KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti fenomena meningkatnya kesulitan yang dihadapi nasabah muda dalam mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Banyak dari mereka yang terjebak dalam jeratan layanan Paylater.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan fenomena masyarakat, terutama anak muda, sulit memiliki rumah atau properti diantaranya didorong oleh biaya dan gaya hidup yang tinggi, serta kurangnya literasi finansial.
Sehubungan dengan hal tersebut, OJK senantiasa terus mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat melalui berbagai program edukasi keuangan serta memberikan imbauan kepada nasabah untuk memperhatikan riwayat kredit di lembaga jasa keuangan.
“Dikarenakan kredit macet di suatu lembaga jasa keuangan dapat berpengaruh pada lembaga jasa keuangan lainnya,” kata Dian Rae kepada Kabar Bursa, Rabu, 30 Oktober 2024.
Di sisi lain, tunggakan utang Paylater yang akan tercantum pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) sebagai historis kepatuhan membayar kembali kredit atau pembiayaan yang diterima nasabah, hanya merupakan salah satu proses manajemen risiko kredit Bank atau Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dalam menilai kelayakan keuangan nasabah pada proses analisis kredit.
“Sehingga penolakan pengajuan KPR oleh Bank atau LJK sudah pasti mempertimbangkan banyak faktor,” kata dia.
Dia pun merinci faktor yang menjadi pertimbangan yang disebut prinsip 5 C, yaitu Capacity yang merupakan kemampuan pihak debitur untuk melunasi kredit yang diajukan. Lalu, Collateral yaitu jaminan yang akan diserahkan pada pihak bank. Kemudian, Capital mencerminkan kemampuan calon debitur sebelum mengajukan KPR yang tercermin dari kemampuan memenuhi porsi nasabah dalam bentuk Down Payment.
“Juga ada Condition yaitu kondisi ekonomi calon nasabah yang mengajukan kredit, dan Character yang merupakan hal-hal yang dianalisis oleh bank yang akan memberatkan proses analisis dan persetujuan kredit termasuk catatan kriminal, sikap yang kurang baik, hingga riwayat kredit dalam hal ini mencakup historis paylater,” paparnya.
Adapun di samping itu, lanjut Dian, OJK terus berupaya meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan utang Paylater dan lebih sadar akan dampak utang yang tertunggak terhadap aplikasi kredit lainnya di masa yang akan datang.
“Nasabah senantiasa diingatkan untuk lebih disiplin dalam mengelola utang, termasuk mengatur prioritas antara utang konsumtif jangka pendek dengan kebutuhan konsumtif atau investasi jangka panjang seperti KPR,” kata dia.
Diketahui, saat ini, OJK telah memiliki beberapa dukungan kebijakan yang diharapkan dapat mendorong pembiayaan sektor perumahan baik dari sisi demand (konsumen) dan supply (developer/pengembang) antara lain:
- Konsumen: Besaran bobot risiko kredit beragun rumah tinggal yang lebih granular berdasarkan rasio LTV dan besaran uang muka debitur, sehingga pengenaan bobot risiko yang dihitung dalam perhitungan modal bank juga menjadi lebih granular sebagaimana diatur dalam SEOJK No. 24/2021.
- Pengembang: POJK No. 27/2022 mengatur bahwa dimungkinkan adanya penyaluran kredit pengadaan dan/atau pengolahan tanah kepada pengembangan dengan tetap memperhatikan manajemen risiko termasuk risiko spekulasi. Sebelumnya pembatasan pemberian kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah diatur dalam POJK No. 16/2018.
“Dukungan kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong partisipasi sektor perbankan dalam pembiayaan terhadap sektor perumahan melalui berbagai skema kepada semua kalangan,” imbuhnya.
Beberapa waktu lalu OJK mengungkapkan bahwa semakin banyak generasi milenial dan Gen Z yang berani mengambil utang melalui sistem Buy Now Pay Later (BNPL) atau Paylater.
Hal ini disampaikan oleh Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK).
Fenomena berutang melalui Paylater, menurut Friderica, telah menjadi perhatian serius bagi regulator di seluruh dunia.
Ia menjelaskan, bahwa perilaku generasi muda yang terjebak dalam siklus utang dipicu oleh beberapa faktor, antara lain Fear of Missing Out (FOMO), You Only Live Once (YOLO), dan doom spending.
“Anak muda ini mengalami FOMO, jika tidak ikut, mereka khawatir dianggap ketinggalan zaman. Ditambah lagi, ada tren baru yang disebut doom spending, di mana mereka belanja seolah-olah besok tidak ada lagi. Ini berbahaya, karena belanja mereka bukan hanya menggunakan uang yang mereka miliki, tetapi juga dari uang utangan,” kata Kiki, panggilan akrab wanita ini dalam sebuah acara yang disiarkan melalui channel YouTube OJK, Minggu, 6 Oktober 2024.
Kiki menambahkan bahwa fenomena memberikan penghargaan instan juga turut berkontribusi terhadap perilaku berutang di kalangan generasi muda, terutama bagi mereka yang belum memiliki penghasilan tetap.
Menurutnya, kemudahan dalam mendapatkan pinjaman, terutama melalui teknologi yang berkembang pesat, seperti pinjaman online dan sistem paylater, telah memudahkan akses generasi muda untuk berutang.
“Dengan adanya pinjol (pinjaman online) dan Paylater, anak muda kita bisa dengan mudah mendapatkan pinjaman untuk membeli barang yang sebenarnya tidak produktif,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh OJK, mayoritas pengguna Paylater berasal dari Gen Z dengan rentang usia antara 26 hingga 35 tahun.
Data menunjukkan bahwa 26,5 persen pengguna berusia 18-25 tahun, sementara 43,9 persen berada di rentang usia 26-35 tahun. Sementara itu, 21,3 persen pengguna berusia 36-45 tahun, 7,3 persen berusia 46-55 tahun, dan hanya 1,1 persen pengguna berusia di atas 55 tahun.
Penggunaan paylater pun cenderung berfokus pada gaya hidup. Sebagian besar pengguna memanfaatkan sistem ini untuk membeli barang-barang non-esensial, di mana persentase pengguna yang menghabiskan uang untuk fesyen mencapai 66,4 persen, perlengkapan rumah tangga 52,2 persen, elektronik 41 persen, laptop atau ponsel 34,5 persen, dan perawatan tubuh 32,9 persen.
Kiki menekankan bahwa pola konsumsi ini dapat memicu siklus utang yang sulit untuk dihentikan.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kondisi keuangan individu, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan emosional generasi muda.
Ketika mereka terjebak dalam utang, tekanan untuk membayar dapat menyebabkan stres yang berkepanjangan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kualitas hidup dan produktivitas mereka.
“Kita harus ingat bahwa utang bukanlah solusi, dan harus ada edukasi yang lebih baik mengenai manajemen keuangan,” ujarnya.
Kiki juga mendorong pentingnya literasi keuangan di kalangan generasi muda. Ia menekankan bahwa pemahaman yang baik tentang pengelolaan uang dan utang sangat diperlukan agar mereka tidak terjebak dalam masalah finansial.
OJK, melalui berbagai program edukasi dan sosialisasi, berusaha untuk memberikan pengetahuan yang diperlukan kepada generasi muda agar mereka dapat membuat keputusan finansial yang lebih bijak.
Dengan adanya teknologi yang semakin berkembang, OJK juga berupaya untuk meningkatkan regulasi terkait pinjaman online dan sistem paylater. Hal ini bertujuan untuk melindungi konsumen, terutama generasi muda, dari risiko utang yang berlebihan dan perilaku konsumtif yang merugikan.
Kiki mengingatkan bahwa meskipun kemudahan akses terhadap pinjaman dapat memberikan manfaat, penggunaannya harus tetap bijak dan bertanggung jawab.
Dalam menghadapi tantangan ini, peran orang tua, lembaga pendidikan, dan masyarakat sangat penting untuk mendukung generasi muda dalam memahami nilai uang dan pentingnya perencanaan keuangan.
Dia berharap, dengan meningkatnya kesadaran dan edukasi, generasi muda akan mampu menghadapi godaan untuk berutang dengan bijak, sehingga mereka dapat membangun masa depan yang lebih stabil secara finansial.
Dengan demikian, fenomena utang melalui sistem Paylater perlu disikapi dengan serius. Tidak hanya karena dampaknya terhadap individu, tetapi juga terhadap perekonomian secara keseluruhan.
“Kita perlu bersama-sama mengedukasi generasi muda untuk menghindari perangkap utang, dan membantu mereka membangun kebiasaan keuangan yang sehat,” ujarnya.
“Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan generasi muda dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan dan terhindar dari masalah utang di masa depan,” pungkas Kiki. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.