KABARBURSA.COM - Bank Sentral Inggris atau Bank of England (BOE) berencana untuk melakukan pemangkasan suku bunga kedua kalinya di tahun ini.
Keputusan pemangkasan suku bunga ini sebenarnya masih menjadi tanda tanya, karena muncul di tengaj ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS dan dampak dari anggaran Inggris yang baru diumumkan oleh Menteri Keuangan Rachel Reeves.
Suku bunga acuan yang saat ini berada di angka 5 persen kemungkinan besar akan dipotong sebesar 0,25 poin persentase, turun persen menjadi 4,75 persen. Namun, jalur kebijakan suku bunga selanjutnya tampak lebih rumit dan penuh tantangan.
Penurunan suku bunga ini menjadi opsi karena didorong oleh melambatnya laju inflasi di Inggris, yang jauh lebih cepat dari perkiraan.
Inflasi tercatat di angka 1,7 persen pada bulan September, di bawah target Bank of England. Penurunan inflasi ini memberi ruang bagi bank sentral untuk mengurangi suku bunga dan memberikan stimulus tambahan bagi ekonomi Inggris yang tengah menghadapi tekanan.
Penurunan suku bunga juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan membuat pinjaman lebih murah bagi bisnis dan konsumen.
Namun, rencana pemotongan suku bunga ini tidak dapat dilepaskan dari latar belakang ekonomi yang lebih luas, baik di dalam maupun luar negeri. Sebab, situasi ekonomi Inggris dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu dampak dari anggaran pemerintah yang baru dan ketidakpastian akibat kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS.
Namun, ada sedikit pertentangan terkait rencana pemotongan suku bunga ini. Diketahui, anggaran yang diumumkan oleh Menteri Keuangan Rachel Reeves dianggap sebagai salah satu pelonggaran fiskal terbesar dalam beberapa dekade.
Pemerintah Inggris berencana untuk meningkatkan pinjaman sebesar EUR30 miliar per tahun untuk mendanai investasi publik dan memperbaiki layanan publik. Meskipun anggaran ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi jangka pendek, hal ini juga diperkirakan akan memicu peningkatan inflasi dalam beberapa tahun mendatang.
Para ekonom memperingatkan, bahwa rencana anggaran ini dapat mencegah Bank of England dari melakukan serangkaian pemotongan suku bunga yang lebih agresif. Stimulus fiskal yang besar ini dapat menyebabkan inflasi lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya, sehingga memaksa BOE untuk mempertahankan suku bunga yang lebih tinggi guna mengendalikan tekanan harga di masa depan.
Beberapa ahli memperkirakan bahwa tanpa anggaran ini, BOE mungkin bisa memangkas suku bunga sebanyak 50 basis poin lebih rendah.
Ben Nabarro, kepala ekonom Inggris di Citigroup, menyatakan bahwa pelonggaran fiskal ini membuat BOE lebih sulit untuk mempercepat pemotongan suku bunga dan mengikuti langkah bank sentral lainnya.
Sementara itu, kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS menambah lapisan ketidakpastian baru terhadap ekonomi global. Trump dikenal karena kebijakan proteksionisnya, termasuk ancaman perang dagang baru yang dapat mengguncang pasar internasional.
Jika kebijakan perdagangan yang lebih keras diberlakukan, hal ini dapat menekan permintaan global dan menghambat pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di AS tetapi juga di seluruh dunia, termasuk Inggris.
Namun, dampak langsung dari pemilu AS mungkin belum sepenuhnya tercermin dalam keputusan suku bunga BOE kali ini. Tetapi, banyak pihak yang akan memperhatikan dengan seksama bagaimana Gubernur Bank of England Andrew Bailey, merespons dalam konferensi pers setelah pengumuman suku bunga.
Apakah kemenangan Trump akan memaksa BOE untuk lebih berhati-hati dalam mengambil langkah-langkah kebijakan moneter di masa depan?
Keputusan untuk memangkas suku bunga ini kemungkinan besar akan didukung oleh mayoritas anggota Komite Kebijakan Moneter (Monetary Policy Committee/MPC).
Survei Bloomberg menunjukkan bahwa delapan dari sembilan anggota komite diperkirakan akan mendukung penurunan suku bunga, dengan hanya satu anggota, Catherine Mann, yang diperkirakan akan menentang keputusan ini.
Mann sebelumnya telah menyatakan kekhawatirannya bahwa BOE mungkin terlalu cepat melonggarkan kebijakan moneter di tengah ketidakpastian inflasi yang lebih tinggi di masa depan.
Sementara, pemungutan suara pada bulan Agustus lalu berakhir dengan selisih tipis (5 banding 4) untuk mendukung pemotongan suku bunga pertama sejak pandemi. Kali ini, para ekonom yakin bahwa mayoritas besar akan memilih langkah pemotongan yang lebih lanjut.
Meskipun penurunan suku bunga saat ini hampir dipastikan, arah kebijakan moneter BOE di masa depan tampak lebih tidak pasti.
Anggaran Inggris yang memperbesar defisit dan potensi kebijakan perdagangan proteksionis dari Trump di AS, mungkin akan menambah tekanan inflasi global dan membuat BOE harus lebih berhati-hati dalam melonggarkan kebijakan moneter lebih jauh.
Namun, banyak analis memperkirakan bahwa BOE akan mempertahankan pendekatan bertahap dalam menurunkan suku bunga di masa depan.
Gubernur Bailey kemungkinan akan mengulangi panduan yang diberikan pada bulan September, di mana MPC menekankan perlunya pendekatan "bertahap dan pertemuan demi pertemuan" dalam pelonggaran kebijakan.
Dalam situasi yang serba tidak pasti ini, BOE tampaknya akan berhati-hati untuk tidak terlalu cepat melakukan penurunan suku bunga lebih jauh. Tetapi, pada saat yang sama, BOE akan terus memberikan dukungan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi Inggris.
Jadi, keputusan Bank of England untuk memangkas suku bunga didorong oleh inflasi yang lebih rendah dari perkiraan, tetapi jalur kebijakan di masa depan dipenuhi tantangan.
Dampak dari anggaran besar Inggris dan ketidakpastian ekonomi global akibat kemenangan Donald Trump menciptakan dilema bagi BOE.
Meskipun penurunan suku bunga mungkin diharapkan dalam jangka pendek, pendekatan BOE terhadap kebijakan moneter selanjutnya akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global dan domestik di masa depan.(*)