KABARBURSA.COM - Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan, pada Senin, 28 Oktober 2024, mengunjungi pabrik Sri Rejeki Isman atau Sritex di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Dalam kunjungan tersebut, Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto, buka suara soal kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Menurut Iwan, pada dasarnya Sritex tidak ada niatan untuk menutup pabrik. Terlebih, kondisi keuangan dan operasional perusahaan sedang menunjukkan perbaikan dalam dua tahun terakhir. Jikalaupun ada efisiensi, kata dia, sebaiknya didasarkan pada keputusan bisnis, bukan atas dasar kebangkrutan perusahaan.
"Fokus kami ke depan ingin terus beroperasi. Bukan niat kami untuk menutup pabrik ini. Karena melihat operasional dan kondisi keuangan selama dua tahun terakhir juga mengalami perbaikan," kata Iwan dalam keterangannya, dikutip Selasa, 29 Oktober 2024.
Perihal kedatangan Wamen Ketenagakerjaan, dimaksudkan agar tidak terjadi keresahan atau kegelisahan di kalangan buruh Sritex. Sebab, pemerintah tidak akan membiarkan sektor tekstil lumpuh, apalabi mati.
"Yang jelas, pemerintah dan negara hadir di tengah buruh atau pekerja. Pemerintah dan negara juga hadir di tengah-tengah pengusaha. Jadi, tidak boleh lagi ada keresahan atau kegelisahan. Bagaimanapun, pekerjaan itu hak dasar yang harus dipenuhi dan negara tidak boleh abai terhadap persoalan ini," ujar Noel.
Dalam kesempatan itu pula, Noel memastikan tidak akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk. Apalagi, perusahaan dan karyawan dengan tegas mengatakan bahwa PHK adahal hal tabu yang tidak boleh dilakukan.
"Saya pastikan, tidak ada PHK terhadap buruh PT Sritex. Hal ini telah disepakati pihak manajemen yang diwakili oleh Iwan Setiawan Lukminto sebagai owner PT Sritex," tegas Noel yang disambut isak tangis para pekerja.
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan bahwa saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) berpotensi untuk dihapus dari daftar perdagangan (delisting) setelah menjalani suspensi selama 42 bulan.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa perdagangan saham perusahaan dengan kode SRIL telah dihentikan sejak 18 Mei 2021 akibat penundaan pembayaran pokok dan bunga pada Obligasi MTN Sritex Tahap III Tahun 2018.
“Bursa telah meminta klarifikasi dan pengingat kepada Sritex terkait rencana tindak lanjut dan upaya mempertahankan kelangsungan usaha,” kata I Gede Nyoman, Jumat, 25 Oktober 2024.
Nyoman menambahkan, BEI berkomitmen untuk melindungi investor ritel dengan menerapkan notasi khusus dan menempatkan perusahaan pada papan pemantauan jika memenuhi kriteria tertentu. Ini bertujuan meningkatkan kesadaran investor terhadap potensi masalah yang dihadapi perusahaan.
Untuk perusahaan yang mengalami suspensi, BEI melakukan berbagai langkah perlindungan, termasuk mengingatkan perusahaan yang telah disuspensi selama enam bulan, mengundang hearing, dan meminta penjelasan tentang upaya perbaikan serta rencana bisnis ke depan.
Perusahaan yang terkena suspensi juga diwajibkan untuk melaporkan kemajuan rencana perbaikan setiap bulan Juni dan Desember.
Sementara itu, setiap enam bulan, BEI akan mengumumkan potensi delisting dengan informasi mengenai masa suspensi, susunan manajemen, dan kontak yang dapat dihubungi. Nyoman menegaskan bahwa pengumuman terkait potensi delisting Sritex telah dilakukan setiap enam bulan.
Berdasarkan Peraturan OJK 3/2021 dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023, jika perusahaan terbuka mengalami delisting karena kondisi yang berdampak pada kelangsungan usaha, maka perusahaan harus beralih status menjadi perusahaan tertutup dan melakukan buyback saham publik sesuai ketentuan yang berlaku.
Sritex sendiri telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang dalam putusan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, terkait dengan kewajiban pembayaran yang tidak dipenuhi kepada PT Indo Bharta Rayon dan beberapa pihak lainnya.
Adapun Pemohon dari perkara ini adalah PT Indo Bharta Rayon. Sementara, perkara tersebut mengadili para termohon yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Para Termohon tersebut dinilai telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022.
“Menyatakan bahwa para termohon (termasuk Sritex) pailit dengan segala akibat hukumnya,” bunyi petitum perkara tersebut, dikutip Rabu, 23 Oktober 2024.
Berikut adalah daftar utang jangka panjang PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) per Juni 2024 terhadap 28 bank:
Total utang jangka panjang Sritex terhadap 28 bank ini memberikan gambaran komprehensif tentang komitmen keuangan perusahaan terhadap lembaga perbankan domestik dan internasional.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.