KABARBURSA.COM - Anggota Komisi XIII DPR RI, Yasonna Laoly, menyarankan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan ketimbang membangun Universitas HAM. Hal itu dia ungkap seiring usul penambahan anggaran Kementerian HAM dari Rp64 miliar menjadi Rp20 triliun.
Yasonna menilai kerja sama Kementerian HAM dengan Kementerian Pendidikan akan lebih efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Kedua kementerian ini bisa membentuk kurikulum HAM untuk mendorong kesadaran publik.
"Ketimbang mendirikan universitas, kerja sama (saja) dengan Kementerian Pendidikan. Kurikulum yang memberikan pemahaman tentang perlunya menghargai HAM mulai dari pendidikan SD, SMP dan sebagainya," kata Yasonna kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.
Yasonna juga menilai anggaran Rp100 juta per desa untuk menggelar sosialisasi tentang HAM tidak genting untuk dilakukan. Kala menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM periode 2019-2024, Yasonna mengaku telah menetapkan program kabupaten/kota peduli HAM.
Menurutnya, lebih baik Pigai melanjutkan program tersebut dengan lebih merinci indikator yang menandakan kabupaten/kota tersebut memiliki tingkat kesadaran HAM yang tinggi. Kabupaten/kota dengan kesadaran HAM yang tinggi, kata Yasonna, perlu diberi reward.
"Soal saya mengatakan jangan dulu lah, soal Rp100 juta perdesa. Kita ada (program), dulu program kabupaten peduli HAM. Itu saja ditingkatkan, indikatornya diperjelas," ungkapnya.
"Kalau satu kabupaten kota melaksanakan program ini, dia dapat reward. Ini akan mendorong pemerintah daerah untuk dari anggarannya melalui kebijakannya mendorong supaya kabupaten kota itu peduli HAM. Misalnya di daerah itu tidak ada kekerasan-kekerasan," tambahnya.
Sementara saat ini, Yasonna menyebut masih terdapat pekerjaan rumah (PR) yang mesti diselesaikan. Di Kementerian Hukum dan HAM, tutur dia, terdapat 13 pendekatan non-yudisial terhadap penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. "Saya kira itu bisa dikerjakan terus, kita sudah kerjakan dulu. Dan itu bisa dikerjakan terus melalui koordinasi dengan kementerian lain," jelasnya.
Dia menyarankan juga Kementerian HAM untuk bekerjasama dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Perdagangan. Menurutnya, hal itu perlu untuk memulihkan perekonomian keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Ada yang daerah mereka yang menjadi korban itu ada yang harus dibantu pemberdayaan ekonominya, koordinasi kan dengan kementerian BUMN maupun kementerian perdagangan. Juga infrastruktur, ke desa yang menjadi korban, seperti Talang Sari dan lain-lain. Dengan demikian, kalau itu betul-betul dikerjakan, masyarakat itu akan menaikkan indikator bahwa kita memperhatikan pemenuhan HAM-nya," katanya.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menyebut besaran anggaran yang diusulkan Natalius Pigai rentan terjadi penyelewengan anggaran. Di sisi lain, dia juga menyebut kasus HAM di Indonesia tidak sebanyak yang terjadi di negara besar lainnya, seperti Amerika Serikat.
“Oh, jelas (besar potensi penyelewengan dana). Karena memang kasus HAM di Indonesia tidak terlalu banyak seperti di Amerika sana. Jadi menurut saya potensi penyelewengan, perilaku korupsi, itu sangat berpotensi jika dilakukan,” kata Trubus saat dihubungi KabarBursa.com, Senin, 28 Oktober 2024.
Trubus juga menekankan pembangunan universitas HAM, rumah sakit, dan laboratorium tidak ada hal yang mendesak untuk segera dilakukan. “Enggak ada urgensinya kalau sekadar membedakan ada HAM-nya kan nggak perlu. Kalau misalnya rumah sakit HAM, apa bedanya dengan rumah sakit umum?” jelasnya.
Trubus juga menilai usul penambahan anggaran hingga Rp20 triliun kontra-produktif dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta jajaran Kabinet Merah Putih melakukan efisiensi anggaran. Apalagi, kata dia, Kementerian HAM sendiri merupakan salah satu kementerian teknis berdasarkan pecahan Kementerian Hukum dan HAM di era kepemimpinan Presiden ke-7, Joko Widodo.
Diketahui Kementerian Hukum dan HAM menerima anggaran untuk 2025 sebesar Rp21,2 triliun. Adapun angka tersebut juga diputuskan berdasarkan usulan Menteri Hukum dan HAM periode 2019-2024, Supratman Andi Agtas, yang mulanya mengusulkan sebesar Rp26,9 triliun. Kemudian Kementerian Keuangan dan Bappenas mengeluarkan pagu indikatif Kemenkumham senilai Rp21,2 triliun. “Sekarang setelah dipecah, kenapa Kementerian HAM minta tambahan Rp20 triliun? Lebih dari kebutuhan. Itu kan kelihatan nggak rasional, enggak masuk akal,” katanya.
Natalius Pigai sebelumnya mengaku terhormat dengan respons para Pimpinan Komisi XIII DPR RI ihwal kontroversi usul tambahan anggaran Rp20 triliun beberapa waktu lalu. Tak selang bebe rapa lama usai Pigai dilantik sebagai Menteri HAM, ia mengusulkan penambahan anggaran yang semula ditetapkan Rp64 miliar menjadi Rp20 triliun. Usul ini pun direspons keberatan oleh sejumlah pihak.
“Ketika ada pernyataan saya, disambut langsung oleh pimpinan Bapak Willy Aditya dan Bapak Andreas Hugo Periera sebagai pimpinan, saya hormat mewakili semua aktivis hak asasi manusia, saya menghormati dengan tulus dengan hati yang mulia,” kata Pigai dalam Raker bersama Komisi XIII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.
Pigai menilai respons atas pernyataannya menandakan kepedulian DPR RI terhadap persoalan HAM. Pasalnya, kala menjabat sebagai Komisioner Komnas HAM periode 2012-2017, dia mengaku hanya dipanggil sebanyak tiga kali dalam masa periode lima tahun. “Hari ini juga DPR RI mengangkat citra hak asasi manusia di seantero Republik Indonesia karena saya menjadi pimpinan Komisi Hak Asasi Manusia hanya 3 kali dipanggil di DPR yang mulia ini,” katanya.(*)