Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Donald Trump Menang, Kekayaan Elon Musk Bertambah Rp328,4 Triliun

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 07 November 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Donald Trump Menang, Kekayaan Elon Musk Bertambah Rp328,4 Triliun

KABARBURSA.COM - Kekayaan pendiri dan CEO Tesla, Elon Musk, melonjak hampir 8 persen atau setara dengan USD20,9 miliar (sekitar Rp328,402 triliun) dengan kurs Rp15.713 per dolar Amerika Serikat (AS), menyusul kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS.

Berdasarkan laporan Economic Times yang dikutip pada hari Kamis, 7 November 2024, kekayaan Musk kini mencapai USD285,6 miliar atau sekitar Rp4.492 triliun.

Kenaikan kekayaan Elon Musk ini menunjukkan bagaimana peristiwa politik dapat mempengaruhi pasar keuangan global.

Data Forbes Real-Time Billionaires mencatat bahwa lonjakan tersebut terjadi pada Rabu, 6 November 2024. Para analis mengaitkan kenaikan ini dengan ekspektasi investor terhadap kepemilikan saham Musk di Tesla dan perusahaan teknologi lainnya, yang secara historis merespon positif kebijakan pro bisnis.

Saham Tesla melonjak 14,8 persen pada Rabu setelah investor mengantisipasi bahwa pemerintahan Trump akan mendukung pertumbuhan Tesla, khususnya melalui kebijakan yang menguntungkan bagi industri kendaraan listrik.

Donald Trump diperkirakan akan memotong subsidi untuk energi alternatif, memberikan Tesla keunggulan dibandingkan pesaing yang lebih kecil.

Selain itu, tarif impor yang diusulkan terhadap produk China akan mengurangi peluang kendaraan listrik asal China memasuki pasar AS.

Seiring kenaikan saham Tesla, pesaingnya mengalami penurunan; saham Nio yang berkantor pusat di Shanghai, China, turun 5,3 persen, Rivian turun 8,3 persen, dan Lucid Group juga turun 5,3 persen.

Berdasarkan data Badan Informasi Energi AS, hingga pertengahan 2024, Tesla memimpin pasar kendaraan listrik di AS dengan pangsa pasar sebesar 48,9 persen.

Keterpilihan Trump dan Risiko bagi Ekonomi RI

Senior Economist Bank Mandiri, Reny Eka Putri menilai, keterpilihan Donald Trump dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di Amerika Serikat (AS) berpeluang meningkatkan inflasi harga komoditas energi yang dapat mendorong administered price.

Pasalnya, tutur Reny, Trump lebih fokus pada produksi energi fosil ketimbang mendukung transisi energi hijau. Dia menilai, hal tersebut akan berdampak pada peningkatan prospek permintaan dan harga minyak ke depan.

“Jika dilihat dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, maka terdapat risiko kenaikan inflasi harga energi yang dapat mendorong inflasi administered price,” kata Reny kepada Kabar Bursa, Kamis, 7 November 2024.

Sementara dampak keterpilihan Trump terhadap pasar keuangan, Reny menyebut, aset-aset USD berpeluang untuk kembali dilirik investor yang menekan rupiah untuk kembali melemah. Di samping itu, dia juga menilai adanya potensi pasar saham terkoreksi hingga yield obligasi domestik meningkat.

“Kita perlu mewaspadai aliran dana asing yang dapat keluar akibat kemenangan Trump,” ujarnya.

Untuk meredam volatilitas pasar yang kembali meningkat, Reny menilai, Bank Indonesia (BI) ke depan akan lebih defensif terhadap kebijakan suku bunganya untuk stabilisasi nilai tukar, sambil melihat perkembangan guidance The Fed, data ekonomi AS terakhir terkait inflasi dan tingkat pengangguran, serta spread antara UST yield dengan bunga acuan domestik.

Pasalnya, ungkap Reny, outlook inflasi yang kembali meningkat akan membuat The Fed lebih berhati-hati dalam memutuskan arah suku bunga acuannya. Apalagi, stance kebijakan Trump, seperti belanja tinggi dan pemotongan pajak berpotensi kembali meningkatkan inflasi AS ke depan, dan akan berimbas ke prospek pemangkasan suku bunga menjadi less aggressive.

“Bank Indonesia akan mengoptimalkan salah satunya melalui instrumen SRBI untuk stabilisasi rupiah ke depan,” jelasnya.

Di sisi lain, Reny juga menilai, keterpilihan Donald Trump juga berdampak pada kinerja perdagangan negara mitra, seperti Indonesia. Dia menyebut, tarif yang tinggi dari AS dapat menyebabkan perlambatan ekonomi di Tiongkok, terutama di sektor manufaktur.

“Perlambatan tersebut bisa memberikan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari hitungan kaki, penurunan 1 perseb PDB (Produk Domestik Bruto) Tiongkok akan menurunkan 0,37 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ungkapnya.

Kendati demikian, Reny tak menampik terdapat sisi positif dari keterpilihan Trump dalam Pemilu AS. Dia menyebut, Indonesia memiliki peluang ekspor ke AS yang dapat meningkatan peluang masuknya investasi dari Tiongkok.

Tarif pajak yang tinggi terhadap produk Tiongkok, kata Reny, menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendiversifikasi komoditas ekspor ke AS. Relokasi produksi produk Tiongkok ke Indonesia juga berpotensi dapat meningkatkan investasi asing ke Indonesia.

“Peningkatan investasi yang saat ini menjadi salah satu penggerak ekonomi, diharapkan dapat mendorong ekonomi untuk tetep tumbuh solid di sekitar 5 persen pada tahun 2024 dan 2025,” tutup Reny. (*)