Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ekonomi RI Lima Tahun ke Depan tak Secerah Seperti yang Diinginkan Prabowo

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 30 October 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Ekonomi RI Lima Tahun ke Depan tak Secerah Seperti yang Diinginkan Prabowo

KABARBURSA.COM - Baru-baru ini lembaga keuangan dunia, International Monetary Fund (IMF) mengeluarkan laporan bertajuk World Economic Outlook. Dalam laporan memaparkan berbagai proyeksi mengenai kondisi ekonomi berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia selama lima tahun ke depan.

Lembaga riset ekonomi Bright Institute menilai proyeksi-proyeksi dalam laporan tersebut memberikan indikasi bahwa ekonomi Indonesia ke depan akan berkembang terbalik dari visi misi Presiden Prabowo.

Bright Institute menilai setidaknya ada lima proyeksi IMF yang patut mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia.

Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky menyoroti soal proyeksi IMF yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak mencapai 5 persen tahun ini dan stagnan di 5,07persen hingga 2029.

Proyeksi ini lebih rendah dari proyeksi pemerintah yang tertuang dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, yakni mencapai 5,1 persen tahun ini dan tumbuh hingga 6,2 persen di 2029.

“Apalagi jika membandingkan dengan misi Presiden Prabowo di angka 8 persen. Tentu ini menunjukkan adanya skeptisme terhadap kondisi ekonomi ke depan,” kata Awalil kepada Kabar Bursa, Rabu, 30 Oktober 2024.

Menurut Awalil, meski proyeksi pertumbuhan ekonomi IMF tersebut jauh di bawah target pemerintah, namun sebenarnya masih tergolong optimis karena nilainya tidak jauh dengan rata-rata negara emerging di benua Asia.

“Proyeksi yang kedua, yang sebenarnya lebih mengkhawatirkan, bisa kita lihat di proyeksi jumlah pengangguran,” tuturnya.

Selain itu, dalam laporan yang sama, IMF juga memprediksi tingkat pengangguran Indonesia tidak membaik dan stagnan di 5,1persen hingga tahun 2029.

Kata dia, tingkat pengangguran Indonesia secara lima tahunan sejak 2005 selalu memiliki tren menurun, dan meningkat saat pandemi COVID-19 pada 2020. Dan, hingga 2029 diproyeksikan akan stagnan sehingga memerlukan perhatian khusus dari pemerintah.

“Dan itu kalau dilihat dari persentase. Kalau dari jumlah, jumlah penganggur tentu akan jauh bertambah karena pertumbuhan angkatan kerja,” ujar Awalil.

Berikutnya yang ketiga adalah proyeksi terhadap investasi. Hal ini dapat dilihat dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). IMF memproyeksikan porsi investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) konstan di kisaran 29,5 persen hingga 2029.

Hal itu menurutnya tidak sejalan dengan misi pemerintahan baru yang ingin mendorong pertumbuhan ekonomi dari investasi, terutama investasi hilirisasi.

“Investasi yang stagnan inilah yang menyebabkan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan hanya di 5,1 persen,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana mengatakan proyeksi lain yang mendapat perhatian besar adalah mengenai proyeksi pendapatan negara. Menurutnya, pendapatan negara ini dalam database IMF dihitung dengan General Government Revenues, yang mana dapat mengindikasikan pendapatan negara terhadap PDB.

IMF memproyeksikan pendapatan pemerintah Indonesia stagnan di kisaran 14,5 persen hingga tahun 2029, lebih rendah dan tidak pernah mencapai level yang sama dari tahun 2023 kemarin di 15,04 persen.

“Jadi ini menunjukkan indikasi yang bertolak belakang dengan misi pemerintahan baru yang ingin meningkatkan tax ratio,” ujar Andri.

Andri berpandangan, meski seluruh proyeksi IMF tidak terlalu baik jika dibandingkan dengan ukuran target pemerintah, tapi sebenarnya masih dalam kategori optimis, dalam artian tidak memprediksi adanya guncangan eksternal yang bisa terjadi secara tak terduga.

Dia mengatakan proyeksi fiskal bisa saja dilihat stabil, tapi sebenarnya mencerminkan tidak memadainya ruang fiskal dan ketahanan fiskal.

“Padahal, ketahanan fiskal ini yang harus diperhatikan pemerintah sebagaimana ketahanan pangan menjadi perhatian Presiden Prabowo,” tuturnya.

Selain itu, IMF juga memproyeksikan transaksi berjalan defisit hingga 2029, tumbuh dari -0,15 persen dari PDB di 2023 menjadi -1,43 persen di 2029.

“Secara nominal akan semakin lebar. Ini menunjukkan ketahanan yang tidak kuat jika terjadi guncangan eksternal tak terduga,” pungkasnya.

Sektor Jasa Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Analisi Perdagangan dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Matteo Fiorini dan Janos Farencsz mengatakan bahwa sektor jasa, terutama telekomunikasi, transportasi, dan keuangan, akan menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Mereka menegaskan perlunya percepatan reformasi dan liberalisasi di sektor-sektor ini untuk menarik investasi, meningkatkan produktivitas, dan mengoptimalkan potensi perdagangan digital melalui kebijakan yang mendukung.

Executive Director Indonesia Services Dialogue (ISD) Devi Ariyani menyoroti peran UMKM di Indonesia yang mencapai 99,9 persen dari total perusahaan, dan sangat bergantung pada layanan digital.

“Pemanfaatan teknologi digital oleh UMKM telah meningkatkan ekspor jasa digital dan daya saing, membuka peluang internasional. Namun, tantangan seperti tingginya biaya impor teknologi perlu diatasi untuk bersaing di pasar global,” kata Devi, Jumat, 25 Oktober 2024.

Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan Logistik Nasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Atong Soekirman menyebutkan beberapa kendala di sektor jasa logistik Indonesia, termasuk disparitas infrastruktur, perlunya penyesuaian regulasi, dan inovasi teknologi di era digital.

Sedangkan, perwakilan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI Baung Rivano Siregar mengatakan pentingnya peningkatan infrastruktur pelabuhan dan efisiensi operasional demi menjaga daya saing global dalam sektor jasa transportasi laut.

Perwakilan dari Kementerian Komunikasi dan Digital RI Dian Wulandari menambahkan bahwa tantangan utama dalam pemerataan akses telekomunikasi adalah kompleksitas geografis Indonesia.

Pemerintah terus berupaya membangun infrastruktur dan meningkatkan kapasitas talenta digital untuk mengatasi hambatan ini dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Direktur Perundingan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan RI Mochamad Rizalu Akbar berharap agar hasil studi OECD ini dapat menjadi pedoman pengembangan sektor perdagangan jasa di Indonesia.

“Studi ini memperkaya pemahaman kita akan tantangan dan peluang di sektor jasa dan perdagangan, menjadi referensi penting untuk kebijakan sektor ini,” ujarnya.

Sebagai informasi, Studi tersebut merupakan hasil kerja sama antara Kemendag RI dan OECD dalam program OECD–Indonesia Joint Working Programme 2022–2025, yang bertujuan mengidentifikasi potensi, tantangan, dan peluang sektor jasa Indonesia untuk meningkatkan daya saing global. Selain analisis, studi ini juga memberikan rekomendasi konkret guna memperkuat daya saing sektor jasa.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan apresiasinya terhadap OECD, khususnya Divisi Perdagangan Jasa, atas kerja sama ini yang diharapkan dapat mendukung reformasi sektor jasa Indonesia agar mampu bersaing di pasar internasional.

“Saya menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya pada OECD dan Sekretariat OECD, khususnya Divisi Perdagangan Jasa dalam Direktorat Perdagangan dan Pertanian,” pungkasnya. (*)