KABARBURSA.COM - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan pemerintah akan patuh pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja.
"Yang pasti pemerintah taat dan patuh terhadap putusan MK, karena itu kita akan melakukan sesuai dengan putusan MK," kata Supratman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2024.
Supratman mengaku sudah membahas putusan MK tersebut dengan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Sore ini, dia mengaku akan menghadap Presiden Prabowo Subianto untuk menetapkan langkah dalam menindaklanjuti putusan tersebut. "Kami sudah bahas dengan Menko Perkonomian, kalau enggak salah nanti jam setengah lima kita lapor ke Pak Presiden, terkait dengan langkah-langkah yang harus diambil," ungkapnya.
Kendati MK meminta DPR untuk segera membentuk UU Ketenagakerjaan yang baru, Supratman menyebut sektor tenaga kerja tidak dalam kondisi kekosongan hukum. Pasalnya, kata dia, putusan MK jelas memberi batas waktu dua tahun untuk pembentukan UU baru tentang ketenagakerjaan.
"Tidak ada kekosongan hukum karena di dalam putusan MK sudah jelas, bahwa ada perintah MK dalam waktu dua tahun disusun sebuah undang-undang dan mengeluarkan klaster ketenagakerjaan menjadi undang-undang sendiri, yakni UU Ketenagakerjaan," jelasnya.
Kendati begitu, Supratman mengaku akan berupaya secepatnya menindaklanjuti putusan tersebut. Dari 21 pasal yang dibatalkan MK, tutur dia, hanya tentang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang mendesak untuk segera ditetapkan. "Karena itu harus ditetapkan, dan nanti Pak Menko Perkonomian yang akan lebih menjelaskan soal itu karena beliau mengkoordinasikan soal itu," katanya.
Ditemui terpisah, Anggota Komisi VI DPR RI, Yasonna Laoly, mengatakan pembentukan UU Ketenagakerjaan mesti dilakukan dengan banyak stakeholder, baik pemerintah maupun DPR melalui Badan Musyawarah (Bamus) dan Badan Legislasi (Baleg).
Yasonna mengatakan akan menanti langkah pemerintah usai MK mengabulkan uji meteriil buruh. "Ada putusan MK gugatan dari buruh kita lihat bagaimana follow-up-nya nanti jadi kita melihat bagaimana dinamika terakhir soal UU cipta kerja," kata Yasonna kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 November 2024.
"Itu yang diusulkan oleh Presiden barusan menjadi domain pemerintah untuk me-review. Kalau ada yang me-review biar pemerintah menyampaikannya. Kalau itu dalam tingkat UU pasti ke DPR," katanya.
MK Kabulkan Gugatan Partai Buruh
Beberapa waktu lalu, MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan organisasi buruh lainnya terhadap UU Cipta Kerja. Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, MK memutuskan sebanyak 21 norma terkait ketenagakerjaan, seperti tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), outsourcing, upah minimum, cuti, PHK, dan pesangon, dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Sebelum keputusan ini, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan MK telah menangani 36 perkara terkait UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003, dengan 12 perkara di antaranya dikabulkan. Sebagian substansi UU tersebut telah diubah dalam UU Nomor 6 Tahun 2023. Ini menimbulkan ketidakharmonisan antara materi di dua UU tersebut, termasuk perimpitan norma yang sudah pernah dibatalkan MK.
Enny juga mengungkapkan beberapa peraturan pemerintah perihal ketenagakerjaan dibuat tanpa delegasi dari UU Cipta Kerja dan banyak materi dalam peraturan pemerintah yang seharusnya menjadi materi undang-undang, terutama yang menyangkut hak dan kewajiban pekerja serta pengusaha.
“Jika semua masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera dihentikan atau diakhiri, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pembentuk udang-undang segera membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU No 6/2023,” kata Enny saat membacakan pertimbangan putusan perkara nomor 168/PUU-XXI/2023.
MK pun mendesak pembentuk undang-undang untuk segera membuat UU Ketenagakerjaan yang baru yang terpisah dari UU Cipta Kerja. Dalam putusannya, MK menegaskan beberapa poin penting. Misalnya, untuk tenaga kerja asing, MK menyatakan TKA hanya boleh dipekerjakan di jabatan tertentu dengan kualifikasi sesuai, serta tetap mengutamakan tenaga kerja lokal.
Mengenai PKWT, MK menegaskan masa kerja dalam kontrak tidak boleh lebih dari lima tahun, termasuk perpanjangan. Kontrak kerja ini harus ditulis dalam bahasa Indonesia dengan huruf Latin. MK juga menghidupkan kembali aturan upah minimum sektoral yang sebelumnya dihapus dalam UU Cipta Kerja. Suhartoyo menyatakan upah minimum sektoral sangat penting untuk kesejahteraan pekerja di sektor tertentu yang memiliki risiko atau spesialisasi lebih tinggi.
Suhartoyo menyampaikan, penghapusan ketentuan upah minimum sektoral berpotensi menurunkan standar perlindungan bagi pekerja di sektor-sektor tertentu yang membutuhkan standar upah lebih tinggi.(*)