KABARBURSA.COM - Sesuai dengan prediksi global, dolar melesat ke level tertinggi dalam empat bulan terakhir pada perdagangan Kamis pagi, 7 November 2024. Inflasi pun terdorong usai Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.
Trump berhasil menang atas pesaingnya, Kamala Harris dari Partai Demokrat dan membawa Partai Republik kembali ke Gedung Putih. Mereka berhasil mengamankan mayoritas kursi di Senat AS, sementara kendali DPR masih belum ditentukan.
Kemenangan ini memberi peluang lebih besar bagi partai untuk mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang lebih agresif, yang dapat berdampak signifikan pada pergerakan mata uang global.
Indeks Dolar (DXY), yang mengukur kekuatan greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama, melonjak 1,67 persen menjadi 105,10, mencapai level tertinggi sejak Juli. Sementara, Euro anjlok sebesar 1,81 persen menjadi USD1,0732.
Ddolar AS menguat sebesar 1,85 persen terhadap yen Jepang, mencapai 154,7 yen, level tertinggi sejak Juli. Penguatan yen ini memicu kekhawatiran di Jepang, dengan pemerintah Jepang mengatakan bahwa mereka akan memantau pergerakan pasar valuta asing dengan rasa urgensi yang lebih tinggi.
Chief Cabinet Secretary Jepang Yoshimasa Hayashi, menegaskan bahwa pemerintah Jepang siap campur tangan jika terjadi pergerakan spekulatif yang merugikan yen.
Trump dikenal dengan kebijakan pro-bisnis, seperti pembatasan imigrasi ilegal, pengenaan tarif baru, penurunan pajak, dan deregulasi. Kebijakan-kebijakan ini diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi di AS, yang pada gilirannya dapat mengurangi tekanan pada Federal Reserve untuk memangkas suku bunga lebih lanjut.
“Inflasi bisa meningkat dan memaksa Federal Reserve untuk lebih berhati-hati dalam melakukan pelonggaran kebijakan moneter, yang akan memberikan dampak positif bagi dolar,” ujar Nikos Tzabouras, analis di Tradu.
Beberapa negara yang menjadi mitra dagang utama AS seperti zona euro, Meksiko, China, dan Kanada kemungkinan akan terkena dampak tarif baru dari kebijakan Trump.
Hal ini dapat memukul pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut dan memperbesar perbedaan suku bunga mereka dengan AS, yang pada akhirnya membebani mata uang mereka dan memperkuat dolar.
Kemenangan Trump juga membawa ketidakpastian bagi pasar global, yang sebelumnya telah mengambil langkah-langkah pencegahan menjelang pemilu.
Namun, Head of Execution di MillTechFX dan Millennium Global Nick Wood, mencatat bahwa sebagian besar pelaku pasar mengambil posisi ringan, memungkinkan mereka untuk lebih sabar dalam menentukan langkah.
Meskipun saat ini dolar menguat, terdapat kekhawatiran bahwa dalam jangka panjang Trump mungkin lebih memilih kebijakan dolar yang lemah.
Sepanjang karier politiknya, Trump secara terbuka menentang prinsip dolar yang kuat dan lebih memilih mata uang yang lemah untuk mendukung ekspor AS.
"Tantangan terbesar bagi dolar ke depan adalah preferensi Trump terhadap mata uang yang lemah," kata Tzabouras.
"Selama masa jabatannya sebelumnya, ia mendorong suku bunga yang lebih rendah, dan ini dapat menjadi hambatan bagi dolar di masa depan ketika kebijakan ini mulai berlaku."
Sementara itu, Federal Reserve diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir pertemuan dua hari mereka yang berakhir pada Kamis. Investor juga menantikan petunjuk lebih lanjut mengenai apakah Fed akan melanjutkan siklus pemotongan suku bunga pada Desember.
Kenaikan pesat pada laporan ketenagakerjaan pada September 2024 membuat beberapa investor meragukan apakah pemotongan lebih lanjut masih diperlukan.
Di Eropa, Bank of England diprediksi juga akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, sementara Riksbank di Swedia diperkirakan akan melonggarkan suku bunga sebesar 50 basis poin.
Namun, tidak demikian dengan Norges Bank, yang kemungkinan akan mempertahankan suku bunga mereka saat ini.
Kemenangan Trump dalam pemilihan presiden AS membawa pengaruh besar pada pasar mata uang global, terutama penguatan dolar AS. Kebijakan pro-bisnis dan pertumbuhan yang dijanjikan oleh Trump mendorong ekspektasi inflasi yang lebih tinggi di AS, yang dapat mengurangi ruang gerak Federal Reserve untuk memangkas suku bunga lebih lanjut.
Di sisi lain, mitra dagang AS seperti zona euro, Meksiko, dan China harus bersiap menghadapi tarif baru yang berpotensi membebani ekonomi mereka dan memperlebar selisih suku bunga dengan AS.
Meskipun dolar saat ini sedang kuat, ada kekhawatiran bahwa preferensi Trump terhadap mata uang yang lebih lemah dapat mengubah tren ini dalam jangka panjang.(*)