KABARBURSA.COM - Donald Trump mulai mendekati kemenangan. Mengutip NBC News Rabu siang, 6 November 2024, Trump melaju dengan catatan suara mencapai 246 suara elektoral (electoral vote), mengugguli Kamala Harris yang baru mengumpulkan suara sebanyak 189.
Penghitungan suara memang masih berlangsung, namun pasar bereaksi cukup kuat dari perhelatan akbar ini. Reaksi seperti ini memang selalu hadir setiap pemilu AS berlangsung dan hasilnya pun sangat bervariasi.
Dicatat oleh Henry Allen dari DB, sejak tahun 2000. S&P 500, misalnya, tercatat naik dalam tiga kasus pada akhir November, dan turun pada tiga kasus lainnya. Sedangkan imbal hasil Treasury 10 tahun turun pada empat pemilu dan naik di dua pemilu.
Intinya, pasar memang sudah memperhitungkan ekspektasi hasil pemilu. Hanya saja, peristiwa-peristiwa lainnya ikut mempengaruhi reaksi pasar.
Reaksi paling mengejutkan adalah pada Pemilu 2016, di mana Trump menang atas Clinton. Kemenangan tersebut memicu lonjakan besar pada imbal hasil Treasury.
Selanjutnya, pada Pemilu 2020, bertepatan dengan munculnya Covid-19. meskipun pasar menguat setelah hasil pemilu, pengumuman vaksin dari Pfizer yang datang pada minggu berikutnya turut memberi dorongan lebih lanjut.
Di 2012, pasar mengalami penurunan karena kekhawatiran terhadap tebing fiskal dan krisis utang di Eropa. Sedangkan pada 2008, pasar anjlok tajak akibat krisis keuangan global.
Dan tahun ini, akan banyak perhatian tertuju pada keputusan Federal Reserve (The Fed) yang akan diumumkan Kamis, 7 November 2024, besok.
Pada Pemilu AS di tahun 2016, Donald Trump dari Partai Republik berhadapan dengan Hillary Clinton dari Partai Demokrat. Ini adalah salah satu pemilu yang paling kontroversial dan mengejutkan dalam sejarah politik Amerika.
Clinton, seorang Menteri luar Negeri dan Ibu Negara, diperkirakan banyak pihak akan memenangkan pemilu ini. Maklum saja, ia unggul dalam jajak pendapat serta pengalamannya di dunia politik. Hampir mirip dengan lawan Trump saat ini, yaitu Harris.
Poling nasional pun demikian, Clinton unggul dan banyak prediksi serta pasar taruhan yang memberikan kemenangan untuknya.
Tapi, hasil pemilu berkata lain. Trump memenangkan electoral college dan menjadi Presiden ke-45 AS meskipun kalah dalam suara populer.
Trump sendiri tidak memiliki pengalaman politik tradisional dan dikenal karena statusnya sebagai pengusaha real estate serta selebriti. Tetapi, ia berhasil memenangkan suara di sejumlah negara bagian kunci, terutama di wilayah Midwest dan Rust Belt, yang menjadi titik balik kemenangan.
Beberapa negara bagian lainnya, seperti Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin, secara tiba-tiba memberikan suaranya ke Trump di electoral college.
Kemenangan yang mengejutkan ini membuat pasar bereaksi keras. Ada lonjakan tajam pada imbal hasil Treasury dan pasar saham. Ini sangat kontras dengan apa yang diperkirakan banyak orang sebelum pemilu, di mana analis dan investor menganggap kemenangan Clinton akan membuat pasar lebih stabil.
Tapi, kali ini pasar meresponnya dengan kecemasan, karena Trump dikenal dengan kebijakan proteksionis dan populis. Ketidakpastian kebijakan ekonomi Trump, termasuk potensi kebijakan pajak yang lebih rendah dan pengeluaran pemerintah yang lebih besar, memicu kenaikan tajam pada imbal hasil obligasi. Begitu pula dengan imbal hasil Treasury 10 tahun yang naik signifikan. Keduanya mencerminkan harapan terhadap potensi stimulus fiskal yang besar dan reformasi pajak yang direncanakan oleh trump.
Selanjutnya, pada 9 November 2016, saat hasil pemilu diumumkan, imbal hasil Treasury 10 tahun naik sekitar 20 basis poin. Kemudian, naik lagi 9 basis poin di hari berikutnya dan terus menerus seperti itu di hari-hari berikutnya lagi.
Pada akhirnya, imbal hasl Treasury 10 tahun naik dari 1,85 persen pada malam pemilu menjadi 2,44 persen pada akhir tahun 2016.
Salah satu hasil utama kemenangan Trump adalah pengesahan Tax Cuts and Jobs ACT (TCJA) pada 2017. Kebijakan tersebut memberikan pemotongan pajak besar untuk individu dan perusahaan. Kebijakan itu dirancang untuk merangsang pertumbuhan ekonomi melalui pemotongan pajak korporasi dan pengurangan pajak penghasilan individu. Juga, membantu meningkatkan kepercayaan pasar terhadap kebijakan ekonomi Trump yang mendukung kenaikan imbal hasil Treasury.
Tidak hanya memberikan kenaikan signifikan pada imbal hasil Treasury 10 tahun, kemenangan Trump ini juga memberikan kekuasaan penuh kepada Partai Republik.
Partai tersebut berhasil mempertahankan kontrol atas kedua majelis Kongres, baik Senat maupun Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan kontrol penuh atas legislatif dan eksekutif ini, Partai Republik memiliki kekuatan untuk mengimplementasikan kebijakan mereka tanpa banyak hambatan dari oposisi Demokrat, yang membuka peluang bagi reformasi pajak dan kebijakan fiskal lebih lanjut.
Ada banyak hal yang berkontribusi pada kemenangan Trump saat itu, di antaranya ia berhasil menyuarakan ketidakpuasan banyak pemilih, terutama di wilayah Rust Belt dan kelaa pekerja. Mereka merasa tertinggal oleh globalisasi dan kebijakan ekonomi tradisional.
Pesannya yang bernada anti-establishment dan fokus pada proteksionisme perdagangan resonan dengan banyak pemilih yang merasa dikesampingkan oleh kebijakan-kebijakan sebelumnya.
Selanjutnya, Trump mengampanyekan pembatasan ketat terhadap imigrasi dan membangun tembok di perbatasan AS-Meksiko, yang menarik perhatian publik yang khawatir tentang masalah imigrasi ilegal dan keamanan nasional.
Trump juga berhasil memanfaatkan debat-debat pemilu dengan strategi yang agresif dan sering kali kontroversial, yang memperkuat citranya sebagai pemimpin yang tidak takut untuk melawan status quo politik. Meskipun kontroversial, gaya debat Trump terbukti berhasil menarik perhatian banyak pemilih.
Lalu, bagaimana reaksi pasar di pemilu sebelumnya?
2020: Joe Biden Vs Donald Trump
Pada pemilu 2020, pasar langsung reli. Diawali dengan prospek pemerintahan terpecah dengan hasil pemilu Senat Georgia yang belum pasti. Lantas, berita vaksin memberikan dorongan tambahan.
Awalnya, hasil pemilu tidak pasti karena Presiden Trump melampaui jajak pendapat dan margin kemenangan Biden lebih ketat dari yang diperkirakan. Namun, sinyal kemenangan Biden kian jelas, meski hasilnya diumumkan secara resmi pada Sabtu.
Pasar awalnya menguat karena skenario pemerintahan terpecah, yaitu Biden menang namun Partai Republik tetap menguasai Senat. Kala itu, kontrol Senat ditentukan oleh dua pemilu putaran kedua di Georgia pada awal Januari.
Meski akhirnya Partai Demokrat menang dan mengasai Senat, hal ini tidak masuk dalam prediksi. Narasi pasar saat itu adalah pemerintahan yang pecah lantaran Senat yang dipimpin Partai Republik bisa menghalangi kenaikan pajak dan regulasi yang lebih ketat.
Meskipun Senat yang dipimpin Partai Republik kemungkinan akan mengurangi stimulus fiskal, pasar memperhitungkan lebih banyak kebijakan dari Fed yang memberi dorongan likuiditas. Setelah pemilu, pasar mendapat dorongan lebih lanjut dari pengumuman vaksin Pfizer, yang diikuti oleh pengumuman vaksin lainnya.
Vaksin tersebut memiliki tingkat efikasi yang lebih tinggi dari yang diperkirakan, yang meredakan kekhawatiran bahwa masyarakat mungkin harus hidup dengan pandemi Covid-19 secara permanen dan memberikan harapan untuk kembali ke normalitas. Oleh karena itu, aset berisiko seperti saham menguat setelah pemilu, meskipun peristiwa terkait pandemi, juga menjadi faktor yang sangat penting pada tahun itu.
Hasil pemilu 2012 pada dasarnya sesuai dengan ekspektasi, karena masa jabatan kedua Obama sudah diperkirakan dan hasilnya sudah jelas pada malam pemilu. Namun, pasar merespons dengan pergerakan risk-off setelah pemilu, dengan S&P 500 turun -2,4 persen pada hari setelah pemilu dan -1,2 persen pada hari berikutnya.
Kekhawatiran utama saat itu adalah "tebing fiskal", yaitu otomatisnya pemotongan pengeluaran dan kenaikan pajak yang dijadwalkan berlaku pada awal 2013, yang bisa menyebabkan penurunan besar dalam pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Partai Republik mempertahankan kendali atas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang berarti pemerintahan Obama harus berkompromi dengan Republik untuk bisa mencapai kesepakatan anggaran.
Di sisi lain, krisis utang di Eropa juga menambah ketidakpastian global. Pasar menunggu keputusan Uni Eropa mengenai pencairan dana bailout terbaru, yang menyebabkan spread obligasi sovereign melebar.
Imbal hasil obligasi 10 tahun Italia terhadap bunds, misalnya, melebar +7bps pada hari setelah pemilu dan +13bps pada hari berikutnya. Dengan ketidakpastian yang semakin meningkat di Eropa, sentimen pasar global menjadi semakin negatif.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.