KABARBURSA.COM - Laporan terbaru dari D’Origin Financial and Business Advisory menunjukkan adanya fluktuasi yang signifikan dalam harga komoditas global, termasuk minyak mentah, emas, minyak kelapa sawit (CPO), dan batu bara.
Pergerakan harga ini dipengaruhi oleh ketidakpastian yang melanda berbagai wilayah, seperti Amerika Serikat (AS), Timur Tengah, dan India.
Harga minyak mentah mengalami sedikit peningkatan menyusul kabar bahwa Iran bersiap untuk melakukan serangan balasan terhadap Israel dari Irak. Kenaikan ini mendorong harga minyak Brent untuk naik sebesar 29 sen atau 0,4 persen, mencapai USD73,10 per barel.
Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) mengalami kenaikan 23 sen atau 0,33 persen, sehingga berada di level USD69,49. Meskipun ada peningkatan harga saat ini, kedua jenis minyak tersebut masih mencatatkan penurunan lebih dari 3 persen dalam pekan ini, setelah sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 4 persen pada minggu lalu.
Di sisi lain, harga emas spot mengalami penurunan sebesar 0,2 persen, mencapai USD2.736,28 per ounce, setelah sebelumnya mencetak angka tertinggi di USD2.790,15 pada hari Kamis. Beberapa trader memilih untuk mengambil keuntungan di saat harga emas memuncak. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh penguatan dolar AS dan meningkatnya imbal hasil obligasi Treasury.
Namun, data terbaru mengenai pertumbuhan pekerjaan di AS yang menunjukkan hasil lebih lemah memberikan harapan akan kemungkinan pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve. Hal ini diharapkan dapat membatasi penurunan lebih lanjut pada harga emas.
Harga batu bara juga menunjukkan tren penurunan, yang dipicu oleh laporan dari India serta penurunan harga gas.
Untuk pengiriman batu bara Newcastle pada November 2024, harga turun sebesar USD0,1 menjadi USD144,05 per ton. Untuk pengiriman bulan Desember 2024, harga melemah USD0,55 menjadi USD144,95 per ton, sementara untuk Januari 2025, harga anjlok USD1,75 menjadi USD145,7 per ton. Penurunan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi sektor energi, terutama dalam konteks permintaan global yang fluktuatif.
Berbeda dengan tren penurunan yang terlihat pada komoditas lainnya, harga minyak kelapa sawit justru mengalami kenaikan yang signifikan, melebihi 3 persen, dan mencapai level tertinggi dalam dua setengah tahun terakhir. Kenaikan ini dipicu oleh menguatnya harga minyak kedelai dan minyak mentah, serta perkiraan yang positif terkait ekspor domestik. Di Bursa Malaysia Derivatives Exchange, kontrak minyak sawit untuk pengiriman Januari mencatat lonjakan sebesar 169 ringgit atau 3,6 persen, sehingga mencapai 4.865 ringgit per metrik ton. Ini merupakan harga penutupan tertinggi sejak 30 Juni 2022.
Pergerakan harga komoditas yang terjadi saat ini memberikan gambaran jelas tentang bagaimana ketegangan geopolitik, data ekonomi, dan tren ekspor-impor berperan penting dalam memengaruhi pasar global.
Investor dan pelaku pasar perlu memperhatikan berbagai faktor eksternal yang dapat memicu perubahan harga secara tiba-tiba.
Ketidakpastian yang berlanjut dalam politik global, terutama di kawasan yang rawan konflik, akan terus menjadi pemicu volatilitas dalam harga komoditas.
Dalam konteks ini, penting bagi para pemangku kepentingan untuk terus memantau perkembangan terbaru dan beradaptasi dengan situasi yang dinamis. Kebijakan yang diambil oleh negara-negara besar, terutama terkait dengan perdagangan dan energi, dapat memberikan dampak signifikan terhadap arah pergerakan harga komoditas di masa mendatang.
Laporan ini mencerminkan kondisi terkini pasar komoditas global, yang sangat dipengaruhi oleh dinamika geopolitik dan faktor-faktor ekonomi. Kenaikan harga minyak sawit yang kontras dengan penurunan harga minyak mentah, emas, dan batu bara menunjukkan kerumitan yang ada dalam pasar komoditas. Para pelaku pasar diharapkan dapat menyiapkan strategi yang adaptif untuk menghadapi kemungkinan fluktuasi yang lebih besar di masa yang akan datang.
Pilres AS saat ini tengah menjadi fokus perhatian banyak pihak, terutama terkait dampaknya terhadap pasar komoditas, termasuk harga emas. Pertarungan antara Donald Trump dan Kamala Harris diharapkan akan memengaruhi arah harga emas global, mengingat faktor ekonomi dan geopolitik yang akan berperan penting.
Sepanjang tahun 2024, harga emas di pasar spot telah meningkat sebesar 32,6 persen, mencapai USD2.735,15 per troy ons hingga tanggal 1 November. Dalam situasi ketidakpastian politik, investor semakin mengandalkan emas sebagai aset yang aman. Status emas sebagai penyimpan nilai menjadi lebih terlihat ketika terjadi gejolak global, mendorong investor untuk melindungi kekayaan mereka dari potensi penurunan nilai mata uang dan fluktuasi pasar.
Pilpres AS yang akan berlangsung pada 5 November 2024 mempertemukan Harris dan Trump, dengan masing-masing kandidat membawa kebijakan yang berpotensi mengubah dinamika pasar. Ketidakpastian yang muncul dari platform kedua kandidat berkontribusi pada minat investor terhadap emas. Trump mengusung kebijakan perdagangan yang agresif, sementara Harris lebih menekankan pada dukungan ekonomi domestik dan kerjasama internasional.
Sejarah menunjukkan bahwa ketidakpastian politik sering kali menggerakkan harga emas. Keputusan pemerintah, baik dalam konteks perang dagang maupun kebijakan luar negeri, dapat mempengaruhi persepsi risiko di pasar. Dalam konteks ini, kebijakan yang diusung oleh kedua kandidat akan memiliki implikasi yang signifikan bagi ekonomi dan harga emas.
Jika Harris terpilih, harga emas mungkin mengalami penurunan sementara, terutama jika pasar merespons positif terhadap kebijakan yang lebih stabil dan kurang inflasioner. Namun, potensi kenaikan harga emas pada tahun 2025 tetap ada, terutama jika suku bunga AS mengalami pemotongan lebih lanjut.
Sebaliknya, jika Trump menang, harga emas diperkirakan akan meningkat karena inflasi dan ketidakpastian pasar yang mungkin meningkat. Kebijakan perdagangan yang lebih ketat dan ketegangan geopolitik dapat membuat emas semakin menarik bagi investor yang mencari aset aman.
Dengan demikian, pemilihan mendatang ini bukan hanya menjadi momen politik, tetapi juga dapat menentukan arah pasar emas dan reaksi investor di tengah tantangan ekonomi yang ada. (*)