KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan konsumsi rumah tangga Indonesia pada kuartal III 2024 tumbuh 4,91 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini turun dibandingkan kuartal III 2023 maupun kuartal II 2024.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, jika dibandingkan dengan sebelumnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga turun tipis 0,2 persen dari 4,93 persen pada kuartal II 2024.
Meskipun demikian, dibandingkan Kuartal III 2023, pertumbuhan konsumsi rumah tangga periode ini turun 0,15 persen dari 5,06 persen.
“Kalau kita bandingkan dengan kuartal II 2024 ini tipis sebenarnya melambatnya, sangat tipis, hanya 0,02 persen,” kata Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 5 November 2024.
Kemudian berdasarkan kontribusinya ke pertumbuhan ekonomi kuartal III 2024 yang sebesar 4,95 persen, konsumsi rumah tangga periode ini sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun pada periode ini kontribusinya ke pertumbuhan ekonomi sebesar 53,08 persen sedangkan pada Kuartal III 2023 hanya 52,62 persen.
Akan tetapi, dibandingkan kuartal sebelumnya, kontribusi konsumsi rumah tangga periode ini turun, di mana kontribusi konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2024 mencapai 54,53 persen.
Amalia mengungkapkan, konsumsi rumah tangga pada periode ini ditopang dari sektor transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel yang masing-masing tumbuh 6,54 persen dan 6,61 persen.
Konsumsi di kedua sektor tersebut juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan kuartal sebelumnya yang masing-masing tumbuh 6,84 persen dan 6,8 persen. Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini, kata Amalia, disebabkan oleh faktor musiman, di mana pada kuartal sebelumnya berlangsung momen Ramadan, Idul Fitri, hingga libur panjang.
“Kenapa sedikit lebih lambat? Karena memang di kuartal II 2024 itu terjadi puncak konsumsi masyarakat pasti terkait adanya Idul Adha, Idul Fitri ini meningkatkan transportasi, komunikasi dan juga konsumsi pada restoran dan hotel,” jelasnya.
Di sisi lain, konsumsi di sektor makanan dan minuman, pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan pada periode ini relatif lebih cepat pertumbuhannya dibanding kuartal sebelumnya.
Di kesempatan yang sama, BPS melaporkan peningkatan jumlah tenaga kerja di semua sektor pada Agustus 2024, dengan sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan sebagai penyerap tenaga kerja terbesar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia A Widyasanti mengungkapkan, dalam setahun terakhir, sektor pertanian menyerap 1,31 juta tenaga kerja, diikuti perdagangan dengan 780.000 orang, dan industri pengolahan dengan 660.000 orang.
“Dalam setahun terakhir, ketiga sektor ini tetap menjadi penyerap tenaga kerja terbesar,” ujar Amalia.
Selain ketiga sektor utama tersebut, peningkatan tenaga kerja juga terjadi di sektor akomodasi dan makan minum, konstruksi, pendidikan, serta aktivitas jasa lainnya. Pada periode Agustus 2023 hingga Agustus 2024, sektor akomodasi dan makan minum menyerap 480.000 tenaga kerja, konstruksi 220.000 orang, pendidikan 240.000 orang, dan aktivitas jasa lainnya sebanyak 200.000 orang.
Sebaliknya, beberapa sektor mencatat peningkatan tenaga kerja yang minim, di antaranya adalah pengadaan listrik dan gas, pengangkutan dan pergudangan, pengolahan air dan daur ulang, real estat, informasi dan komunikasi, sektor keuangan dan asuransi, serta pertambangan.
Sektor pengadaan listrik dan gas serta informasi dan komunikasi hanya menambah 4.000 tenaga kerja, sementara pengangkutan dan pergudangan menyerap 5.000 orang. Sektor lain seperti pengolahan air, keuangan dan asuransi, serta pertambangan dan penggalian masing-masing menyerap 7.000 orang, dan real estat 8.000 orang.
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS mencatat jumlah angkatan kerja pada Agustus 2024 mencapai 152,11 juta orang, bertambah 4,40 juta dibandingkan Agustus 2023. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat 1,15 persen poin dari tahun sebelumnya.
Pada Agustus 2024, jumlah penduduk yang bekerja mencapai 144,64 juta orang, meningkat 4,79 juta orang dibandingkan Agustus 2023.
BPS juga melaporkan bahwa pada Agustus 2024, sebagian besar penduduk Indonesia masih bekerja di sektor informal. Jumlah pekerja di sektor ini tercatat mencapai 83,83 juta orang, atau sekitar 57,95 persen dari total angkatan kerja. Sementara itu, pekerja yang terlibat dalam kegiatan formal berjumlah 60,81 juta orang, atau 42,05 persen.
Jika dibandingkan dengan Agustus 2023, persentase pekerja formal mengalami kenaikan sebesar 1,16 persen. Peningkatan ini sebagian besar didorong oleh bertambahnya jumlah pekerja dengan status sebagai buruh, karyawan, atau pegawai tetap.
"Peningkatan terbesar terjadi pada kelompok pekerja dengan status buruh, karyawan, atau pegawai, yang bertambah sekitar 3,44 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya," kata Amalia.
Pekerja di sektor formal mencakup mereka yang bekerja dengan status berusaha dibantu, buruh tetap, buruh yang dibayar, serta karyawan atau pegawai. Sementara itu, sektor informal meliputi pekerjaan dengan status berusaha sendiri, buruh tidak tetap, pekerja keluarga yang tidak dibayar, pekerja bebas, serta pekerja keluarga lainnya. (*)