara," ujar Bahlil setelah penandatanganan, dikutip dari Antara, Minggu, 10 November 2024.

Kerja sama ini diharapkan akan mendorong investasi signifikan dari perusahaan China untuk memperkuat industri mineral hijau di Indonesia, sebuah sektor yang menjadi kunci bagi masa depan energi bersih.

Istilah mineral hijau mengacu pada produk mineral yang diperlukan untuk industri ramah lingkungan dan rendah karbon, serta proses eksplorasi dan pemanfaatan mineral yang ramah lingkungan.

Dengan semakin mendesaknya kebutuhan global untuk mengurangi emisi karbon, mineral hijau seperti nikel, tembaga, dan litium menjadi bahan utama bagi industri kendaraan listrik, energi terbarukan, serta teknologi penyimpanan energi.

Indonesia, yang merupakan salah satu produsen terbesar nikel di dunia, memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok global mineral hijau.

"Melalui kerja sama ini, kita bisa mengembangkan industri mineral hijau bernilai tambah tinggi, yang sangat penting bagi pengembangan energi bersih sesuai arahan Presiden Prabowo," lanjut Bahlil.

MoU kedua yang ditandatangani dengan NDRC bertujuan untuk memperkuat kerja sama dalam pengembangan dan pemanfaatan sumber daya mineral yang penting bagi industri modern, seperti tembaga, bauksit, dan logam tanah jarang.

Kolaborasi ini membuka peluang bagi kedua negara untuk menjajaki investasi di sektor penambangan, hilirisasi, dan penguatan rantai pasok mineral yang aman dan berkelanjutan.

Selain itu, Kementerian ESDM Indonesia akan memainkan peran penting dalam memastikan kelancaran implementasi kerja sama ini. Diharapkan, investasi di sektor mineral Indonesia akan semakin meningkat, memperkuat posisi negara sebagai pemasok utama mineral bagi industri global.

PGEO Hingga ADRO Tersulut Energi Hijau

Di Indonesia, ada beberapa emiten yang memang berfokus pada pengembangan energi hijau dan energi baru terbarukan (EBT).

Sebut saja PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Anak perusahaan Pertamina ini berfokus pada pengembangan energi panas bumi.

Mereka menargetkan peningkatan kapasitas terpasang sebesar 1,7 GW pada tahun 2033, yang akan berkontribusi sekitar 27 persen dari target kapasitas terpasang Indonesia sebesar 6,1 GW.

Direktur Utama PGEO Julfi Hadi bahkan sangat berambisi untuk menjadi raksasa energi hijau dunia yang tidak hanya bermodal kapasitas PGE yang memiliki keunggulan kompetitif, tetapi juga menjadi lokomotif kedaulatan energi nasional.

Selain PGEO, ada pula PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA). Perusahaan awalnya bergerak di sektor batu bara, tetapi TOBA kini melakukan diversifikasi ke sektor energi hijau.

Mereka bahkan telah mengakuisisi 100 persen saham perusahaan pengelola limbah di Singapura.

Co-CEO TBS Pandu Sjahrir, menjelaskan akuisisi tersebut melanjutkan upaya ekspansi TBS untuk memperkuat posisi di sektor pengolahan limbah dan solusi lingkungan regional.

"Kami sangat gembira mengakuisisi bisnis dari organisasi yang terkenal dengan keunggulan operasionalnya. Rekam jejak SembEnviro dalam pengelolaan limbah sejaln dengan tujuan keberlanjutan kami," kata Pandu dalam keterangan resminya, dikutip Minggu, 11 November 2024.

Selanjutnya ada PT Lini Imaji Kreasi Ekosistem Tbk (FUTR). Setelah diakuisisi oleh Hexa Prima, FUTR membidik pasar energi hijau dengan fokus pada pengembangan proyek-proyek energi terbarukan.

Dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di bidang energi, PT Hexa Prima Nusantara berkomitmen untuk mendorong energi hijau dan efisiensi energi melalui investasinya di anak perusahaan FUTR, yaitu HPM (Hexa Putra Mekanikal) dan FEP (Futura Energy Prima).

PT Pertamina (Persero) juga ikut ambil bagian dari energi hijau ini. Melalui Subholding Power and Renewable Energy (NRE), Pertamina berkomitmen untuk mengembangkan portofolio energi hijau sebesar 17 persen pada tahun 2030. Mereka fokus pada delapan portofolio energi hijau, termasuk energi panas bumi, tenaga surya, dan bioenergi.

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Perusahaan tambang batu bara ini telah mulai beralih ke sektor energi terbarukan dengan mengembangkan proyek pembangkit listrik tenaga surya di lahan bekas tambang mereka.

Begitu pula dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Selain bisnis batu bara, Adaro telah berinvestasi dalam proyek energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik tenaga surya dan tenaga angin.

Perusahaan-perusahaan tersebut menunjukkan komitmen dalam mendukung transisi energi di Indonesia melalui investasi dan pengembangan proyek energi hijau.(*)