Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Status Tanah Program 3 Juta Rumah HGB, tidak bisa Diubah jadi SHM

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 05 November 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Status Tanah Program 3 Juta Rumah HGB, tidak bisa Diubah jadi SHM

KABARBURSA.COM - Masyarakat yang akan tinggal di perumahan hasil program 3 juta rumah yang akan dibangun pemerintah tidak bisa mengubah sertifikatnya menjadi hak milik (SHM), melainkan Hak Guna Bangunan (HGB). Hal itu dikatakan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid.

Awalnya, Nusron Wahid mengatakan dirinya sudah diminta oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait terkait lahan terlantar.

Katanya, lahan-lahan itu akan dibangun perumahan guna mencapai target pencapaian 3 juta rumah dalam satu tahun.

“Beliau (Maruarar Sirait) datang ke sini untuk menanyakan, ‘kamu ada enggak tanah-tanah terlantar yang bisa dipakai untuk membangun perumahan’. Ya sudah saya cariin, Insya Allah ada setelah kita identifikasi,” kata Nusron Wahid saat ditemui Kabar Bursa di kantor Kementerian ATR/BPN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 5 November 2024.

Nusron menyebutkan, setidaknya dibutuhkan sekitar 1,3 juta hektare lahan terlantar yang bisa dimanfaatkan dalam lima tahun ke depan. Meski demikian, diakuinya, belum semua lahan-lahan tersebut terindentifikasi cocok untuk dibangun perumahan.

“Kita belum tahu apakah dari 1,3 juta hektare ini berapa yang sesuai untuk perumahan. Yang jelas, tanah itu akan dicari di lokasi yang bagus dan layak untuk tempat tinggal,” jelas Nusron.

Dia menegaskan, lahan-lahan terlantar itu merupakan aset negara. Nantinya, negara akan memberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada Bank Tanah yang kemudian bisa dibangun perumahan dengan menggunakan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas HPL.

Mengenai kepastian hak milik rumah tersebut, Nusron menjelaskan, lahan milik negara itu tidak dapat diubah statusnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).

“Namanya tanah negara, nanti dapatnya HGB,” jelasnya.

Dia memastikan, skema tersebut tidak berlaku untuk tanah sitaan kasus korupsi yang proses pengalihannya ada di bawah kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Sebaliknya, lahan yang akan dimanfaatkan adalah bekas HGB atau HGU (Hak Guna Usaha) yang sudah selesai masa penggunaannya.

Nusron menguraikan, dalam Undang-undang Agraria, masa penggunaan HGU maksimal adalah 35 tahun dan bisa diperpanjang 25 tahun lagi, serta diperbarui hingga 30 tahun.

Sedangkan untuk HGB, masa berlakunya hanya 30 tahun, dengan perpanjangan 20 tahun, dan tambahan 30 tahun.

Setelah masa tersebut, penggunaan lahan dianggap tidak fungsional atau tidak memiliki nilai ekonomi yang layak, maka statusnya akan berubah menjadi tanah terlantar dan bisa diberikan kepada pihak yang membutuhkan.

“Untuk legalisasinya, jika sudah masuk kategori tanah terlantar, maka tanah tersebut menjadi milik negara. Negara akan memberikan HPL kepada Bank Tanah, dan pembangunan rumahnya menggunakan HGB di atas HPL,” terangnya.

Sebelumnya, Menteri PKP Maruarar Sirait mengungkapkan pihaknya sedang mempersiapkan peta jalan yang lebih jelas untuk mencapai target pembangunan tiga juta rumah per tahun.

Selain memanfaatkan tanah terlantar, kata Maruarar, opsi pemanfaatan rumah susun (rusun) yang masih kosong, seperti Rusun Pasar Rumput, Setiabudi, Jakarta Selatan, yang memiliki 1.984 unit tetapi baru terisi sekitar 400 unit.

Upaya lain mencakup pemanfaatan aset sitaan dari kasus korupsi untuk dialihfungsikan sebagai perumahan rakyat, termasuk bagi ASN dan anggota TNI-Polri.

Per Hari harus Bangun 8.333 Rumah

Ketua Komisi V DPR RI Lasarus menyoroti tantangan besar dalam mencapai target pembangunan 3 juta rumah merupakan beban yang cukup berat untuk Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait.

Menurut Lasarus, untuk mencapai target tersebut Kementerian PKP harus mampu membangun sekitar 8.333 rumah per hari.

“Ini tantangan yang cukup berat. Bisa saya katakan begitu. Kita sudah mendengar upaya-upaya Menteri yang disampaikan melalui media dan juga dalam rapat kali ini,” kata Lasarus yang dikutip dari channel YouTube TVR Parlemen, Senin, 4 November 2024.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam rapat kerja antara Komisi V DPR RI dan Menteri PKP Maruarar Sirait yang membahas capaian kinerja dan tindak lanjut atas temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lasarus mengungkapkan, tantangan utama dalam program ini adalah keterbatasan anggaran. Selain itu, Kementerian PKP juga perlu berkoordinasi dengan delapan kementerian dan lembaga lainnya yang terlibat dalam penyediaan perumahan.

“Tantangan utamanya tentu soal anggaran. Selain itu, sektor perumahan ini melibatkan sekitar delapan kementerian atau lembaga terkait,” ujarnya.

Ia menghitung jumlah rumah yang harus dibangun setiap hari untuk mencapai target 3 juta rumah per tahun, yakni sekitar 8.220 rumah per hari. Lasarus menyebut ini sebagai pekerjaan rumah bagi Menteri PKP.

“Kurang lebih 8.220 rumah per hari, itu baru bisa mencapai 3 juta rumah dalam setahun. Jadi, setiap hari harus dibangun lebih dari 8.000 rumah, Pak Menteri,” ujarnya.

Lasarus kemudian menghitung ulang target harian ini untuk 360 hari, yang menghasilkan angka sekitar 8.333 rumah per hari. Dengan sedikit tawa, ia pun menyampaikan selamat bertugas kepada Menteri Maruarar Sirait.

“Tiga juta rumah dibagi 360 hari, hasilnya setiap hari harus jadi 8.333 rumah. Selamat bertugas, Pak Menteri,” pungkasnya. (*)