KABARBURSA.COM - Perusahaan jasa keuangan multinasional Goldman Sachs memproyeksikan harga emas dunia akan naik 8 persen menjadi USD3.000 per ons pada akhir 2025. Kenaikan ini didorong oleh pembelian bank sentral, pemangkasan suku bunga The Fed, serta minat yang berkelanjutan terhadap aset aman alias save haven.
Tahun ini, harga emas telah melonjak lebih dari 30 persen dan mencatat rekor tertinggi. Gelombang pembelian emas membuat logam mulia ini menjadi salah satu investasi terpanas tahun ini.
Dikutip dari Business Insider, Sabtu, 2 November 2024, meski telah naik lebih dari 30 persen sejak awal tahun, Goldman Sachs memperkirakan masih ada ruang untuk kenaikan lebih lanjut tahun depan. Dalam catatan yang diterbitkan Selasa pekan ini, bank tersebut memproyeksikan harga emas mencapai USD3.000 per ons pada akhir 2025, yang berarti peningkatan 8 persen dari harga saat ini. Berikut tiga alasan yang mendasari proyeksi tersebut:
Pertama, tingginya permintaan dari bank sentral diperkirakan akan berlanjut, meskipun Goldman memperkirakan laju pembelian akan melambat tahun depan.
Sejak sanksi Barat dijatuhkan pada Rusia karena invasi ke Ukraina, bank sentral semakin gencar membeli emas. Beberapa negara melihat ini sebagai pelajaran untuk mendiversifikasi cadangan mereka dari dolar AS, yang memicu permintaan tinggi terhadap emas.
“Kami memperkirakan pembelian bank sentral akan melambat menjadi 30 ton per bulan – sekitar sepertiga dari rata-rata 85 ton per bulan yang tercatat sejak 2022, tetapi tetap lebih tinggi dari rata-rata 17 ton per bulan sebelum pembekuan cadangan Rusia – hingga akhir 2025,” tulis para analis.
Kedua, penurunan suku bunga AS akan meningkatkan kepemilikan ETF berbasis emas di negara Barat secara bertahap.
Goldman memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga dana federal ke kisaran 3,25 persen hingga 3,5 persen pada pertengahan 2025. Karena emas tidak memberikan hasil bunga, kebijakan moneter yang melonggar umumnya meningkatkan daya saing emas. Saat suku bunga tinggi, emas kalah saing dengan aset yang memberikan bunga.
Dalam catatan September, Goldman menemukan kepemilikan ETF berbasis emas meningkat secara bertahap selama enam bulan setelah pemangkasan suku bunga. Kenaikan ini penting bagi harga emas, karena peningkatan kepemilikan ETF berdampak pada pasokan fisik logam mulia.
Ketiga, investor aset aman akan memiliki lebih banyak alasan untuk terus mengalihkan dana ke emas.
Goldman mencatat posisi spekulatif telah meningkat ke level tinggi akibat kekhawatiran geopolitik dan inflasi. Bank tersebut memperkirakan kondisi ini bisa normal seiring meredanya ketidakpastian setelah pemilu, yang dapat menyebabkan risiko penurunan harga emas dalam jangka pendek.
Namun, para analis menulis emas akan tetap menjadi lindung nilai yang menarik dalam jangka panjang di tengah potensi eskalasi ketegangan baru. Termasuk di antaranya sengketa dagang, ancaman terhadap independensi The Fed, kekhawatiran utang AS, dan kemungkinan resesi di masa depan.
Kendati proyeksi Goldman Sachs untuk 2025 menunjukkan optimisme terhadap kenaikan harga emas, perkembangan pasar dalam jangka pendek menghadapi tantangan berbeda. Pada Jumat, 1 November 2024, harga emas mengalami tekanan akibat penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Meskipun begitu, data pertumbuhan lapangan kerja AS yang lemah menimbulkan spekulasi bahwa The Fed mungkin akan menurunkan suku bunga, yang sedikit meredam penurunan harga emas.
Dilansir dari Consumer News and Business Channel International, harga spot emas merosot 0,2 persen ke level USD2.736,28 per ons. Penurunan ini terjadi setelah emas mencatat rekor tertinggi sepanjang masa di USD2.790,15 pada Kamis, 31 Oktober 2024. Aksi ambil untung oleh sejumlah trader dari harga tertinggi itu menyebabkan penurunan sebesar 1,5 persen sehari sebelumnya. Di sisi lain, kontrak berjangka emas ditutup stabil di USD2.749,2.
Data ketenagakerjaan AS menunjukkan pertumbuhan nonfarm payrolls hanya meningkat 12 ribu pekerjaan pada bulan lalu, kenaikan terkecil sejak Desember 2020. Angka ini tertekan oleh dampak badai dan pemogokan pekerja pabrik di sektor kedirgantaraan.
Dolar AS yang sempat melemah berbalik menguat 0,4 persen, sementara imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun juga kembali meningkat setelah penurunan sebelumnya. Kondisi ini membuat emas, yang tidak memberikan imbal hasil, menjadi kurang menarik di mata investor.
Ahli strategi pasar senior di RJO Futures, Bob Haberkorn, menyatakan ketidakpastian menjelang pemilihan presiden AS dan potensi serangan balasan Iran terhadap Israel menambah peluang penurunan suku bunga oleh The Fed. “Data ketenagakerjaan yang lemah ini seharusnya mendukung langkah The Fed untuk memangkas suku bunga,” katanya.
Ekonom kini memperkirakan peluang 100 persen bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pekan depan, naik dari proyeksi 91 persen sebelum data ketenagakerjaan dirilis.
Hasil jajak pendapat terbaru menunjukkan persaingan ketat antara Donald Trump dan Kamala Harris menjelang pemilihan presiden AS yang akan digelar pada Selasa mendatang.
Emas dikenal sebagai instrumen lindung nilai klasik saat ketidakpastian ekonomi dan politik meningkat, serta biasanya tampil baik dalam situasi suku bunga rendah. Nilai emas dipengaruhi oleh pergerakan dolar dan imbal hasil riil.
Standard Chartered mencatat bahwa minat pasar terhadap emas saat ini sebagian besar didorong oleh pemilu AS, potensi penurunan suku bunga The Fed, dan ketidakpastian ekonomi serta geopolitik secara luas. Meskipun harga emas yang tinggi menarik minat investasi, permintaan emas fisik di sejumlah negara Asia utama masih menunjukkan penurunan.
Harga logam lainnya bergerak bervariasi. Perak melemah 0,7 persen ke USD32,42 per ons, paladium turun 0,4 persen ke USD1.101,25, sementara platinum naik 0,3 persen ke USD990,45.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.