Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Kemenkeu Terapkan Sistem Coretax, Penerapan Dimulai pada Januari 2025

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 06 November 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Kemenkeu Terapkan Sistem Coretax, Penerapan Dimulai pada Januari 2025

KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan rincian pelaksanaan sistem administrasi perpajakan inti atau Core Tax Administration System (CTAS) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024.

Regulasi ini bertujuan untuk memastikan penerapan sistem coretax dapat berlangsung sesuai dengan rencana, ungkap Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti di Jakarta, Rabu 6 November 2024.

Penjelasan teknis terkait coretax tertuang dalam Pasal 464 hingga 467 PMK tersebut.

Mulai masa pajak Januari 2025, pemenuhan kewajiban perpajakan, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PPB) untuk tahun pajak 2025, akan dilakukan secara terpusat menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Sementara itu, tata cara pembayaran pajak dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS), serta mekanisme penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak beserta bunga imbalan, akan diatur oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Adapun pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 juga akan diatur oleh Direktur Jenderal Pajak bersama dengan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan coretax dijelaskan dalam Pasal 465 PMK 81/2024. Dwi menambahkan bahwa saat ini coretax sudah memasuki tahap akhir uji coba untuk memastikan sistem ini stabil dan siap diterapkan.

Sambil mempersiapkan implementasi sistem ini, DJP juga melaksanakan program edukasi secara bertahap kepada wajib pajak. Edukasi tahap I, yang mencakup pengenalan aplikasi, menargetkan 81.450 wajib pajak. Hingga saat ini, 63.393 wajib pajak atau sekitar 77,83 persen dari target nasional telah berhasil teredukasi.

Untuk Edukasi Tahap II, fokus diberikan kepada wajib pajak yang belum mengikuti tahap pertama, dengan prioritas tidak diberikan kepada konsultan pajak. Pada tahap ini, sebanyak 7.468 wajib pajak telah menerima pelatihan.

Sistem Inti Admnistrasi Perpajakan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa mengenai Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS) yang dimiliki Indonesia akan menjadi sistem pajak terbesar di dunia.

Kata dia, pembangunan sistem ini merupakan yang terbesar dibandingkan dengan negara lain seperti Selandia Baru dan Kanada, yang skala pembangunannya tidak sebesar Indonesia.

“Ini mungkin termasuk pembangunan Core Tax terbesar di dunia. Negara-negara seperti New Zealand, Kanada, enggak sebesar Indonesia. Ini mungkin yang terbesar di dunia,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu 21 Agustus 2024.

Sri Mulyani menargetkan peluncuran sistem tersebut akan dilakukan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan, meskipun diakuinya masih banyak masalah yang ditemukan selama uji coba.

Dia berharap sistem ini bisa beroperasi secara penuh setelah diluncurkan, meski dukungan implementasi akan terus berlanjut.

“Kami berharap bisa diluncurkan paling tidak akhir tahun ini atau awal tahun depan akan bekerja, live, sudah hidup, dan dengan demikian projeknya bisa diselesaikan meskipun implementation support akan continue,” tuturnya.

Diungkapkannya, pembangunan sistem ini sempat tertunda akibat pandemi COVID-19, dan baru dimulai kembali pada tahun 2022, dan dilakukan uji coba pada tahun 2023.

Uji coba ini mengungkap berbagai masalah dalam sistem, termasuk fungsi-fungsi yang belum bisa diintegrasikan sehingga perlu dilakukan beberapa perancangan ulang.

“2023 kemarin melakukan testing dari berbagai fungsi dan di situ mulai muncul loh, kenapa fungsinya hanya ini, fungsi ini, kenapa belum dapat dimasukkan atau harus dimasukkan sehingga ada konsekuensi dari berbagai re-design berdasarkan tes-tes yang kita lakukan,” jelasnya.

Selain itu, kendala lain yang dihadapi adalah migrasi data dari sistem sebelumnya ke sistem baru, terutama karena Indonesia memiliki 78 juta wajib pajak dengan jutaan transaksi setiap harinya.

Sri Mulyani menekankan pentingnya migrasi data yang hati-hati agar tidak mengganggu kinerja sistem perpajakan dan memastikan data lama tetap terjaga.

“Yang rumit lagi migrasi data, terus terang kita bicara 78 juta Wajib Pajak, tetapi transaksinya itu jutaan per hari. Jadi data migration dilakukan hati-hati pada saat kita melakukan ini fungsi pajaknya tetap jalan,” tuturnya.

Ia juga menyatakan bahwa proses migrasi data masih berlangsung dan memerlukan perhatian ekstra untuk memastikan data lama tetap aman dan ada cadangan jika terjadi sesuatu. Tantangan lainnya adalah mengubah pola pikir 40.000 karyawan DJP yang nantinya harus bekerja berdasarkan sistem baru tersebut.

“Jadi ini yang kita terus lakukan. Data migration tetap continue sampai sekarang making sure old data di migrasi tetapi tidak hilang kalau terjadi apa kita masih punya backup. Dan yang lebih rumit lagi mengubah mindset 40.000 karyawan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), karena nanti mereka bekerja base on system,” pungkasnya.(*)