KABARBURSA.COM - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengaku akan mundur dari jabatannya jika terbukti tidak berhasil memberantas mafia impor. Hal itu ia nyatakan dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 5 November 2024.
"Mafia impor, insyaallah, kami butuh dukungan. Kalau kami temukan, kami beresin. Kalau aku tidak bisa beresin, aku mundur. Aku mundur," kata Amran.
Mengenai hal ini, Amran mengaku dalam waktu yang singkat dirinya telah melakukan langkah tegas dengan memecat empat orang pejabat Kementan. Dua di antaranya adalah setingkat eselon II yang menjabat sebagai direktur.
“Kemarin kami diserang dikira pencitraan, kami pecat empat orang, dua di antaranya direktur. Salah satu guru besar SMS dan bupati pak menteri, ini masih main-main di kantor aku beri tahu tutup buku. Sekarang kita melangkah ke depan,” ujarnya.
Andi Amran Sulaiman sebelumnya mencopot seorang direktur di Kementan berinisial IM yang ketahuan bermain dengan calo dalam kasus pengadaan barang dan jasa. Pencopotan dilakukan Amran pada pagi hari setelah mendapatkan laporan adanya pelanggaran pada waktu subuh.
Demikian juga pada Kamis, 29 Agustus 2024, lalu, atas perintah Amran, Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Fausiah T Landja melaporkan ke polisi atas dugaan tindak pidana penipuan atau perbuatan curang UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP.
Menurut keterangan Fausiah sebagai korban, dirinya mendapat informasi ada pihak yang mencatut namanya dan meminta para pengusaha untuk ikut dalam proyek dan diminta menyetor dana awal 15-20 persen kepada pihak broker. Setelah dilaporkan pekan lalu, tak lama pihak kepolisian langsung melakukan pemanggilan.
“Kami perintah dilaporkan minggu lalu, sekarang sudah ada panggilan,” kata Amran dalam keterangannya, 10 September 2024.
Sejak menjabat kembali sebagai Menteri Pertanian pada Oktober 2023 lalu, Amran bergerak melakukan pembersihan di jajaran Kementan yang terlibat dalam korupsi. Amran juga memerintahkan jajaran Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementan untuk memeriksa semua pihak atas adanya laporan calo atau broker yang sengaja meminta upah 20 persen guna memperoleh kontrak.
Amran bahkan tak segan untuk membuat laporan polisi jika hal itu terbukti benar adanya. "Saya memerintahkan kepada Irjen untuk melaporkan ke aparat penegak hukum terkait berita online, bahwa ada orang (calo/broker) yang menjanjikan kepada calon penyedia untuk memperoleh pengadaan di Kementan harus menyetor 15-20 persen dari nilai kontrak,” katanya.
Teranyar, Amran juga memerintahkan Itjen Kementan untuk segera menyeret tiga pegawainya ke pihak berwajib dalam hal ini Badan Reserse Kriminal Mabes Polri (Bareskrim Mabes Polri). Adapun ketiganya diduga terlibat dalam praktek penyimpangan anggaran yang diawali dengan praktek percaloan dengan meminta uang kepada para pengusaha hingga mencapai Rp10 miliar.
Uang sebanyak itu terkumpul dari beberapa pengusaha dan dibayarkan secara bertahap atas kasus suap proyek atau biasa disebut sebagai uang fee. Namun setelah dilakukan pemeriksaan klarifikasi, praktek yang dimaksud mengarah pada potensi KKN.
"Saya minta dikawal dan diproses orang-orang tersebut sampai tuntas ke akar-akarnya. Saya juga bersyukur karena laporan aduan telah diterima Polda Metro Jaya," kata Amran dalam keterangan tertulisnya, Senin, 21 Oktober 2024.
Untuk diketahui, ketiga orang itu masing-masing berasal dari golongan eselon II dan III. Saat ini laporan ketiganya masih dalam proses. Amran berjanji dirinya akan menelusuri kemungkinan adanya praktek serupa di lingkup Kementerian Pertanian. Jika ada, kata dia, pihaknya tidak akan segan-segan melakukan pencopotan bahkan sampai pemecatan.
Dia ingin, Kementerian Pertanian sebagai lembaga yang mengurus langsung urusan pangan rakyat dapat menjadi yang terdepan terutama pada pemberantasan korupsi. "Selama saya masih disini (Kementan) jangan harap praktek kotor seperti KKN, korupsi, dan tindak pidana lainnya bisa lolos dan berkeliaran," katanya.
Langkah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam menindak tegas praktik kotor di Kementerian Pertanian mencerminkan upaya serius untuk membersihkan lembaga ini dari korupsi dan praktek percaloan. Sikap ini kontras dengan nasib mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang kini menghadapi hukuman penjara atas keterlibatannya dalam kasus korupsi di lingkup kementerian yang sama pada periode sebelumnya.
SYL divonis 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta, subsider 4 bulan kurungan, atas kasus korupsi di Kementerian Pertanian pada periode 2020—2023. Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Syahrul terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama, melanggar Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain pidana utama, Syahrul diwajibkan membayar uang pengganti Rp14,14 miliar dan 30.000 dolar AS, subsider 2 tahun penjara.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Dalam pertimbangan, hakim menyatakan Syahrul berbelit dalam persidangan dan tindakannya sebagai pejabat publik tidak memberi teladan, serta tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.(*)